18. NO TRACE LEFT BEHIND

23 3 1
                                    

Malam itu, saat Galen tengah bersiap menuju rumah Phavita, ponselnya berdering, sebuah panggilan masuk dari bunda sang gadis.

Ah, kebetulan sekali.

"Galen, kalian belum pulang?" suara ibu Phavita terdengar tidak biasa dari ujung sana. "Phavita lagi bareng kamu?"

Galen terdiam sejenak, terkejut mendengar pertanyaan itu, "Sebenarnya saya gak ketemu Phavita pas pulang, emm... tante tenang dulu, saya akan cari Phavita ke sekitar sekolah."

Semua khawatir, dan mereka tidak akan diam saja menunggu dan sepakat untuk mencari Phavita, setelah menutup teleponnya, Galen beralih pada grup chat yang beranggotakan Janu, Riki, dan Jarvis. Tanpa pikir panjang ia menekan panggilan grup.

"Gue bingung banget, nyokapnya Phavita telpon tadi, dia belum pulang." Kata Galen.

"Serius?" respon Janu yang tak kalah terkejut.

"Udah coba lo telepon?" tanya Riki.

Galen meremas ponselnya, merasa cemas. "Iya, gue udah coba cari, tapi nggak ada jawaban, gue tahu harus gimana lagi."

Ia tahu Phavita tidak akan hilang tanpa alasan. Perasaan khawatir semakin mencekam dirinya.

"Gue mau cari phavita kalau gitu." kata Galen.

"Oke kita bantu, dimana kita mulai carinya?" tanya Janu.

"Mungkin di sekitar sekolah karena terakhir kita tahu dia disana." jawabnya.

"Kita ketemu di sana sekarang." final Janu yang sedikit membuat Galen tidak merasa khawatir sendirian.

Semua temannya membantunya, termasuk Jarvis yang sebelumnya tidak tahu akan hal ini.

▪︎ ▪︎ ▪︎

Joanna baru saja merebahkan tubuhnya di atas kasur setelah selesai mandi, namun ia langsung mengubah kembali posisinya terduduk begitu ponselnya berdering. Tertera nama Janu di layar, dan langsung mengangkat telepon itu.

"Joan, lo di mana?" suara Janu terdengar tidak santai di ujung sana.

"Hah? Gue di rumah?" jawab Joanna, sedikit bingung karena nada suara Janu yang berbeda dari biasanya.

"Phavita hilang," jawab Janu dengan cepat, suaranya penuh kecemasan. "Gue mau bantu Galen cari Phavita."

"Sumpah? Phavita hilang? Kok bisa?" tanya Joanna, suara tegang mulai terdengar.

"Nggak ada kabar, ponselnya juga nggak aktif. "

Joanna terdiam sesaat, memproses informasi yang baru saja dia dengar. Phavita hilang. Itu membuat pikirannya langsung melayang ke kejadian-kejadian sebelumnya, ke semua yang berhubungan dengan Gemima. Phavita itu teman berteman dekat dengan Gemima.

Joanna berdecak kesal, baginya Phavita itu gadis yang lemah, tidak bisa melalukan apapun, pasrah terhadap keadaan dan penuh dengan trauma. Joanna tidak menyukai gadis seperti itu sebenarnya, hanya untuk speak up tentang kasus Gemima pun Phavita sangat takut jika Joanna tidak memaksanya.

Tapi, entah kenapa Joanna rasa memiliki tanggung jawab terhadap Phavita setelah Gemima pergi.

"Yaudah gue juga mau bantu cari, dimana kalian sekarang?" kata Joanna.

"Di sekitar sekolah, kabarin aja jo kalau ada apa-apa."

Setelah menutup telepon, Joanna langsung keluar dari kamarnya. Tiba-tiba, ia mendengar suara ibunya memanggil dari arah ruangan lain.

"Joan, kamu mau kemana?" tanya ibu Joanna, yang tengah duduk di sofa.

"Temennya Gemima hilang," jawab Joanna tanpa basa-basi, wajahnya serius.

Ibunya langsung berdiri, wajahnya berubah khawatir. "Hilang? Kamu mau cari kemana? Sama siapa?" tanya ibunya.

"Di sekitar sekolah, bareng sama temen-temen yang lain, kok." jawab Joanna.

Sang mama terlihat berpikir sejenak, lalu mengangguk pelan. "Yasudah, hati-hati. Kalau ada apa-apa, langsung kabari Mama, ya."

Joanna mengangguk, lalu berlari keluar rumah menuju tempat yang telah disepakati dengan Janu.

▪︎ ▪︎ ▪︎

Kalau malam, suasana sekitar sekolah terasa lebih sepi. Jalanan yang biasanya ramai dengan murid pulang sekolah kini tampak kosong, hanya suara langkah kaki mereka yang terdengar di antara jalanan gelap. Janu, Riki, Jarvis, dan Galen sudah berkumpul di dekat sekolah, mencari petunjuk kemana Phavita pergi. Mereka berempat sesekali berdiskusi. Sedangkan orang tuanya menghubungi pihak kepolisian.

Lalu beralih pada Joanna yang berjalan cepat menyusuri trotoar, langkahnya terasa makin berat meskipun suasana malam itu tenang. Ada perasaan yang tidak bisa ia jelaskan, seolah-olah ia sedang berlari mengejar waktu yang hilang. Ia tidak tahu kenapa, tapi entah mengapa perasaan itu terus mengganggunya. Mungkin karena ia merasa bertanggung jawab untuk membantu Phavita, karena gadis itu adalah teman dekat Gemima, dan siapa pun yang mengenal Gemima pasti akan merasa seperti ada ikatan yang lebih kuat, lebih mendalam.

Namun, belum sempat ia sampai ke titik pertemuan yang telah ditentukan, tiba-tiba langkahnya terhenti ketika sebuah mobil berhenti tepat di sampingnya. Joanna menoleh, kaget, tapi belum sempat berteriak atau bergerak lebih jauh, dua sosok pria yang mengenakan masker langsung melompat keluar dari dalam mobil. Salah satu dari mereka dengan cepat menarik tubuhnya dan menahan mulutnya, sementara yang lainnya mengikatkan tali di tangannya.

Tentu saja Joanna tidak bisa berteriak, ia hanya berusaha meronta dan berontak. Seperti inilah yang siang tadi Phavita alami?

Namun, usaha itu sia-sia. Pria yang menahan mulutnya dengan kuat, menggenggam erat dan mengunci gerakannya. Joanna merasa tubuhnya diangkat dan didorong masuk ke dalam mobil dengan cepat. Ketika itu, ia mencoba untuk menendang dan berteriak, tetapi mulutnya tertutup rapat dengan kain. Mobil itu melaju dengan kecepatan tinggi, meninggalkan jalanan yang sepi di belakang mereka.

Apa yang sedang terjadi? Kenapa mereka membawa dirinya? Namun, otaknya berusaha berpikir jernih, berusaha mencari celah atau cara untuk kabur. Tapi situasi yang begitu mendesak membuatnya bingung. Ia mencoba menendang pintu mobil atau apa saja yang bisa mengganggu mereka, namun mereka terus mengikatnya, semakin menekannya.

Mobil itu terus melaju meninggalkan tempat ini dengan membawa Joanna.

▪︎ ▪︎ ▪︎

JUJUR suka bgt sama pertemanan Galen Janu Riki Jarvis, kayak kompak juga yaa pas aku baca ulang cerita ini hahaaa

OUT OF THE BLUE | 05 LINETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang