05 Auman

21 10 3
                                    

Tak terasa, aku sudah melewati wilayah Pengambil Energi. Lebatnya hutan rimba kembali menemani perjalananku menuju sekolah. Kera Putih kembali menyambutku ketika memasuki pepohonan rapat. Jalan berbatu kali ini sedikit naik turun. Tanah di sini memang naik turun hingga memasuki gerbang SMA Hutan Hujan.

Terlihat Hologram Penunjuk Arah jaraknya cukup jauh dariku. Warnanya cokelat transparan, mengambang di udara. Semakin dekat, semakin terlihat jelas bentuknya. Mulai terlihat persimpangan jalan di bawah Hologram Penunjuk Arah.

Hologram Cokelat itu menampilkan tiga anak panah. Lurus menuju SMA Hutan Hujan. Kanan menuju Sub Distrik Perbelanjaan. Kiri menuju Kantor Kepala Distrik Hutan Hujan.

Persimpangan ini juga sekaligus tanda bahwa SMA Hutan Hujan telah dekat. Tidak lama lagi gerbang utama akan terlihat. Gerbang dengan tinggi 20meter itu selalu saja membuatku terkagum ketika melihatnya. Ditambah lagi setelah melewati gerbang supermegah itu, para siswa disambut dengan halaman sekolah yang sangat-sangat luas. Mungkin dua kali lebih luas dari Wilayah Pengambilan Energi.

Beberapa Dragalope menjadi penghuni tetap halaman sekolahku itu. Hewan herbivora berkaki empat dengan dua tanduk panjang yang juga merupakan sayap. Tanduk tersebut bisa sewaktu-waktu mengeras dan melunak. Tidak lain agar mereka dapat melayang meskipun tidak terlalu tinggi, mungkin hanya sekitar setengah meter

Jalanan makin naik turun, untungnya Sepatu Be dan bebatuan yang tidak licin membantuku untuk melangkah. Di daerah ini ada lebih banyak goa tempat tinggal singa dibanding sebelum Wilayah Pengambilan Energi. Tadinya hanya ada sekitar empat sampai tujuh goa tempat, kini sudah tujuh goa yang ku temui dan belum lagi di depan sana.

"Sina..." tiba-tiba terdengar suara yang memanggil namaku, sontak aku menoleh ke kiri. Tapi tidak ada apa-apa di sana hanya ada goa. Di dalamnya hanya ada seekor singa, terlihat dari kilau matanya dalam gelapnya goa. Aku menoleh ke belakang dan tidak kudapati seseorang yang ada di belakangku.

Hari ini hari yang cukup aneh. Sudah kali ke empat ini aku mendengarkan suara-suara aneh yang entah darimana asalnya. Suara nyaring anak kecil di rumah dan suara berat seorang lelaki di tengah hutan lebat. Beberapa bulu kuduk di tengkuk ku berdiri. Aku sedikit mempercepat langkahku menuju sekolah.

"Tuan Sina..." suara berat itu terdengar lagi. Kali ini lebih jelas dari sebelumnya. Langkahku semakin cepat saja setelah mendengar suara itu.

Graung!!

"Tuan Sina..." auman singa terdengar bising membuat burung-burung berterbangan. Reflek aku menoleh lagi ke kiri dan secara sempurna bulu kuduk pada tengkuk dan tanganku terangkat.

Kini aku melihatnya dengan jelas. Bukan lagi kilau mata seekor singa dalam goa. Terlihat seeokor singa dengan bulu berwarna merah marun keluar dari goa tadi. Ukurannya lebih besar dibanding singa-singa yang kutemui sebelumnya. Keberadaannya seakan sedang mengancamku dengan matanya yang ganas dan nafasnya yang terdengar hingga jarak yang cukup jauh dariku.

Tanpa pikir panjang lagi aku langsung mengambil langkah seribu. Sekuat tenaga aku berlari menjauhi Singa Merah Marun itu. Pikiranku semakin tidak karuan. Puluhan pertanyaan muncul di otakku. "Apa singa itu yang memanggil ku? Bagaimana bisa seekor singa berbicara? Apa wilayah ini sekarang menjadi sarang 'hantu'?" dan banyak lagi pertanyaan yang menghantui pikiranku.

"Tuan Sina Rimba kutunggu kau di sini... "

Graung!!

RisawaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang