6. STAY SCHTUM

288 27 0
                                    

Besoknya Gemima dikebumikan, ramai dengan teman-teman sekolahnya yang menghadiri pemakaman, tidak termasuk Joan yang tidak terlihat di sini, tersisa Janu juga Galen, Riki dan Jarvis yang menemaninya, tapi karena Janu meminta mereka tak perlu mengkhawatirkannya dan biarkan ia sendirian, mereka memilih pergi dan Janu sendirian sekarang berlutut di atas tanah merah yang perlahan basah karena hujan turun.

Janu menangis sekarang, sedari tadi cukup kuat menahannya, ia kehilangan teman dekatnya yang satu langkah lagi bisa menjadi miliknya itu telah pergi.

"Yang tenang di sana, Gem." gumam Janu di sela tangisannya.

Sekujur tubuhnya sudah basah tapi Janu masih belum ada niat beranjak dari sini, kalau saja Galen tidak datang kembali dengan payungnya mungkin Janu akan tetap di sini sampai malam nanti.

"Jan, ayok balik, nanti kapan-kapan bisa kunjungi Gemima lagi."

"Gal-"

"Gemima gak suka liat lo nyakitin diri sendiri, lo kena hujan nanti sakit."

Akhirnya Janu beranjak dan mencoba mengikhlaskannya meskipun butuh waktu.

▪︎ ▪︎ ▪︎

Sekolah kembali normal, namun garis polisi di halaman sekolah masih terpasang, Danila yang baru datang pagi ini menatap naas area itu sembari berjalan pelan, duduk di perpustakaan dengan Gemima empat hari yang lalu menjadi yang terakhir kalinya, tak ada yang spesial hanya menyapa satu sama lain dan mengobrol ringan karena mereka bukan teman yang begitu dekat, meskipun begitu sangat di sayangkan gadis itu telah tiada.

Danila nyaris menabrak seseorang karena berjalan dengan pikiran yang masih terbayang akan sosok Gemima, sisi kanan kiri bahunya di tahan oleh tangan yang langsung membuatnya tersadar.

"Hati-hati, Dan." kata Riki, orang yang menahannya barusan.

"Eh- maaf." ujarnya tulus.

"Lo lagi kenapa? Kok kayak yang gak fokus gitu?"

Danila menunjukkan raut sedihnya, "Kasihan Gemima."

Riki juga mengangguk setuju, "Kita semua merasa kehilangan dia."

"Ki, lo tau gak alasan Gemima kenapa memutuskan untuk mengakhiri hidupnya?"

"Sejauh ini belum ada yang tahu, termasuk orang terdekatnya, Dan." Masih terus membicarakan soal Gemima, Riki membawa Danila masuk ke gedung sekolah sambil berjalan pelan, "Bahkan gue aja ragu kalau Gemima itu memilih jalan kayak gitu."

"Polisi juga belum menemukan motif di balik kematian Gemima kan?"

"Belum."

Tanpa di sadari Danila, ia sudah berada di depan kelasnya sekarang dengan Riki yang mengantarkannya entah sengaja atau tidak.

"Eh, lo jadi ke arah sini." ujar Danila setelah sampai di dekat pintu 11 IPA 1, padahah koridor IPS bukan di area ini.

"Iya, kan anterin my princess dulu, takut ada yang gangguin minta foto atau yang lainnya gitu, soalnya lo lagi beda hari ini." kata Riki yang mengulas senyum dari bibir Danila.

"Bisa aja, Ki. But, thanks ya." jawabnya.

"Sama-sama my princess, semangat buat hari ini." bahkan Riki berjalan mundur perlahan sebelum meninggalkan Danila, seraya melambaikan tangannya pada gadis yang hari ini mengenakan kacamata itu, cantik.

"Iki, keren lo begitu?" gumam Danila setelah Riki sudah menjauh. Pasalnya si pemilik nama Riki Nathaniel ini sangat menarik atensinya, apalagi ketika main basket atau futsal, rasanya Danila ingin menyanyikan lagu Enchanted milik Taylor Swift detik itu juga. Danila baper tapi Riki memang kebiasaan bersikap manis pada setiap gadis.

"Temen gue suka banget flirting ya, Dan?" Danila terkejut dengan suara yang berasal dari ambang pintu itu.

Saat menengok, ia menemukan sosok Galen yang berdiri sambil menyandarkan punggungnya pada pintu dan menyilangkan kedua tangannya, tak lupa dengan senyum menggodanya.

"Iya, bisa baper tuh cewek-cewek sekalinya ngobrol sama Iki."

"Jadi lo baper?" tanya Galen memperlebar ucapan Danila yang sepertinya boomerang bagi dirinya sendiri.

"Ya enggak lah." tepisnya sambil tertawa, tepatnya menutupi kepanikannya.

"Kalau suka bilang aja, gue bantuin."

"Enggak ya, Galen!"

▪︎ ▪︎ ▪︎

Jam istirahat makan siang, Galen, Jarvis dan Riki berkumpul, biasanya Janu tak pernah ketinggalan tapi mereka hanya bertiga sekarang.

"Balik sekolah ke rumah Janu dulu deh, gue khawatir sama keadaannya." ujar Galen setelah selesai makan.

"Gue gak nyangka Janu bakal terpukul banget sampe gak masuk sekolah kayak gini." sahut Jarvis.

Riki menyahuti, "Padahal kemarin bisa bersikap biasa aja."

Galen jadi teringat kalau kemarin Janu sempat kena hujan di pemakaman, "Atau Janu sakit kemarin kehujanan?"

"Bisa jadi." kata Riki.

Sedangkan kondisi Janu sebetulnya bisa dibilang cukup baik-baik saja, pagi tadi sudah sampai ke sekolahnya, namun Janu mendadak teringat sesuatu kalau pesan lewat surat dari Gemima belum sempat dibacanya, kebetulan ada di saku jaket yang dikenakannya kemarin, mungkin juga ikut basah karena terkena air hujan.

Takut jaketnya keburu di cuci dan malah hilang karena lenyap terkena air, Janu memutuskan untuk pulang dengan terburu-buru karena pikirannya hanya tertuju pada secarik kertas itu.

Beruntung suratnya masih terselamatkan meskipun basah dan tidak utuh lagi tapi Janu menangkap pesan apa yang di sampaikan Gemima di atas kertas itu.

Dan yang membuat Janu kesal adalah poin inti di sana yang sobek, Gemima meminta Janu untuk mengambil beberapa barangnya yang ada di loker milik Gemima di ruang ekstrakulikuler Jurnalistik tapi kunci loker itu entah siapa yang memegangnya karena sobekan kertas itu pas menuliskan nama pemegang kunci loker Gemima.

Gemima tidak bilang hal yang lainnya karena ia tahu kalau surat ini sebelum sampai ke tangan Janu pasti akan melewati kepolisian terlebih dahulu.

▪︎ ▪︎ ▪︎

OUT OF THE BLUE | 05 LINETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang