9. His Hips.

1K 89 0
                                    

Chimon melirik jam dinding yang menunjukkan pukul delapan malam, tubuhnya masih terasa lelah setelah perjalanan jauh yang baru saja diakhiri. Betisnya terasa kaku, seperti berteriak meminta untuk dilepaskan dari beban sepatu dan jarak yang jauh. Dia merenung sejenak, mengambil napas dalam-dalam sebelum tiba tiba menerima notifikasi dari ponselnya.

*Ting!*

Chimon melihat layar ponselnya menerangi dengan pesan baru.

💌 : "Temani aku makan."

Dia tahu pasti siapa yang mengirim pesan tersebut hanya dari kalimat singkat itu. Tapi pernyataan untuk menemani makan pada jam ini cukup mengejutkan. Ini bukan jam kerja Chimon, dan sebenarnya dia berharap bisa istirahat setelah hari yang melelahkan ini.

Chimon memandang layar ponselnya, mempertimbangkan bagaimana sebaiknya dia merespons. Pikirannya melayang pada bosnya yang sedikit sialan ini membuat tensi darah Chimon sedikit naik. Mungkin ini adalah ujian lebih lanjut tentang loyalitasnya, pikir Chimon, atau mungkin memang bos nya ini yang bajingan.

Akhirnya, Chimon memutuskan untuk mengetikkan pesan balasan dengan hati-hati di ponselnya.

_____
TING!

Perth dengan cepat meraih ponselnya saat notifikasi pesan masuk dari Chimon, dahinya mengerut membentuk ekspresi wajah tak senang.

Perth dengan cepat meraih ponselnya saat notifikasi pesan masuk dari Chimon, dahinya mengerut membentuk ekspresi wajah tak senang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Cih, berani sekali dia menolakku."

Perth kembali mengetikan sesuatu diponselnya.

Perth tersenyum puas, mengetahui kelemahan Chimon

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Perth tersenyum puas, mengetahui kelemahan Chimon.

"Mata duitan."

———

Chimon berdiri sendirian di halte dengan hoodie birunya, langit terus membasahi tanah dengan rintik hujan yang lembut namun cukup untuk membuatnya gemetar kedinginan setiap kali angin bertiup. Jam segini sulit baginya untuk menemukan taksi atau bus yang bisa dia naiki. Berjalan kaki lima belas menit tidak akan cukup, dan dari lokasi yang telah di-share oleh Perth, butuh waktu dua puluh lima menit untuk mencapainya, bahkan jika dia berlari.

Sudah lima menit berlalu dan belum ada kendaraan yang melintas di sekitar halte tempat Chimon menunggu. Daerah tersebut memang sepi ketika sudah menjelang jam sembilan malam.

Chimon tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan untuk mendapatkan uang tambahan. Tanpa berpikir panjang, dia mulai berlari, menerobos setiap rintik hujan yang menabrak permukaan wajahnya. Langit masih terus memancarkan tetesan air yang lembut, namun Chimon terus maju.

Setelah berlari selama 15 menit yang melelahkan, Chimon terengah-engah mencoba mengatur nafasnya. Bajunya sudah basah kuyup karena hujan, tetapi dia tidak mempedulikannya saat ini.

"Perth sialan," umpat Chimon di antara hembusannya yang berat, sebelum kembali melanjutkan lariannya dengan tekad yang kuat.

***
Lima Menit Chimon menunggu di depan rumah Perth setelah ia mengirim pesan memberi tahu bahwa ia sudah sampai. Pintu rumah terbuka, Chimon melebarkan senyumnya, tetapi tatapan terheran dari Perth membuat senyum itu memudar.

"Kok basah?" tanya Perth, keheranan tergambar jelas di wajahnya.

Senyum Chimon berubah menjadi ekspresi datar, merenung memikirkan betapa bodoh bos di hadapannya. Chimon mengangkat tangannya dan menunjuk ke langit yang masih tanpa henti menguyurkan tetesan air hujan.

"Ohh, benar. Hujan," ujar Perth, mengerti.

"Tunggu di sini ya, aku ambilkan handuk," lanjutnya sambil masuk kembali ke dalam rumah, meninggalkan Chimon di luar. Chimon mengangguk singkat, menunggu dengan sabar sambil merasakan embusan angin malam yang masih membawa tetesan-tetesan hujan. Matanya memandang langit yang semakin redup menggelap, memikirkan bagaimana ia bisa menyelesaikan urusan dengan Perth dan kembali ke rumah dengan nyaman setelah hari yang panjang ini.

——

"Ini, pakai bajuku, jangan membasahi rumahku," ucap Perth sambil melempar satu set baju pada Chimon, meminta agar pria itu segera berganti.

"Dimana kamar mandi?" tanya Chimon, mencari tahu letaknya.

Perth tidak menjawab pertanyaan Chimon, melainkan hanya menunjuk ke pintu putih di pojok kanan ruangan.

Sepuluh menit berlalu sebelum Chimon keluar dari kamar mandi.

"Aku rasa bajunya kebesaran, celananya juga terlalu pendek," gumam Chimon, namun suaranya masih terdengar oleh Perth.

"Iya, itu celana waktu aku SMP. Kalau pakai celanaku yang sekarang, pinggulmu tidak akan muat," ucap Perth dengan wajah datar.

Chimon menatap Perth dengan ekspresi tidak terima. "Emang tau pinggulku kecil atau besar dari mana?" protesnya dengan sedikit kesal, merasa agak tersinggung dengan komentar tersebut.

"Aku pernah memelukmu kan? Waktu di Villa," jawab Perth, mengingat momen yang sepertinya masih segar di ingatannya.

Chimon melotot, terkejut dan sedikit malu dengan pengingatannya itu. "Kenapa kau mengingatkannya lagi," protes Chimon, sambil refleks menyilangkan kedua lengan di dadanya, mencoba menenangkan diri dari kecanggungan yang dirasakannya.

Perth menggelengkan kepala, "Mulai deh,"

BOSS [Perth x Chimon] ONGOINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang