02 Alarm

48 22 4
                                    

5 Junavia 1209 Varsa

"Kring...Kring...Kring..." dering alarm seakan meneriaki telingaku. Suara alarm itu juga sekaligus pertanda liburan pertengahan tahun telah usai. Sudah tiga minggu lamanya aku tidak beranjak menuju sekolah. Hari-hari penuh pesanan roti akan berganti menjadi hari penuh tugas sekolah yang cukup melelahkan.

Pagi itu aku keluar dari kamarku dengan mata yang masih merah dan mulut yang berkali-kali menguap. Wajar saja, selama tiga minggu ini aku jarang sekali bangun sepagi ini. Sekarang pukul 5.30, cahaya tipis dari Bintang Sol mulai menembus celah-celah jendela kamarku, kali ini aku sudah beranjak menuju kamar mandi berbeda dengan yang biasanya pukul 8.00 aku masih asyik dengan dunia mimpi dan baru bangun setelah teriakan alarm yang ketiga kalinya. Perlu pembiasaan untuk dapat kembali beraktivitas secara normal setelah tiga minggu ini aku merasakan libur sekolah.

Tepat di sebelah kanan pintu kamarku adalah kamar mandi. Di depan pintu kamar ada dapur sederhana tempat ibuku biasa memasak sekaligus membuat pesanan roti yang kadang beratus-ratus. Juga terdapat Pot Tamanan kecil berada di sebelah pintu kamar mandi.

Pagi ini cukup dingin, suara rintik hujan yang membasahi atap rumahku terdengar nyaring. Aroma bumbu masak ibu semerbak memenuhi seluruh ruangan rumah. Bau sedap merica, garam dan kecap hilir mudik menuju hidungku. Sedikit aroma rokok yang khas milik ayah juga ikut serta bersama aroma bumbu masak ibu.

Ayah dan ibuku sudah lebih dahulu bangun pagi ini. Wanita berbaju coklat dengan rok hitam berdiri dan berjalan kesana-kemari di area dapur menyiapkan sarapan untuk anak dan suaminya. Perempuan dengan tubuh yang tidak terlalu tinggi, berambut kertiting berkuncir dua dan tak lupa sama hitamnya denganku, itulah ibuku. Hidra Putri Kara begitulah nama yang tertulis dalam Kartu Tanda Penduduk Kerajaan Rimba Selatan (KTP-KRS).

"Anak pinter sudah bangun ternyata, pagi Sina" mendengar derit pintu kamarku, ibu langsung membalikan badan dan menyapaku sambil tangannya tak berhenti mengaduk makanan di dalam wajan.

"Pagi juga bu" masih saja terasa berat kantung mataku seakan ada gajah yang bersarang di atasnya juga beberapa kubik udara sering kali menerjang masuk ke dalam rongga mulutku.

"Masak apa ibu hari ini?" Aroma gurih, pedas dan manis semakin semerbak ketika aku mencoba menengok apa yang sedang dimasak oleh ibu "Sepertinya sarapan pagi ini spesial untukku" sambil tertawa aku mengatakannya.

"Pasti spesial untuk anak ibu tercinta, biar semangat sekolahnya" ibu menjawabnya sembari tersenyum dan fokus mengaduk-aduk makanan di dalam wajan.

"Ya sudahlah aku mau mandi dulu bu" terlihat telur-telur kecil menggelinding kesana-kemari berputar di dalam wajan. Tangan ibu masih asik mengaduk aduk telur-telur itu. Sedang langkah ku ini telah beranjak menuju kamar mandi.

"Sina..." suara asing nan lirih menghentikan langkahku. Aku mencoba mengamati sekelilingku.

"Ibu memanggil ku?"

"Engga kok" ibu masih saja asik mengaduk-aduk makanan sambil sesekali menambahkan garam dan merica.

Sekali lagi aku mengamati sisi kanan dan kiri. Tidak ada suara yang terdengar lagi. Itu tadi pastinya bukan suara ayahku, suara itu terdengar seperti suara anak berusia lima tahun. Suara yang cempreng dan nyaring.

Sudahlah lupakan saja. Mungkin itu hanya halusinasiku saja. Toh tidak mungkin pagi-pagi sepertiini ada orang lain selain aku, ibu dan ayahku. Jumlah penghuni rumah ini hanyalah kami bertiga dan tidak ada yang lainnya. Aku melanjutkan langkahkumenuju kamar mandi.

RisawaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang