"Lo gila!"
"Bangsat! Gue udah bilang jauh-jauh dari rumah pria sialan!"
Jin menahan Yeonjun yang sekarang jika dilepas bisa membunuh Ayahnya sendiri
Pria tua itu terdiam sembari menunduk, ia tengah mabuk dan meminta uang pada istrinya yang berada di bandara yang membuat Ibu Yeonjun serangan jantung beruntung ada seorang dokter yang bisa memberikan pertolongan pertama
"Pergi lo!"
"Yeonjun ayah gak sengaja, ya? Lain kali Ayah hati-hati... heum? Ayah cuma butuh uang-"
"PERGI GUE BILANG!!!"
Tatapan dendam, hina, dan amarah tumpah bersama air mata Yeonjun yang mengalir di antara gertakan lorong rumah sakit itu. Sang Ayah akhirnya diseret paksa keluar oleh satpam, tak punya belas kasih pria itu bahkan tak meminta maaf sedikitpun dan masih meminta uang
Yeonjun bersimpuh di lantai sembari menutupi tangisnya dengan kedua tangan, ia tak bisa membiarkan Beomgyu mendengarkan isakannya, ia harus kuat meski faktanya Yeonjun tak bisa menanggung ini sendirian
Jin mengusap punggung Yeonjun, ia juga tak punya banyak kuasa akan penyakit Ibu Yeonjun, dia bukanlah seorang dokter, mencari donor pun bukan perkara mudah
Beomgyu menggengam tangan sang Ibu dengan khawatir, yang bisa ia lakukan hanyalah menemani sang Ibu di ruang rawat, tak berani melangkahi pintu untuk melihat keadaan Yeonjun yang sama hancurnya
Seminggu berlalu sejak malam itu, Soobin menjalankan kuliahnya yang monoton seperti biasa, ia memandang kasur sebelah yang kosong, malam itu adalah kali terakhir ia bertemu Yeonjun sebelum pria itu hilang tidak bisa dihubungi bersamaan dengan Beomgyu
"Halo, ada apa lagi kali ini, Pah?"
"Gimana kuliahmu."
"Papah telfon untuk tanya itu doang? Udahlah Soobin gak ada waktu."
"Iya-iya jangan tutup dulu, Papah khawatir sama kamu mending cari bodyguard."
"Ada apa sih jangan lebay, Pah."
"Heh dengar, kamu itu anak orang kaya terkenal sadar diri, Banyak yang mau rampok kamu apa lagi kamu satu-satunya suksesi Odi-tech."
"Pah, Soobij aja gak kuliah teknik gimana mau warisin, Soobin gabisa ikutin jalan Papah."
"Soobin dengar!"
Soobin terkejut saat mendegar bentakan sang Ayah "Bisa nurut sejako aja kamu harus jaga diri banyak orang diluar sana yang ngincar kamu, Ayah di sini cuma lindungi kamu."
Soobin terdiam sejenak "Kalau gitu, kenapa ayah gak lakuin dari dulu sebelum Kakak pergi?"
Tak ada sahutan, hanya hening yang tak dapat dijawab, pria setengah abad itu memang bersalah karena membiarkan sang anak sulung pergi dan berjuang sendirian, menelantarkan anak yang seharusnya ia berikan kasih serta ilmu hidup
KAMU SEDANG MEMBACA
Roommate 304✔
Fiksi PenggemarJadi teman lika likunya gimana ygy update setiap Malming eaaa~