Di pagi hari yang tenang sembari memandang berakhirnya musim gugur, Sukuna duduk bersila di paviliun dengan gulungan sastra heian favoritnya.
Memang agak mengejutkan dewa perang yang begitu keji rupayanya pemuja keindahan dan sajak.
Seperti kebiasaan yang sudah-sudah, Uraume menuangkan teh poci pada gelas Sukuna kemudian duduk di dekat raksasa itu.
Satu sesapan dan kening Sukuna mengerut tak terpuaskan. Ada yang salah dengan rasa teh di mulutnya. Masam seperti perasan kaos kaki basi.
"Apa-apaan dengan rasa teh ini?!" bariton Sukuna menggemuruh. Alisnya yang menukik memperjelas ketidaksukaannya akan rasa teh yang diseduh Uraume untuknya.
"Ano Sukuna-sama, Megumi-san yang memaksa membuat teh pagi ini untuk anda. Apa rasanya tidak enak? Saya sudah melarangnya, tapi dia cukup keras kepala. Kalau begitu biar saya ganti."
Mendengar pernyataan itu, satu tangan Sukuna terangkat. "Tidak usah." jawabnya seraya lanjut meneguk habis teh dalam gelas di tangannya. "Megumi yang membuatnya?"
"Ha'i.."
"Tuangkan lagi."
Uraume tak mengerti. Beberapa menit lalu Sukuna terlihat jijik dan tak puas dengan rasa teh yang diminumnya. Namun, pada saat mengetahui kalau Megumi yang membuat teh kecut itu, sang raksasa seolah mati indera dan malah menghabiskan minuman seperti orang kehausan.
"Ne usagi-sama, aku ada sedikit wortel untukmu." Megumi berjongkok di pekarangan rumah. Membagikan wortel-wortel panjang pada kawanan kelinci yang mampir. Entah karena kelembutan Megumi atau apa. Para binatang hutan jadi sering sekali datang ke halaman rumah Sukuna.
Si raksasa besar melihat dari paviliun. Sedikit mendengus saat melihat Megumi tersenyum memeluk kelinci dan rusa yang main-main ke halamannya.
"Binatang yang diundang Megumi-san tidak jarang mengotori teras anda dengan kotoran. Anda ingin saya mengusirnya?"
"Urusi saja urusanmu, Uraume. Biarkan Megumi mengurus urusannya juga."
"Ha'i, gomenasai.." Uraume membungkuk.
"Sukuna-sama, kau sudah mencoba teh buatanku??" Usai dengan para binatang, Megumi berayun mendatangi Sukuna ke paviliun.
"Ya."
"Bagaimana rasanya?" Kepala Megumi miring ke samping dengan senyuman jahil.
"Kau mau mencobanya sendiri?"
Yang lebih kecil terkekeh seraya menggeleng, pun menjatuhkan bokongnya ke pangkuan Sukuna. "Yadane~"
"Oh kau sengaja mengerjaiku rupanya. Caramu kotor sekali." Muka Sukuna mengecut.
Tawa Megumi menjadi besar. Ia memeluk Sukuna seraya bergelanyut manja di sana. Sukuna tidak risih. Justru satu tangan besarnya menjagai tubuh Megumi agar tidak jatuh.
Uraume hanya memandang pemandangan itu dengan heran.
Sukuna seolah berubah.
Raksasa panglima tempur yang mengerikan dan ditakuti banyak orang, bagaimana bisa ia membiarkan dirinya dipermainkan manusia kecil yang bertingkah manja?
Apa yang terjadi di antara keduanya semalam? Bagaimana bisa Megumi mengubah Sukuna secepat itu? Uraume tidak pernah melihat Sukuna tersenyum kecuali pada saat membunuh dan memenangkan perang.
Tapi ini, sekarang, raksasa itu tersenyum saat Megumi menangkup pipinya. Bahkan matanya yang selalu memancarkan dendam dan hasrat untuk membunuh, kini menatap Megumi secara sopan dan halus.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ryomen: The God of War (sukufushi)
Fanfiction[Historical Au) Sengoku Jidai, zaman keras dan bergejolak. Zaman negara berperang dan saat para panglima besar saling bertumpah darah untuk menguasai Jepang. Pada masa tersebut, dua klan besar bersatu untuk melawan raksasa bertangan empat, senjata u...