27. Do I have a choice?

256 33 2
                                    

Perth terbangun dengan tiba-tiba di tengah malam, disadari oleh keheningan yang memenuhi ruangan. Cahaya redup dari bulan masuk melalui jendela, menciptakan bayangan samar di sekitarnya. Dia merasakan napasnya yang tenang dan irama detak jantungnya yang perlahan.

Perlahan, matanya terbuka sepenuhnya, ia melirik Chimon yang masih tertidur dengan nyenyak di sampingnya. Wajah Chimon yang tenang memberi perasaan kedamaian di tengah malam yang sunyi.

Perth mengulurkan tangannya secara perlahan, menyentuh rambut lembut Chimon dengan penuh kelembutan. Dia tersenyum sendiri, merenung tentang betapa berharga momen seperti ini. Di bawah sinar rembulan yang melingkupi mereka, dia merasa bersyukur memiliki seseorang seperti Chimon yang selalu ada di sisinya sejauh ini bahkan di saat-saat yang paling sunyi sekalipun.

Senyum di wajah Perth perlahan memudar saat ingatannya kembali melayang ke pagi tadi di pantai.

Perth menarik tangannya perlahan dari rambut Chimon yang masih tertidur, lalu ia menatap langit-langit kamar dengan perasaan tak tenang yang mendalam. Pandangannya kosong, seperti mencoba memproses perasaan yang menyelimutinya. Dia merasa terjebak dalam labirin perasaan yang rumit.

"Kenapa? Kebangun ya?" Suara Chimon yang lembut dan sedikit serak mengejutkan Perth dari lamunannya. Chimon merubah posisi tidurnya menjadi miring, matanya yang masih setengah terpejam menatap Perth.

Perth tersentak sedikit, tetapi melihat mata Chimon yang tulus membuatnya merasa sedikit lebih tenang. "Iya, kebangun tiba-tiba," jawab Perth sambil tersenyum tipis, meskipun perasaan gelisahnya masih belum sepenuhnya hilang.

Chimon meraih tangan Perth dengan lembut, jari-jarinya mengusap punggung tangan Perth dengan gerakan yang menenangkan. "Mimpi buruk?" tanyanya.

Perth menggeleng pelan. "Bukan mimpi buruk, cuma... kepikiran sesuatu aja,"

Chimon mengangguk mengerti, matanya tetap fokus pada Perth. "Badanmu hangat sekali, kau tidak enak badan?" tanyanya dengan nada khawatir, jari-jarinya dengan lembut meraba dahi Perth.

Perth menggeleng pelan, menepis tangan Chimon di dahinya. "Aku baik-baik aja," katanya dengan nada tegas, mencoba meyakinkan Chimon.

Chimon mendengus, ekspresi khawatirnya tak berubah. "Kau demam," katanya dengan nada bersikeras. "Aku ambilkan obat ya," tambahnya sambil mulai bangkit dari tempat tidur.

Perth meraih tangan Chimon dengan cepat, menahannya agar tetap di tempat. "Tidak perlu, Aku cuma butuh istirahat sebentar lagi. Temani aku di sini," pinta Perth, matanya memohon agar Chimon tetap di sampingnya.

Chimon menatap Perth dengan cermat, mencoba membaca kebenaran di balik kata-katanya. dia menghela napas dan mengalah. "Baiklah, tapi kalau kau merasa semakin tidak enak badan, aku tetap akan ambilkan obat," katanya dengan nada serius, lalu kembali berbaring di samping Perth.

Lima menit berlalu, keduanya terdiam dalam pikiran masing-masing, hanya suara napas mereka yang memenuhi keheningan malam. Perth merasakan hatinya masih bergolak, belum sepenuhnya tenang. Perlahan, ia memiringkan posisi tidurnya, menatap Chimon yang masih terbaring di sampingnya.

Perth mengulurkan tangannya, menarik bahu Chimon agar menatapnya balik. Chimon, yang merasa ada sesuatu yang mendesak dalam gerakan Perth, dengan cepat mengubah posisinya untuk menghadapi Perth.

"Ada apa?" tanya Chimon dengan suara lembut, matanya penuh perhatian dan kekhawatiran.

Perth menatap dalam-dalam ke mata Chimon, mencoba menemukan kata-kata yang tepat. Akhirnya, ia memberanikan diri untuk bertanya, "Nanti kalau kontrak kerjamu selesai? Kau akan pergi ke mana?"

Chimon terdiam sejenak berpikir, lalu menghela napas pelan. "Jika dalam waktu itu hutangku padamu selesai, aku akan kembali ke tempat bibiku, jauh dari sini," jawabnya dengan suara tenang.

BOSS [Perth x Chimon] ONGOINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang