7

5.5K 26 0
                                    

"Aku tahu," jawabku. "Aku kedinginan. Aku tadi ke tepi air untuk pipis. Sekarang hangatkan aku!" Aku bergerak mendekati Ben dan dia merebahkan diri seraya membawaku bersama di dalam rangkulannya. Aku menyandarkan kepala di dadanya dan mendesah. Rasanya sungguh nyaman, tubuhnya yang berotot sungguh membuatku nyaman. Aku pun mencium bibirnya dengan lembut.

"Apa kamu bangun tengah malam tadi?" tanyaku.

"Sekali," sahutnya. "Kamu tidak mendengar aku buang air?"

"Beruntungnya kamu! Kamu bisa hanya berdiri di tepi kapal terus pipis di sana." Aku pun menjeda sesaat. "Jadi kamu tidak bangun saat aku dan Tom melakukannya?"

"Tidak!" balasnya. "Sungguh? Kalian berdua bercinta di sebelahku dan aku tidak terbangun sama sekali?"

Kemudian kami mendengar jawaban Tom dari belakangku. "Ya, kami melakukannya, Benson. Dan itu sangat spektakuler." Tom duduk, mendekat untuk mencium pipiku, lalu berkata, "Kenapa kamu tidak melakukannya bersama Ben selama aku membuat kopi dan sedikit makanan untuk sarapan?" Aku pun tersenyum pada Ben.

"Sepertinya memang harus begitu supaya adil," imbuhku dengan pura-pura cemberut. "Aku tidak ingin Ben mengira aku pilih kasih." Aku meraba ke bawah dan menggenggam batangnya yang setengah terjaga. "Ini waktunya bagi Ben untuk bersenang-senang, kurasa."

"Aku mulai menciumi dadanya dan menyingkap selimut dari tubuhnya agar aku bisa melihat dengan jelas tanganku sendiri yang sedang mengocok batangnya. Gairahku terpantik saat tanganku menggenggam batang yang jelas berbeda dari milik suamiku. Aku bisa merasakannya bertumbuh di genggamanku dan selama itu terjadi diriku menciumi tubuhnya turun ke bawah sampai batangnya berada tepat di pipiku dan tanganku terus mengocok batangnya naik turun dengan lembut. Kudengar Tom sibuk melakukan pekerjaannya dan aku bisa menghidu aroma kopi yang diseduh saat aku mencucup kepala kemaluan Ben. Dia menahan kepalaku saat aku mulai menjilat dan menghisap batangnya yang keras, yang dilingkupi rasa seperti air danau. Tangan dan mulutku bekerja dalam gerak yang harmonis dan aku sedang memuaskannya dengan mulutku dengan segenap kemampuan yang tidak akan dia dapatkan dari siapa pun di luar sana. Mungkin bisa dibilang ini adalah usaha terbaikku seumur hidup. Aku mengocok dan menghisap sampai aku tahu dia akan meledakkan benihnya, tetapi aku segera melepaskan mulutku dari sana dan menukarnya dengan buah dadaku, menjepitnya di tengah lalu memompa batangnya perlahan. Aku merasakan tembakan pertamanya tepat di daguku dan aku memompa dan memerah lebih banyak benihnya sampai dia menyelimuti sekujur dada dan daguku dengan benihnya yang pekat.

Aku tidak pernah merasa seseksi ini sejak suamiku dan aku berkencan empat belas tahun yang lalu. Aku rebah dan membiarkan dadaku kini diselimuti dengan sempurna oleh benih hangat selama aku menyaksikan Tom bekerja cepat di dapur sempitnya, memecahkan telur, mengoles mentega pada roti bakar, dan menuangkan kopi ke dalam cangkir. Dia membawakan salah satu cangkir untukku dan tersenyum selama menyaksikanku terbaring di ranjang, telanjang, kaki terbuka lebar, diselimuti oleh benih, dan batang Ben yang sudah lemas masih dalam genggaman.

"Selamat pagi," ucapnya dengan sebuah senyum saat menyerahkan cangkir kopi padaku. "Apa kamu ingin aku mengambilkan kain untuk membersihkan dirimu?"

Aku tersenyum dan menjawab, "Ya, tolong. Dan terima kasih untuk kopinya." Dia menyambar kain dari laci, menggulungnya lalu menyerahkan padaku. Aku mengusap benih Ben dari buah dadaku dan menggunakan sisi yang masih bersih untuk membersihkan kemaluan Ben sekalian.

Ben menatap Tom dan bertanya, "Hey bagaimana denganku? Aku tidak mendapat sarapan kopi di ranjang juga?" Tom terkekeh.

"Dari apa yang kulihat, sepertinya kau sudah mendapat pelayanan penuh di ranjang pagi ini," ucapnya dengan kilat di matanya. "Tapi ini cangkirmu."

Aku bangkit dari ranjang dan tidak berniat sama sekali memakai pakaian. Aku mengintip keluar dari pintu untuk memastikan tidak ada kapal lain di teluk sepi ini. Saat kuyakin tidak ada siapa pun yang akan melihatku, aku naik ke atas dek dengan cangkir kopi di tangan. Udara pagi masih terasa dingin, tetapi matahari sudah terbit sepenuhnya dan terasa nyaman di kulitku. Aku menatap ke bawah dan melihat buah dadaku yang kencang dan putingku yang mengeras karena disapu udara dingin. Ben segera menyusul dan berusaha berjalan seimbang dengan piring dan kopi di tangannya, diikuti oleh Tom yang membawa dua piring; satu untukku dan satu lagi untuknya. Dia memasukkan segala makanan lezat dalam piring sarapan yang berisi telur, kentang goreng, dan sepotong kecil dari ham goreng. Semuanya sangat menggodal selera, makan di luar di dek kapal tanpa memakai sehelai benang pun.

Setelah menghabiskan setengah dari isi piringku, aku meneguk kopi lalu berkata, "Maaf jika aku terkesan sombong, tapi aku merasa sangat seksi saat ini bersama kalian berdua dan aku ingin menikmati perasaan ini selama mungkin. " Tom dan Ben mengangguk setuju dan mereka tidak keberatan dengan ketelanjanganku dan berkata bahwa aku tidak perlu memakai pakaian apa pun selama sisa akhir pekan ini jika aku memang tidak ingin. "Jadi," ucapku, "Mungkin jika kita di tempat yang lebih tertutup aku tidak akan memakai apa pun."

Kami menjalani hari yang menyenangkan hari ini, berlayar dan berjalan di sepanjang bukit. Ben ternyata membawa sebuah tongkat pancing dan kami menangkap dua sampai tiga ikan, yang kemudian dia lemparkan kembali ke air. Aku merasa sangat hidup dan sangat seksi. Aku menghabiskan sebagian besar waktuku seharian ini tanpa memakai atasan bikiniku, membungkuk ke depan untuk menghalagi pandangan orang atau merebahkan diri di antara bantal tipis ketika kapal lain mendekat. Tom sungguh ahli dalam menjalankan kapalnya, dan aku sangat suka menontonnya berlayar; mata birunya berkilat-kilat selama menjalankan tugasnya, angin yang kencang mengacaukan tatanan rambut pirangnya yang sempurna. Ada waktu-waktu di mana beberapa kali sepanjang hari itu aku menjadi sangat bernafsu dan mempertimbangkan untuk bercinta dengan dua pria berotot ini, tetapi hari ini terlalu sempurna dan masih ada banyak kegiatan menyenangkan yang harus kami lakukan sehingga aku merasa perlu menunggu sampai petang nanti. Aku juga menyadari Tom mengeras ketika kami harus mulai mencari teluk untuk menghabiskan malam di sana dan Ben mengajariku untuk memancing dalam keadaan bugil.

Tom menemukan tempat di danau itu yang punya sinyal seluler dan aku menelepon suamiku. Dia menyinggung bahwa telah berusaha keras menghubungiku semalam dan kukatakan padanya bahwa Maddie dan Jack menelepon lalu menawariku untuk membawa anak-anak menginap bersama mereka selama akhir pekan, jadi aku mengantar mereka ke sana. Aku berbohong padanya dengan mengatakan bahwa mungkin saja aku berada di titik buta sinyal di jalan raya yang membuatku tidak bisa menerima teleponnya. Dia lalu bertanya apa rencanaku untuk sisa akhir pekan ini, dan aku berpikir cepat lalu berkata padanya bahwa selama tidak ada anak-anak bersamaku, aku akan jalan-jalan sore ini dan ke salon kuku, lalu berbelanja, kemudian makan malam dan mungkin menonton bioskop sendirian. Aku katakan padanya bahwa aku membutuhkan waktu untuk diriku sendiri. Padahal yang sesungguhnya yang kumaksud adalah aku membutuhkan waktu 'sesuatu di dalam diriku'. Aku mengakhiri panggilan dengan berkata bahwa aku akan menghubungi ponselnya pada Minggu pagi. Cukup sampai di sana saja.

DOBELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang