Eps. 1

34 8 5
                                    


Aku sedang berjalan di tepi jembatan sambil melihat tenggelamnya matahari, aku menghadap ke matahari dan menyandarkan tanganku pada pagar-pagar jembatan sambil melihat indahnya matahari yang sering disebut orang "sun set", saat matahari tenggelam itu memang lah cukup memukau namun masih lebih memukau hatiku pada seseorang...

Aku memalingkan pandanganku dari cerahnya matahari dan pergi meninggalkan jembatan. Saat berjalan kaki aku menoleh-nolehnke tepi jembatan itu dan melihat begitu banyak orang-orang yang berpacaran sambil menyenderkan kepala, "huh... menjijikan" ujarku, ya mungkin masing-masing orang pasti ada caranya untuk mengungkapkan cintanya, namun aku tak tau bagaimana aku bisa mengungkapkan cinta pada orang yang ku sukai.

Saat sudah sampai di depan pintu rumah aku mendorong pintu dan masuk. "Aku pulang..." ucapku.

Tiba-tiba ada wanita asing yang berada dirumahku sambil bertanya. "Hmm?, kamu sudah pulang?" tanya seseorang.

"Ya iyalah emang gua dimana" ucapku dengan nada ketus.

Dan setelah megucapkan sepatah kata itu aku baru sadar ada orang lain. "Oh ya kamu siapa?" tanyaku.

"Kepo ya?, dan aku disini karena orang tua aku membawaku kemari dan aku melihat orang tuaku berbicara dengan orang tuamu aku tak tau apa yang mereka bicarakan namun tak lama setelah itu orang tuaku menyuruhku untuk tinggal sehari disini. Karena orang tuaku dan orang tuamu ada urusan penting, jadi tugasku menjagamu.." ucapnya

Dengan menghela nafas aku menggantung jaketku. "Huh... ada aja kejadian" keluhku.

"Ngomong-ngomong namamu siapa?" tanya dia.

Sambil berjalan kedapur aku mengatakan. "Fyizan" ujarku

"Perkenalkan aku shikumashiya, panggil saja shiya" ucap Shiya.

"Asalmu dari jepang?" tanyaku.

"Kok kamu tau?" tanya Shiya.

Aku menghiraukan pertanyaan shiya dan lanjut bertanya. "Dan kenapa fasih berbahasa indonesia?" tanyaku.

"Ih jawab dulu pertanyaanku!" ucap Shiya dengan nada ketus.

"Iye-iye, soalnya nama kamu kejepangan gitu." ucapku.

"Oh begitu... oh ya aku fasih karena udah setahun sekolah di indonesia ditambah lagi bapakku orang indonesia." ucap Shiya.

"Jadi lebih mengikuti ibumu?" tanyaku.

"Ya begitu lah, jadi maaf kalau sifatku agak aneh dihadapanmu." ucap Shiya.

Sambil mengaduk secangkir kopi aku bertanya. "Kenapa orang tuamu mau meninggalkan anaknya bersama laki-laki kayak aku, ga takut apa nanti anaknya diapa-apain." tanyaku.

Shiya dengan sedikit takut bertanya. "T..tapi kamu ga gitukan.." tanya Shiya.

"Iya... enggak.." ucapku yang dimana aku berpura-pura meng iyakan namun 5 detik kemudianku tambah enggak.

"Ih! Usil." ucap Shiya.

"Jangan sok imut nanti ku siram kopi." ujarku.

"Hmph!" Seketika Shiya ngambek dan duduk di atas sofa ruang tamu.

"Terserah kamu lah mau ngambek atau tidak, aku tak akan peduli..." ucapku sambil berjalan memasuki kamarku.

Shiya hanya diam dan tidak menggubris perkataanku, mungkin aku terlalu kasar padanya, walau aku mengatakan ia tak imut. Tapi memang imut sih, namun aku tak mau mengatakannya. Karena malu untuk mengungkapkan itu.

Saat aku terbaring di atas kasur, aku mulai mengeluarkan kalimat-kalimatku...

Bintang bagaikan hujan, dedaunan bagaikan hati, ketika hujan turun begitu banyak tetesan air, dan begitu juga bintang ia akan terus bertambah dan bertambah, sedangkan dedaunan akan gugur bagaikan hati yang rapuh, semoga hatiku tak termasuk didalam dedaunan tersebut.

Tiba-tiba ada orang yang bertepuk tangan. "Wow impresive." ucap Shiya.

Karena aku tak suka ribut jadi aku suruh diam. "Shht!.. kamar ini tidam boleh ada keributan." ucapku.

"Ups.. sorry, aku tak akan melakukannya lagi, oh ya ngomong-ngomong kata-kata yang kamu sebutkan itu bagus loh." ucap Shiya.

"Uh.. sungguh kata-kata yang membosankan." ucapku.

"Memuji?" tanya Shiya.

"Iya." ucapku.

"Kenapa?" tanya Shiya.

"Aku lebih baik mendengar kenyataan yang pahit daripada pujian yang bohong." ucapku.

"Kenapa begitu?" tanya Shiya.

"Andaikan kamu tau bagaimana rasanya." ucapku.

"Hmm.... mungkin suatu saat aku akan merasakannya." ucap Shiya.

"Kamu tidak lelah berdiri disana terus?" tanyaku.

"Ya tawarin kek." ucap Shiya.

"Ya sudah, duduk sini. Di kasurku." ucapku.

Shiya berjalan memasuki kamarku dan duduk disebelahku, kemudian aku menanyakan suatu hal padanya. "Oh ya apakah kamu tau yang namanya cinta?" tanyaku.

"Cinta?, hm... cinta adalah hubungan yang dilakukan oleh laki-laki dan perempuan, jadi mereka akan saling menyayangi dan saling melindungi. Apapun yang terjadi mereka akan terus saling mempererat hubungan." ucap Shiya.

Saat mendengarkan itu aku merebahkan tubuhku. "Emangnya apasih untungnya." tanyaku.

"Banyak, ketika kamu mencintai seseorang kamu akan berjuang meraih dia dan menggapai dia, dan juga saat seseorang mencintai mu ia juga begitu saat kalian saling mencintai kalian bisa saling mendukung, melindungi, menyemangati, apapun itu yang bisa menguntungkan." ucap Shiya.

Aku menatap mata indahnya dan bertanya. "Kamu rela ngomong panjang lebar untuk aku?" tanyaku.

Kemudian Shiya menyenderkan tangannya kebelakang dan melihat langit-langit sambil mengatakan. "Ntah mengapa aku merasa nyaman disampingmu." ucap Shiya.

Seketika aku melompat berdiri dan bertanya dengan gugup"H-h-hey! T-t-tunggu, kamu gasalah ngo-ngomong kan!?" tanyaku.

Shiya hanya tertawa kecil dan mengatakan. "Hahaha, kupikir kamu orangnya cool kiranya gampang terkejut begitu ya." ucap Shiya.

Shiya berdiri dan melangkahkan kakinya keluar kamar sambil mengatakan. "Berfikir lah 2 kali sebelum menolakku" ucap Shiya. Kemudian ia lanjutkan kata-katanya didepan pintu kamarku dengan mengatakan. "Karena aku ini gadis jepang..." ucapnya sambil menutup pintu kamarku.

Aku terdiam mendengar perkataan Shiya, karena aku belum pernah digituin oleh seorang wanita, namun mau bagaimana lagi pasti ada saja yang menyukaiku, karena disekolah juga begitu, namun benar juga apa yang dikatakan Shiya bahwa dia adalah gadis jepang, jarang sekali ada seseorang seperti Shiya yang menyukaiku dengan lemah lembut tak seperti orang-orang pada umumnya yang dimana ia menyukaiku dengan memaksa dan seketika aku berfikir 2 kali karena ucapan Shiya tadi...

Cahaya Dan Kata (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang