❣️ FINALE ❣️

88 7 0
                                    

Memenuhi janjinya satu persatu, Yixing ingat jika dirinya masih punya satu lagi janji pada Dilraba. Yaitu, membawanya pergi, bersama Yixing.

Oleh sebab itu, tentu, setelah diskusi dengan dua keluarga sekaligus meminta restu, hari ini seharusnya mereka bersiap untuk berangkat ke New York.

Namun, tentu tak berjalan semudah itu.

Sebab, Dilraba merasa dirinya disisihkan, lagi.

Semua keputusan diambil tanpa persetujuan dirinya, dan perempuan itu merasa terluka atas tindakan mereka, terutama suaminya.

"Gue gak mau pergi!"

Harusnya, mereka bisa menikmati sarapan dengan tenang jika saja ibu tidak tiba-tiba membahas terkait keinginan Yixing membawa Dilraba ke New York dan menetap disana.

Dan harusnya lagi, Yixing sadar bahwa melibatkan Dilraba dalam setiap keputusan yang diambil akan membuat perempuan itu merasa lebih dihargai.

Sebab ia yakin, Dilraba marah bukan karena mereka yang harus berangkat secara tiba-tiba, melainkan karena keputusan yang ia dan keluarganya ambil tanpa melibatkan pendapatnya.

Menyelesaikan sarapannya kemudian mengangguk pada ibu pertanda pamit untuk menyusul Dilraba yang tadi beranjak masuk ke kamar, Yixing menyiapkan diri jika setelah ini Dilraba marah besar padanya.

Maka dari itu, setelah menemukan Dilraba duduk di sisi ranjang dengan wajah kesal, lelaki itu menyusul duduk di sisinya setelah mengunci pintu, just in case mereka akan bertengkar yang mungkin saja terdengar hingga ke luar.

"Dila.."

Yang dipanggil menoleh sambil tertawa sarkas. "Lo tuh.. emang kayak gini, ya?"

Maksudnya?

"Ambil keputusan semaunya sendiri, gak nanyain pendapat gue, dan berakhir gue tau semuanya dari orang lain."

"Lo anggap gue apa sih, Yixing?!"

Dilraba beranjak dari posisinya. Sebab ia merasa, berada di dekat Yixing akan semakin membuatnya meledak dan ia tak mau dicap sebagai istri durhaka.

"Lo mau kita pisah?"

"HEY?!" Yixing ikut bangkit dari posisinya, bergerak menahan Dilraba yang hendak keluar.

"Don't you ever say that again, Dilraba." rahangnya mengeras, namun sebisa mungkin Yixing tahan jika tak ingin keadaan semakin runyam.

"Terus apa?" tangannya mencoba menghentak genggaman sang suami meski percuma, "Lo terkekang 'kan sama hubungan ini, sama janji yang lo buat sendiri?"

"Gue bahkan udah lupa sama janji itu tapi lo malah memilih pulang demi memenuhi janji yang diucapkan seorang bocah empatbelas tahun."

"Tapi gue juga bodoh karena mengiyakan omongan lo dan bikin gue terjebak dalam hubungan gak jelas ini."

"Yixing.. gue istri lo, 'kan?" lirihnya.

Dilraba berhasil melepas genggaman Yixing, membuat tubuhnya sedikit oleng hingga akhirnya terduduk di lantai.

Kepala perempuan itu tertunduk, terselip sedikit lega juga rasa bersalah setelah mengungkapkan semua yang dirasakannya.

Melihat itu, Yixing ikut berlutut. Berusaha meraih sang kekasih hati untuk direngkuh setelah mendengar sedikit isakan keluar dari bibirnya.

"Maaf, Dilraba.."

Kali ini, gantian Yixing yang bicara.

"Maaf karena bikin kamu merasa gak dibutuhkan. Maaf karena berpikir kamu gak masalah kalo semuanya cukup aku yang putuskan. Dan maaf karena membuat kamu harus menangis untuk yang ke sekian."

Story of Us | Zhang Yixing [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang