Eps. 5

6 5 0
                                    

Aku segera berlari ke arah suara teriakan Shiya, saat sudah sampai disana aku tak menyangka hal ini akan terjadi yang membuat kehidupanku hancur dan rasa nyamanku seketika hilang, hatiku bagaikan pohon yang ditebang secara masal dan penglihatanku menghitam...

Apa yang kulihat adalah ibuku yang terkapar di kamarnya sambil memegang bingkai foto keluargaku, yakni aku, ibu, dan ayah. Kepala ibuku disandarkan Shiya di atas pahanya dan shiya bertanya padaku.

"Apa yang terjadi pada ibumu?" tanya Shiya dengan nada sedih.

"Aku tak tau." ucapku dengan tatapan sedih.

"Kenapa ibu melakukan ini!!" teriakku.

"Apa maksud dari ibu!!" Ucapku dengan nada kesal.

"Shhtt... sudah... sudah fyizan." ucap Shiya yang mencoba meluluhkan hatiku.

Dan setelah itu aku melihat kembali ibuku, aku melihat tangan ibuku terluka tepat di urat nadinya, apa ibu bunuh diri!? Kenapa ia tega meninggalkanku.... sepertinya ada sesuatu yang terjadi pada ibu, saat aku melihat lebih teliti kembali ada sebuah kertas di atas meja dekat kasur ibuku, saat aku berjalan dan mengambil kertas itu tertulis didalamnya.

"Iza... kalau kamu membaca ini pasti ibu sudah mati, ibu hanya ingin mengatakan maafkan ibu kalau meninggalkanmu, ibu sebenarnya tak ingin melakukan ini namun ibu sedang diambang stres dikarnakan ayahmu selingkuh ditambah lagi uang makan kita menipis, ibu tak tau harus mencari uang kemana untuk menghidupi kamu, dan ibu tak mungkin menggunakan uang shiya untuk kebutuhan kita, jadi maafkan ibu, ibu melakukan ini karena diambang stres berat..." yang tertulis disurat itu.

Seketika aku meneteskan air mata kebingungan karena aku bingung bagaimana aku harus hidup... namun seketika.

"Halo ma.. ini Shiya, ibunya fyizan bunuh diri bagaimana ini??" Ucap Shiya sambil  menelfon mamanya.

Aku hanya bisa mendengar itu dan setelah itu aku memanggil ambulan untuk membawa ibuku....

(Setelah semua kejadian itu berlalu dan setelah penguburan ibuku.)

Aku terduduk di atas sofa sambil melihat atap rumah, aku hanya terdiam, termenung, dan sedih... selama perjalanan tadi wajahku selalu dibasahi air mata. Aku tak menyangka hal ini akan terjadi tapi mau bagaimana lagi ibuku sedang stres pasti orang yang sedang stres ada niat ingin bunuh diri.

"Fyizan kamu ikut aku ke jepang ya." ucap Shiya.

"Hah...." aku hanya bingung mendengarnya.

"Kenapa?, aku gamau tau kamu harus ikut ke jepang!" ucap Shiya yang memaksaku.

"Tapi kenapa..." tanyaku.

"Nanti aku jelaskan tapi kamu harus ke jepang denganku!" ucap Shiya dengan memaksaku.

"Tidak... aku tidak bisa..." ucapku.

"Kenapa begitu!! Aku gamau tau intinya kamu ikut aku!" ujar Shiya yang memaksaku.

Aku hanya diam, namun aku bisa saja mengikuti apa yang Shiya mau tapi ada beberapa faktor yang membuatku enggan untuk ikut, yakni, bagaimana aku bisa menjenguk kuburan ibuku? Dan bagaimana dengan masalah sekolahku? Hanya Itu saja yang membuat aku enggan untuk ikut, tapi aku cukup kasihan melihat Shiya, ia seperti tidak rela menjauh dariku dan kenapa dia segitu cintanya padaku padahal kami baru bertemu kemarin...

Dan Tiba-tiba Shiya mengucapkan sesuatu yang membuat aku berubah pikiran, Shiya mengatakan.

"Aku tau kamu bingung kenapa aku begini..." ucap Shiya.

"Aku tidak ingin kamu berpisah dariku... dan aku juga tau kamu bingung kenapa aku terlalu mencintaimu padahal kita baru bertemu kemarin, aku melakukan ini karna satu hal." ucap Shiya.

"Apa?" tanyaku.

"Sebenarnya kamu murid yang berprestasi bukan? Dan berbakat dalam bidang seni? Kamu juga orangnya tulus dan selalu berfikir dengan pilihanmu, dan juga kamu pasti orangnya bertanggung jawab apa yang kamu lakukan yakan?" tanya Shiya.

"Itu...." aku bingung mau jawab apa karena aku tak berfikir diriku seperti itu.

Diwaktu begini, ini bagaikan ranting kayu yang akan lepas dari induknya yakni batang pohon. aku bagaikan ranting kayu dan tekadku bagaikan batang pohon. Ya memang benar, aku tidak mau ikut bersama shiya karena  aku masih bermasalah dengan tekadku, tekad didalam diriku bagaikan kertas, sekali saja kertas itu terlipat akan selalu membekas dihatiku jadi aku harus melatih tekadku agar lebih akurat dan efesien dalam memilih...

"Hey kenapa diam?, kamu masih meragukan aku?" tanya Shiya.

"Tenang saja orang tuaku mau menghidupimu" ucap Shiya.

Tentu saja aku sangat segan mendengar itu, ini seperti aku anak angkat orang tua Shiya jadi aku menolak dan mengatakan.

"Aku mau saja namun ada 1 syarat." ucapku.

"Apa??" tanya Shiya.

"Nanti dijepang aku akan berusaha menghidupi diriku sendiri." ucapku.

"Hey! Jangan memaksakan dirimu, sebenarnya orang tuaku ada alasan untuk mempertahankan dirimu." ucap Shiya.

"Untuk apa lagi! Untuk apa aku dipertahankan! Emangnya ada apa didalam diriku ini! Yang ada hanyalah kemalasan, tak percaya diri, dan bodoh! Apakah kamu tau! Aku ini bodoh!" ucapku yang membentak Shiya.

Aku tak sengaja membentak Shiya karena aku tidak ingin dihidupi dan dimanfaatkan orang lain, aku hanya ingin dihidupi orang tuaku, karena ibuku pernah bilang "boleh saja menerima bantuan dari orang lain tapi jangan sampai bantuan yang diberikan dia untuk memanfaatkan kita" dan karena itulah aku menolak.

Setelah aku membentak Shiya, Shiya hanya terdiam dan tiba-tiba meneteskan air mata, sambil mengatakan.

"Haha... kata kamu aku tidak layak untuk dibentak, dan sepertinya kamu juga tidak tertarik padaku, dan kamu merendahkan bakat dan dirimu padahal bakat dan dirimu bisa membuat perubahan besar didalam hidupmu dan kamu juga menolak tawaran orang tuaku jadi yasudahlah aku tidak peduli lagi..." ucap Shiya yang langsung pergi berjalan ke arah kamarnya.

(Kau bodoh Fyizan! Kau bodoh!) ucapku didalam hati.

Namun sepertinya orang tua shiya tidak memanfaatkanku dan juga Shiya tidak ada tanda-tanda berpura-pura menyayangiku karena ia rela membuang air matanya untuk mengungkap kekecewaannya, "huh astaga, apa yang kau lakukan Fyizan" ucapku.

(Pukul 10.28)

Aku lupa untuk izin sekolah karena ibuku meninggal, huh ini semua karna aku dan Shiya, namun tak lama sesudah itu Shiya keluar dari kamarnya yang sudah mengenakan baju menawan sambil membawa koper, sepertinya ia akan pergi kejepang sekarang juga... aku harus menghentikannya!

"Tunggu Shiya! Aku ingin bicara sesuatu denganmu." ucapku, namun Shiya tidak menggubris dan terus berjalan hingga membuka pintu luar rumahku untuk pergi

"Kumohon dengarkan aku!" ucapku yang reflek berlari dan memeluk Shiya.

"Apa lagi..." ucap Shiya.

"Kumohon maafkan aku, disaat aku membentakmu itu sebenarnya bukan diriku namun itu diriku yang sudah dikuasai pikiran negatif." ucapku.

"Jadi kamu berfikir aku memanfaatkanmu?" Tanya Shiya.

"Ya..." ucapku dengan pasrah.

"Maaf, tapi tolong lepaskan pelukanmu aku akan segera pergi kalau tidak aku akan terlambat." ucap Shiya.

Aku kaget karena Shiya sama sekali tidak berubah pikiran atau bisa dibilang tidak peduli, dan juga aku reflek melepaskan Shiya...

"Terserah kamu mau ngomong apa padaku, tapi maaf hati ini sudah rapuh." ucap Shiya yang berjalan semakin jauh dihadapanku...

Aku hanya bisa terdiam melihat Shiya menjauh dari hadapanku dan sepertinya ia tak akan pernah kembali.....

Aku sungguh bodoh... ketakutanku telah menenggelamkanku.... dan juga pikiran negatif merugikanku....

Cahaya Dan Kata (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang