10

4.4K 15 0
                                    

Hal pertama yang kupikirkan saat terjaga pagi ini adalah ini hari terakhir kami brsama di kapal. Itu membuatku merasa sedih lalu memilih untuk tetap rebah di sana untuk mendengarkan deru napas Tom dan dengkur pelan milik Ben. Aku berbaring telentang dan menjangkaukan keda tanganku untuk menyentuh dia pria menyenangkan ini. Dengan tanganku yang terulur, aku mencoba meraba sepanjang dada Tom, yang penuh dengan bulu-bulu halus kepirangan akibat dibakar sinar matahari dan meraba bokong dan pinggang Ben karena dia berbaring menyamping. Ben pun mengubah posisinya menjadi telentang jadi aku meluruskan kembali lenganku dan selama aku melakukan itu kedua tanganku akhirnya berada di titik terdekat dengan kemaluan mereka masing-masing. Aku pun mulai bermain-main dengan mereka berdua, meraba-raba, membelai perlahan dan menggenggam kemaluan mereka yang indah, menahannya di telapak tanganku, merasakan mereka, menimbang-nimbang batang yang belum sepenuhnya keras itu di genggamanku. Mereka berdua mulai mengeras selama aku menggenggam batang masing-masing dengan penuh cinta.

Aku sepertinya telah mengelabui diriku sendiri selama ini dan tidak percaya betapa sesungguhnya betapa besarnya keinginan yang kumiliki untuk bercinta. Suamiku dan aku berhubungan seperti layaknya sepasang kelinci ketika kami berkencan lalu pada awal pernikahan. Aku ingat betul bahwa aku selalu siap dan bersedia waktu dulu; tetapi pada akhirnya waktu, anak-anak, dan tekanan hidup entah bagaimana membuatku kehilangan arah dan tidak lagi memiliki gairah itu. Bercinta selalu menjadi bagian yang selalu kuurus seorang diri, dan sebagai usaha untuk menjaga libidoku tetap stabil, dan untuk membuat diriku menolak mengakui apa yang sesungguhnya kubutuhkan. Hubungan badan yang terlalu jarang terjadi di antara aku dan suami berubah menjadi tumpul, dan aku menyadari bahwa ketidaksetujuanku pada semua perjalanannya dan ketidakterhubungannya denganku dan keluarga kecil kami membuatku mendorongnya dari kehidupanku secara seksual. Aku merasa aku tidak bisa mengandalkannya dalam kebutuhan paling mendasar yang kubutuhkan secara emosional. Dia tidak pernah bisa membangkitkan gairahku lagi.

Berbeda dengan dua pria ini: mereka memantik gairahku. Mereka memuaskan hasrat seksualku, membantuku membentangkan libido yang selama ini kuabaikan dari kebosanan dan kekakuan dalam kehidupanku. Aku menggengam dua kemaluan di setiap tanganku dan keduanya benar-benar keras.

"Siapa yang ingin melakukannya duluan?" tanyaku dengan setengah berbisik.

*****
Kami akhirnya baru meninggalkan ranjang setelah satu jam berlalu dalam keadaan tubuh kami semua penuh peluh dan lengket karena cairan baik dariku atau dari benih mereka berdua di tempat-tempat yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Kami berenang telanjang dengan secepat kilat untuk membersihkan diri dan memulai hari terakhir kami di kapal.

Aku membuat sarapan berupa potongan buah, granola, dan yogurt dan Tom membawa kami menuju ke tempat terbaik di danau itu dalam sebuah pelayaran yang serius. Angin membawa kami dalam kecepatan penuh dan dia bersikeras ingin membawa kapalnya berkelana ke seluruh penjuru danau yang luar biasa besar, kemudian berbalik untuk melawan arah angin. Kami membiarkan angin membawa kami ke arah Rockies, yang dapat kami lihat dari jarak dekat dari kapal. Kapal itu seperti terbang melayang dari permukaan air dan kecepatannya sungguh di luar dugaan. Perjalanan kembali tanpa bantuan angin sebenarnya sulit dan Tom benar-benar terfokus mengemudikan kapalnya dan meneriakkan berbagai perintah pada Ben, yang menuruti setiap ucapannya dengan patuh. Tampaknya hari ini akan menjadi sangat melelahkan untuk Tom, tetapi aku bisa melihat bahwa dia sedang berada di saat terbaiknya dan matanya berkilauan oleh rasa senang karena dia bisa mengalahkan dan mengerjai angin untuk bertiup melawan kehendaknya sendiri.

Ketika akhirnya kami berhasil menyelesaikan perjalanan kembali, waktu sudah menunjukkan pukul 2:00 dan Tom berkata bahwa sebaiknya kami segera menaikkan kapal kembali ke daratan. Aku menggigit bibir bawahku karena sungguh tidak siap mengakhiri perjalanan ini.

"Aku tahu kamu mungkin akan menganggap aku seorang pelacur atau wanita murahan atau berbagai istilah menyakitkan lainnya, tetapi bisakah kita menurunkan jangkar di suatu tempat dan pergi ke kabin bawah lagi? Aku benar-benar tidak siap untuk menyudahi akhir pekan ini. Aku ingin melakukannya sekali lagi sebelum kita harus kembali pada kenyataan." Tom pun melirik arloji di tangannya.

"Baiklah," katanya. "Pelabuhan mungkin tidak ada bedanya dengan kebun binatang sekarang. Mari kita cari teluk yang sepi." Ben setuju dengan cepat.

Ketika para pria menemukan titik yang tepat, aku turun ke bawah dan menunggu mereka selesai menambatkan kapal. Aku menanggalkan seluruh pakaianku dan rebah di atas kasur dengan kedua kaki yang terbuka lebar. Aku mulai menyentuh diriku sendiri dengan penuh damba. Ini adalah kesempatan terakhirku sebelum kembali ke rumah dan tidak akan kubiarkan kesempatan ini berlalu begitu saja. Aku ingin bercinta, dan aku ingin melakukannya dengan cara yang paling nakal. Aku ingin kedua pria ini secara bersamaan; menghantamu bersama; memenuhi tubuhku dengan dua batang besar mereka dan membuatku meledak karena gairah. Aku sungguh yakin akan hal itu. Aku ingin membuat mereka berdua juga meledak hebat dan aku ingin mereka membuatku juga meledak hebat.

Tom berjalan menuruni tiga anak tangga pertama dan aku tidak berhenti mengadukkan jari pada mahkota bungaku yang menganga bahkan ketika dia tiba di kasur. Kukatakan padanya bahwa aku senang dia berada di sini karena jari-jariku tidak cukup untuk memuaskanku. Aku tersenyum menggodanya dan mengatakan bahwa aku membutuhkan batang kemaluan yang keras dan bertanya apakah dia tahu di mana aku bisa mendapatkannya. Dia menarik turun celana pendeknya dan menanggalkannya di lantai sembari naik ke ranjang bersamaku. Dia berada di ranjang dan berdiri di atasnya dengan menggunakan kedua lututd dan mulai mengocok batangnya sendiri. Pada saat itulah Ben turun dan melihat kami berdua yang tengah memuaskan diri masing-masing mengumpat, "Sialan!" di antara deru napasnya, kemudian melepaskan celana pendeknya sendiri untuk bergabung bersama kami, dan turut mengocok batangnya.

Aku bermain-main dengan biji kemaluanku dan melarikan telapak tanganku yang lain pada putingku yang keras dan menatap dua pria yang masih sibuk dengan kemaluan masing-masing yang terus bertambah besar itu bergantian. Ketika Tom sudah sepenuhnya keras, aku menariknya ke bawah dan berbaring menyamping dengan punggung menghadap ke arah ben.

"Hantam aku seperti yang kamu lakukan waktu pagi kemarin," kataku dengan senyum penuh damba di wajah. Dia berbaring di sisinya dan aku pada sisiku, berhadapan satu sama lain. Aku mengangkat kakiku ke atas dan meletakkan pada kakinya lalu merasakan batangnya yang keras menusuk perutku. Aku bergerak cepat agar ujungnya berada pada tempat yang tepat dan mendorongnya masuk ke liangku.

"Masukkan ke dalamku," pintaku. Dia mendorong maju, sampai kepalanya terdorong memasukiku. Aku balas mendorong ke arahnya dan merasakan ujungnya memenuhi liangku yang basah. Tiba-tiba saja aku teringat akan Ben.

"Ben, di mana kamu, Ben?" Aku tidak bisa merasakannya di belakangku dan tidak menyadari bahwa dia sudah turun dari ranjang. Aku mendengar suaranya dari arah lorong.

"Aku akan segera kembali," sahutnya. Tom perlahan mendorong batangnya lebih dalam ke liangku yang terus berkedut menyambutnya.

DOBELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang