11 | Next Agenda

1.2K 188 12
                                    

Suasana ruangan berubah menjadi hening setelah Benjamin menegur Victoria dengan keras. Untungnya, kali ini gadis itu tidak memaksakan peruntungannya dan kembali duduk disamping Benjamin. Raut wajahnya menegang kesal. Layaknya gadis bangsawan yang dimanja, ia menyilangkan tangan dan mendengus jengah.

Dalam benaknya, William mempertanyakan sikap Victoria yang seperti gadis tidak terdidik. Bahkan ia yang masih menyesuaikan diri di dunia ini pun tau ketatnya etika ketika bertemu dan berinteraksi dengan raja atau sesama bangsawan.

William kemudian melirik sang raja diam-diam. Ekspresi wajahnya datar namun nafasnya yang berat tidak menyembunyikan perasaan kesal yang ia tahan.

"Wah, gila sih. Hubungan mereka ternyata benar-benar tidak direstui." Batin William ketika tak sengaja melihat sang raja yang melirik Victoria dengan sorot mata tak suka. Ia kemudian mengambil inisiatif untuk melanjutkan pembicaraan yang tertunda karena perdebatan tadi.

"Ayah, maafkan keributan yang kami buat." Mulai William dengan nada nyaris memohon. Entah kenapa, ia merasa terintimidasi oleh Raja Ultan.

Sang raja hanya tertawa kecil dan memaklumi. "Aku tidak mengharapkan perdebatan itu terjadi. Namun ku rasa anak muda memang memiliki jiwa yang berapi-api, ya." Mulainya. " Namun aku harap kalian tidak melupakan status kalian saja lain kali. Bukankah tidak etis apabila masyarakat melihat kita bertengkar seperti gelandangan yang tidak punya etika?" tanyanya retoris.

William mendengar Victoria menarik nafas tajam. Merasa tersindir dengan kalimat terakhir sang raja.

Menyikapinya, ia ikut tersenyum kecil. "Aku akan selalu berusaha untuk menjaga etika dimanapun aku berada, Ayah."

Raja Ultan memandang William dengan tatapan penuh arti. Raut matanya melembut dan ia pun berkata, "Conrad dan Jessa telah mendidikmu dengan baik, Will. Kau pun juga, Jayson. Aku harap kalian dapat menjadi pribadi yang bijak dan sukses seperti orang tua kalian kelak."

"Yang Mulia, aku hanya melakukan apa yang ayahku akan lakukan di posisi ku." Jayson menanggapi dengan hormat.

"Tentu saja, tentu saja." Balas sang raja sambil mengangguk dan tersenyum memandangi keduanya. "Ah, aku hampir lupa. Aku mengundang kalian bertiga ke sini untuk membahas mengenai perayaan ulang tahunku di pekan depan."

William menegakkan badannya penuh dengan rasa ingin tau ketika mendengar hal tersebut.

Sang raja kemudian melanjutkan, "Aku harap kalian dapat ikut berpartisipasi dalam rangkaian acaranya." Ia kemudian beralih fokus pada William. "Seperti acara perayaan sebelumnya, William dapat membawakan lagu melalui instrumen, kemudian Benjamin dan Jayson akan berpartisipasi dalam sword dance." Jelas sang raja. Ia menatap ketiga pemuda di depannya dengan penuh antisipasi.

"Baik, ayah. Kami akan melakukannya." Jawab Benjamin. "Namun aku harap ayah juga akan memberikan Victoria kesempatan untuk menunjukkan bakatnya." Lanjutnya cepat.

Sang raja hanya mengangkat alisnya mendengar permintaan tersebut. Ini adalah kali sekian Benjamin berusaha untuk membuat ayahnya mengakui gadis tersebut. Bukan kali pertama juga bagi Benjamin untuk mencoba mengikutsertakannya dalam kegiatan formal kerajaan. Jelas sekali usahanya untuk memperkenalkan Victoria sebagai calon pendamping menggantikan William.

Sayangnya, sebagai ayah ia belum dapat memvisualisasikan masa depan kerajaan dengan Victoria sebagai ratu apalagi setelah kejadian yang hampir merusak hubungan keluarga Altair dengan Charlestein. Dihatinya, ia masih berharap bahwa Benjamin dan William dapat kembali bersama suatu saat nanti.

"Tidak bisakah dia berbicara sendiri, Ben? Haruskah selalu kamu yang berbicara atas namanya?" Respon sang raja.

Victoria yang mendengar hal tersebut langsung mengambil kesempatan untuk berbicara. Dengan nada memelas, ia berkata, "Um, Ayah. Seperti apa yang Ben katakan, aku harap ayah memberiku kesempatan untuk menunjukkan bakatku di pesta ulang tahunmu."

Reverie | JaynooTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang