5

10.6K 46 0
                                    

Dia bergerak maju dan aku menari tali celana pendeknya lalu menurunkan semuanya sekaligus ke bawah. Batangnya yang panjang dan keras seolah melompat keluar dan nyaris mendarat di wajahku. Oh astaga! Dia benar-benar besar. Untuk sesaat aku merasakan ketakutan membayangkan monster yang melintang di depan wajahku saat ini akan mendobrak masuk ke dalam tubuhku, tetapi aku teringat bahwa dua bayi seberat 8 pound pernah melewati liangku itu, seharusnya untuk menampulng batang sebesar ini aku akan baik-baik saja.

"Bagaimana dengan pengaman?" tanya Tom.

"Aku rutin minum pil, jangan khawatir," jawabku seraya meraih monster miliknya ke dalam genggaman. Aku menariknya mendekat agar bisa menjilat batangnya dari atas ke bawah, membiarkan lidahku berpetualang mengitari batangnya yang panjang dan serta memutari lingkarnya yang tebal. Dia benar-benar keras.

"Kalau begitu biar aku membasahimu sedikit agar bisa mudah memasukan si besar ini ke dalam diriku," sahutku diiringi senyum menggoda.

"Kupikir kamu tidak membutuhkannya," balasnya sambil tertawa, lalu mencondongkan tubuhnya ke arahku untuk menggengam pinggiran kapal yang berada di kedua sisi kepalaku. Dia menekuk kakinya untuk memosisikan ujung batangnya pada celah diriku. Aku menunduk untuk melihat kepala batang yang tampak seperti jamur sudah berada pada posisi yang tepat dan siap untuk didorong masuk menembus ke dalam. Aku menjangkaukan tangan ke punggung Tom dan menarik tubuhnya agar merapat ke tubuhku. Untuk sesaat rasa nyeri di dalam liangku menyebar seiring dengan lingkar batangnya yang tebal mendorong ke segala sisi agar bisa melesak masuk semakin dalam. Kemudian dalam sekejap pula rasa nikmat yang teramat sangat menyerang ketika kurasakan batang besar itu memenuhi dan menyapa setiap titik yang tak pernah kubayangkan ada di sana, membuatku merasakan sesuatu yang sebelumnya tidak pernah kurasakan. Dia bergerak untuk mendesak masuk lagi karena ternyata masih ada beberapa inci yang tersisa dan kenikmatan yang luar biasa membuatku tersedak oleh desahan yang memaksa keluar dari mulutku.

Aku merasakan tangan Ben lagi di dadaku selama Tom perlahan menarik keluar dan kemudian mendorong masuk lagi lebih dalam dari sebelumnya. Benar-benar surgawi ketika batang raksasa Tom memenuhi diriku, mendesak dinding di dalam sana untuk melebar menyesuaikan ukurannya dan pada saat bersamaan Ben mencubit dan menarik kedua putingku. Aku menoleh pada Ben dan menariknya mendekat, mencari-cari bibirnya, lalu melahap mulutnya dengan penuh gairah yang membakar. Pinggul Tom mulai bergerak sedikit lebih cepat, memompa batang raksasanya itu keluar dan masuk liangku tanpa ragu sementara Ben ikut terbakar bersamaku melalui ciuman kami. Aku mengangkat pinggulku untuk menyambut setiap hentakan Tom lalu melenguh di dalam bibir Ben. Dia menghantamku dengan keras sekarang, memutar pinggulnya dengan sangat lihai di atasku, sekalipun hanya mengandalkan lengannya sebagai sandaran selama dia mengentak-entakkan pangkal paha kami berdua. Ben memindahkan mulutnya pada putingku dan mulai menyesapnya ketika batang Tom mendobrak semua tempat yang tepat.

Aku merasakan gairahku membara lagi ketika Ben memindahkan mulutnya pada putingku yang lain dan aku meledak lagi untuk kali kedua, dahsyat, membanjiri batang Tom yang masih di dalam diriku. Gigiku bergemeletuk bersamaan dengan tubuhku yang gemetaran hebat di bawah Tom selama orgasme melanda. Erangan Tom semakin keras dan cepat dan aku menemukan matanya yang berada di atas kepala Ben. Kami terus bertatapan sampai kulihat bola matanya memutih dan dia memejam, Tom menembakkan benihnya di dalam diriku dengan membabi buta. Dia terus melepaskan tembakan demi tembakan di dalam sana. Aku tidak pernah begitu menginginkan seseorang memenuhiku dengan benihnya seperti yang saat ini dilakukan Tom. Aku melenguh dan mengerang keras dan aku menahan pinggulnya tetap di sana karena aku menginginkan setiap tetesnya, setiap tetes dari benihnya di dalam diriku. Dia menembak pada titik di dalam diriku yang tidak pernah digapai oleh siapa pun sebelumnya. Jauh lebih dalam daripada yang kupikir bisa kuterima.

"Oh ya ampun," ucapnya sembari menarik dirinya mundur. Kudengar suara letupan nyaring ketika dia menarik batangnya dari liangku dan dalam seketika aku merasa hampa; kosong. Hingga pada akhirnya, Ben menarik kedua kakiku lalu memutarnya di atas bantal tipis. Aku menuruti keinginannya, merebahkan tubuh dan membuka kakiku lebar-lebar dan menahannya tetap begitu untuknya.

"Giliranmu, Benson. Giliranmu sekarang," ucapku saat dia memanjat naik ke atas tubuhku. Aku menjangkau ke bawah untuk menggenggam batangnya lalu membimbingnya masuk ke kelopakku yang sudah kacau balau. Aku bisa merasakan percampuran dari cairan alamiku dan benih Tom di tanganku sendiri saat ini. Ben pun mendorong masuk tanpa penghalang.

"Hantam aku, Ben." Bisikku di telinganya. "Aku ingin kamu menghantamku dengan keras sekarang."

Dia tampaknya mulai merasa nyaman berada di atas tubuhku dan kami mulai bergerak bersama dalam satu nada. Dia mungkin tidak sebesar Tom, tetapi aku tetap saja merasakan sensasi nikmat yang nyaris serupa. Aku merasa begitu nyaman dengannya selama kami bergerak beriringan.

Tom berlutut di dekatku dan aku menoleh ke arahnya. Kami mulai berciuman sembari Ben dan aku terus bergerak bersama dalam harmonisasi yang sempurna, dengan nada yang tepat dari sebuah percintaan yang sempurna. Dia terasa nikmat di dalam diriku dan juga tubuhnya begitu nyaman berada di atasku. Rasanya nyaris serupa dengan ketika kami mengambang perlahan di atas kapal yang mengapung naik turun karena gelombang. Aku menjamahkan tanganku pada paha Tom dan menemukan batangnya yang masih setengah keras. Permukaannya basah dan licin, dan masih saja terasa besar di tanganku yang mungil. Aku mulai membelai batangnya itu dan melahap lidahnya selama Ben dan aku mengejar kenikmatan di dalam irama yang melenakan.

Tidak ada perasaan janggal, tidak ada ketidaknyamanan di dalam momen ini karena aku bercinta dengan dua orang dalam waktu kurang dari hitungan menit. Diriku benar-benar basah karena sangat bergairah, selain itu juga karena liangku telah dibuat lebih longgar oleh Tom serta tambahan dari benihnya yang licin membuat Ben dapat keluar masuk dengan mudah dan nyaman. Aku mencoba menyamai setiap dorongan yang datang dari Ben dan melingkarkan kakiku di antara kakinya untuk kemudian bergerak menyambutnya setiap kali dia menghantamkan batangnya ke dalam diriku.

"Tembakkan di dalam diriku, Benson." Aku berbisik. "Lepaskan semuanya di dalam sana dan cairan kita bertiga akan bercampur di dalam diriku. Aku ingin kamu keluar di dalam diriku." Batang Tom berdenyut di genggamanku dan mulai mengeras sedikit ketika aku membisikkan hal itu pada Ben dan Ben mulai menambah kecepatannya.

"Teruskan, Ben. Hantam aku, hantam aku dengan keras." Dia pun mulai mengerang. Aku berpaling dari ciuman Tom dan meraih wajah Ben untuk menciumnya, melingkupkan lenganku pada tubuhnya sebagaimana kakiku melingkari pinggulnya. "Hantam aku," ucapku di mulutnya. "Oh, ya. Hantam aku terus." Aku trus mengulangi kalimat yang sama di dalam mulutnya sembari terus bergerak berlawanan dengannya. Tempo kami semakin meningkat. Aku bisa merasakan orgasme lain muncul entah dari arah mana dan aku mulai gemetar selama aku balas menghantam Ben dengan segenap kemampuanku. Akhirnya kurasakan tubuhnya menegang ketika dia meledak di dalamku, dan aku pun ikut meledak bersamanya, untuk ketiga kalinya dalam waktu kurang dari satu jam, gemetaran merasakan setiap kali gelombang kenimatan itu bergulung datang, merasakan Ben, teman baikku, juga ikut gemetaran selama kami berbagi puncak kenikmatan bersama-sama. Saat kenikmatan yang mendobrak itu mereda, aku menyadari Tom yang menonton kami berdua dengan sebuah senyum di wajahnya yang tampan di bawah sinar rembulan yang lembut.

Setelah momen itu berlalu, kami mulai mengumpulkan kesadaran masing-masing hingga Ben perlahan duduk dan dengan wajah yang sepenuhnya datar berkata, "Jadi masih ada anggur untuk siapa pun yang mau." Kami semua pun tertawa mendengarnya.

"Yang terakhir telur busuk," aku mengejek semberi melompat dari sisi kapal, jatuh ke air yang gelap dan pekat.

****

DOBELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang