Third person's POV
"Coba katakan." Ucap Zhenova tersenyum tak kalah sinis.
"Kita hanya perlu memberikan perlindungan dan kuasa penuh pada kedua sahabat Niwa dan seluruh kelarganya, dengan begitu mereka tidak akan ragu dalam melindungi Niwa tanpa perlu mencemaskan status mereka."Jelas Ravan.
"Benar juga, apalagi dengan melihat watak kedua sahabat Niwa dan background mereka.""Aku yakin mereka pasti sebenarnya ingin sekali bisa berada diposisi dimana mereka bisa melindungi Niwa tanpa mencemaskan kedudukan mereka dan akibat yang akan keluarga mereka dapatkan." Sambung Ravin.
Archduke terihat berpikir, namun kemudian terlihat senyum yang tak kalah licik dengan anak kembarnya itu.
"Ayah setuju dengan kalian.""Baiklah, sepertinya kita perlu membicarakan hal ini dengan kedua keluarga sahabat Niwa secepatnya."
"Walaupun pengangkatan status hanya bisa diberikan oleh sang raja, tapi paling tidak ayah bisa memberikan jaminan perlindungan atas nama Velvhaty untuk mereka."
"Itu benar, semua orang juga pasti sudah tau bahwa raja sekalipun tidak akan berani macam-macam dengan kita." Kata Ravan lagi dengan angkuhnya.
"Tapi ironisnya, kita terlambat menyadari bahwa apa yang terjadi pada Niwa juga karena ada campur tangan dari salah satu anggota keluarga kerajaan." Kali ini Ravin terlihat menggigit ibu jarinya menahan kekesalan.
"Ayahanda, kenapa ayahanda masih tidak memutuskan hubungan pertunangan Niwa dengan si br*ngs*k itu?" Tanya Ravan yang juga mulai ikut mengerutkan kening.
"Aku juga sebenarnya masih mempertanyakan hal tersebut, apa tujuan ayah dengan melakukan hal itu? Apa ada keuntungan bagi kita? Tidakkah hal itu akan mempersulit Niwa dan reputasinya."
"Seolah-olah Niwa terlihat masih memiliki perasaan kepada bocah sialan itu."Sambung Ravin.
"Apa ayah belum pernah menjelaskan hal ini sebelumnya pada kalian?"Tanya sang Archduke yang malah terlihat heran. Si kembar membalasnya dengan gelengan kepala.
"Sebenarnya, ayahanda sudah membicarakan ini dengan sang Raja, tapi rupanya dia takut apabila kita memutuskan hubungan pertunangan ini sama artinya dengan pernyataan perang."
"Jadi Raja Qaenicen mengatakan bahwa dirinya akan membujuk Qaranlik untuk mengubah keputusannya. Dia bahkan mengatakan akan mengancam anaknya itu dengan masalah tahta."
"Bukankah Pangeran Qaranlik adalah putra tunggal Raja Ilankai." Ucap Ravan."Karena Raja Qaenicen tidak memiliki selir, jadi Ratu Varenimijja bisa bersikap angkuh dengan kedudukannya tersebut." Katanya lagi.
"Tapi, aku tidak mengerti dengan pola pikirnya, jika dia memang menginginkan perang dengan klan kita. Dia hanya perlu mengucapkannya, kenapa Niwa harus dilibatkan dalam hal ini."
"Apa ayahanda yakin jika Raja Qaen tidak terlibat juga dengan rencana busuk Ratu Varen?" Tanya Ravan lagi.
"Ayahanda juga sebenarnya meragukan hal tersebut hanya saja, memikirkan anak itu bisa mendapatkan apa yang dia inginkan jika ayah memutuskan pertunangan Niwa. Ayah tidak bisa menerimanya."
"Ayah ingin melihat anak itu menderita, merasa kesulitan dan kehilangan harapan. Ayah percaya bahwa Niwa sebenarnya juga memiliki pemikiran yang sama."
"Dan ayah punya rencana sendiri menganai hal itu." Jelasnya panjang lebar.
Ditempat lain.Tepatnya dikediaman Baron Azura.
"Ayahanda, apa masih tidak ada kabar dari yang mulia Ratu Varen mengenai pertunanganku dengan pangeran Qaran?"Tanya seorang gadis cantik yang terlihat tengah duduk dikursi keluarga.
"Ayah sudah mengkonfirmasi perihal itu, hanya saja Ratu mengatakan bahwa keputusan ada ditangan sang Raja satu-satunya cara selain meminta persetujuan Raja Qaen adalah dengan meminta persetujuan dari keluarga Velvhaty." Jelas sang baron terlihat santai bersandar kursinya.
"Apa maksudnya ayahanda memintaku untuk melakukan sesuatu pada anak itu?"Tanya Vellachena.
"Benar, sebagai calon pasangan pangeran, ayah rasa kau bisa menggunakan posisi dan kedudukanmu saat ini untuk melakukan apa saja yang kau bisa.""Buat anak itu agar dirinya menyetujui pemutusan pertunangannya dengan sang pangeran." Ucap sang Baron lagi kepada anaknya.
"Tetapi ayah ... bagaimana jika ternyata anak itu masih menyukai pangeran?" tanya Vella dengan expressi sendu.
"Apalagi nampaknya pangeran juga masih penasaran mengenai kondisi gadis itu." Jelasnya pada sang ayah.
"Apa kau masih mengira bahwa Pangeran masih memiliki perasaan pada anak itu?" ucap sang baron balik bertanya.
"Tidak, aku yakin pangeran sudah tidak lagi memiliki perasaan pada anak itu selain rasa curiga, aku rasa pangeran pasti berpikir bahwa kondisi gadis itu hanya dibuat-buat demi untuk menarik perhatiannya." Jelasnya.
"Bukankah itu bagus, kamu bisa menggunakan kecurigaan itu untuk merusak reputasinya dimata publik.""Buat anak itu menderita, tanpa perlu dirimu yang turun tangan.""Gunakan posisimu untuk untuk membuat opini publik semakin buruk terhadap gadis itu." Jelas sang ayah lagi dengan senyum licik.
"Vella mengerti, ayah." Jawabnya.
Beberapa saat kemudian, terlihat Vella yang tengah berjalan di lorong mansion tempat tinggalnya. Gadis cantik itu tertegun saat dirinya berpapasan dengan sosok seorang pemuda tampan yang memiliki penampilan unik.
"Giovanno? Apa yang sedang kau lakukan di sini?" tanya gadis cantik itu sedikit kasar.
"Begitukah caramu menyapa kakakmu?" tanya Giovanno dengan senyum santai.
"Dhampire sepertimu adalah aib keluarga. Ayahanda bahkan tidak pernah menganggapmu selain sebagai ..."
belum sempat Vella menyelesaikan kalimatnya, tiba-tiba saja Giovanno sudah terlihat berdiri dibelakangnya.
Vella kembali dikejutkan dengan bagaimana pemuda itu sudah menempelkan kukunya yang tajam di leher Vella.
"Apa kau pikir aku peduli dengan hal itu?""Sudah sejak lama aku membuang harapan untuk bisa menjadi bagian dari keluarga ini.""Sebaiknya kau berhati-hati, Vella. Aku bisa saja membunuhmu di sini sekarang juga dan memberikan jasadmu pada keluarga nona Niwa."
"Bukankah Archduke Velvathy akan senang menerima persembahankan dan mungkin saja aku bisa menjadi bagian dari keluarga mereka."Bisik Giovanno yang kini membelai leher Vella, turun sampai kepundak dengan telunjuknya."Jangan kau kira aku tidak punya nyali untuk menyakitimu, adikku sayang." Ucapnya mengecup belakang kepala Vella.
"Ini adalah peringatan pertama dan terakhir dariku.""Ingat itu baik-baik."
Vellachena yang mendengar hal tersebut seolah merasa bahwa suara itu tiba-tiba jadi menjauh darinya dan benar saja, ketika gadis cantik itu menoleh kebelakang, Giovanno sudah tidak lagi ada di sana.
Dahmpire adalah mahluk rendah yang merupakan aib bagi klan manusia dan vampire.Seperti yang pernah ayahanda katakan padaku, bahkan tidak ada hukum kerajaan mengenai hak asasi dan perlindungan bagi para Dhampire.
Dan Giov adalah satu-satunya Dhampire yang masih bertahan di Ilankai.Jika bukan karena wasiat ibunda, ayahanda pasti sudah membunuh anak itu.
Vella kemudian mengingat saat dimana sang Baron mengatakan sesuatu padanya yang masih berusia lima tahun.
"Dengarkan ayah baik-baik Vella, anak itu adalah penyebab kematian ibundamu, kamu harus membencinya."
"Dia adalah alasan mengapa hubungan ayahanda dan ibundamu menjadi tidak baik.""Jangan biarkan anak itu juga ikut merusak kehidupanmu, seperti dia telah merusak kehidupan ayah." Ucap sang baron terlihat menitikkan air matanya.
Ayahanda tidak pernah mengatakan hal yang salah.Jadi aku harus membencinya, aju tidak akan pernah memaafkannya.Batin gadis cantik itu yang kini sudah menggenggam kedua telapan tangan mungilnya di dada.
Hanya saja, ketika Vella mengucapkan kalimat terakhir itu di kepalanya. Dirinya kembali mengingat apa yang sudah dikatakan oleh Ibundanya pada saat-saat terakhir Baroness yang terbaring sakit di kamarnya.
"Moy Beliefte Vella, Ibunda tau kamu anak yang sangat baik hati seperti malaikat.""Kamu tidak akan membenci siapapun meski dengan alasan apapun ... dan jika ... kamu mempunyai alasan kuat untuk membenci apa yang sudah terjadi pada keluarga kita ..."
"Kamu tidak perlu menahannya, hanya saja ibunda mohon padamu ... tolong jangan benci siapapun dan salahkan saja semua ini kepada Ibunda."
"Terutama kakakmu ... dia sama sekali tidak berdosa, jadi ibunda harap kamu bisa mengerti.""Karena itu ... tidak apa-apa ... jangan pernah memaafkan Ibunda ... karena ibundalah penyebab semua kejadian ini ..."
Vella memejam kedua matanya erat, sebelum kemudian membukanya kembali, mata sebening cristal itu kini melirik ke arah jendela hallway.
Maafkan Vella, Ibunda ... karena bagaimanapun, bagi Vella, di mata Vella, Dhampire redahan itu adalah satu-satunya yang harus Vella benci di keluarga kita.
Wajah cantik itu menengadah memandang ke langit malam yang legam.
Beberapa hari kemudian
Kembali ke kediaman Velvhaty.Third Person's POV.
Terlihat Niwa yang tengah duduk di sofa panjang dengan template posisi yang tidak berubah, Runako di sisinya, Archduke Zhenova di single chairnya, lalu si kembar yang duduk di sofa panjang di seberang Niwa.
Walaupun terlihat seperti acara kumpul biasa, namun dapat dipastikan dari mimik muka para mahluk adam itu, bahwa mereka semua terlihat tegang, kecuali Niwa yang malah terlihat canggung.
Hal itu dikarenakan bahwa Niwa yang sudah memutuskan untuk terbuka pada anggota keluarganya, tak lagi merasa ragu untuk membuka hati dan mengatakan segala yang ada dibenaknya.
Hal yang serius dan bahkan sesepele apapun.Jadi, Niwa menceritakan pengalaman apa yang telah dirinya alami di dalam mimpinya semalam.
Niwa yakin bahwa itu bukanlah fragment ingatan masa lalunya, walaupun Niwa agak sedikit ragu jika hal itu juga merupakan pengelihatan atau bahkan penggalan dari masa depan.Karena itulah Niwa menceritakan segala yang ia ingat mengenai mimpinya.
Jadilah sekarang Niwa bersama keempat mahluk adam ini, berkumpul di ruang keluarga untuk membahas sesuatu.
"Apa ayah yakin tidak ada sejarah mengenai ability Niwa di dalam Clan Hirava maupun Klan Khauta?"
"Apakah Ibunda Latu memiliki ability yang sama dengan Niwa semasa beliau hidup?"Tanya si kembar bergantian.
"Selain pelajaran sejarah Ilankai yang diajarkan di akademi, ayah juga sudah membaca semua saeclopediya dunia ini, terutama sejarah mengenai Fairan dan Eniyan.""Benua dimana dikatakan sebagai tempat dimana Klan Manusia dan Beastman/Non-human seperti kita berasal."
"Tapi sama sekali tidak ada satupun catatan mengenai ability ibundamu."Ujar Zhenova terlihat berpikir keras.
"Tapi satu hal yang pasti, memang terkadang Ibundamu selalu saja mengatakan atau melakukan sesuatu yang mana seolah-olah dirinya mampu mengetahui masa depan apa yang akan datang nanti."Katanya lagi kini melihat ke arah Niwa.
"Hanya saja, ayahanda tidak pernah membahas perihal ini lebih jauh dengan ibundamu.""Ayah pikir ini hanya kebetulan yang berulang. Karena pada dasarnya ayah sama sekali tidak pernah mendengar adanya ability semacam ini."
"Namun, entah kenapa soal permintaan ibundamu mengenai kelahiran kedua kakak lelakimu dan Runako."
"Hal itulah yang membuat ayah sekarang menjadi semakin yakin bahwa ibundamu, alasan kenapa dirinya meminta ayah untuk memberikan keturunan selain dirimu, bahkan meskipun setelah kamu lahir ke dunia ini."
"Keras kepalanya itu yang selalu membuat ayahanda frustrasi karena ibundamu tidak pernah memberikan alasan jelas selain ancaman-ancaman menakutkan."
"Meski ayah sudah meminta dan memohon kepadanya."
Jelasnya panjang lebar dengan helaan nafas berat membuat Niwa semakin merasa canggung, seolah dejavu yang mengingatkannya pada suatu manga isekai yang pernah dibacanya.
"Apa sampai akhir hayat ibunda pun, beliau sama sekali tidak mengatakan apapun kepada ayah?" tanya Niwa kini memecah keheningan.
"Tidak sama sekali dan setelah ibundamu tiada, ayahanda semakin menyangkal akan adanya kemungkinan bahwa ibundamu bisa melihat masa depan." Jawab Zhenova.
"Apa karena ayahanda berpikir, bahwa jika memang benar ibunda bisa mengetahui masa depan, kenapa beliau tidak bisa mencegah kematiannya sendiri?" Tanya Niwa lagi memberanikan diri.
Zhenova tertegun sejenak sebelum kemudian tersenyum, dalam benaknya Zhenova bersyukur bahwa Niwa sudah mulai membuka hatinya.
"Benar dan jika ayahanda boleh berkata jujur padamu ... mungkin kamu juga sudah bisa menebaknya." Ucap Zhenova sengaja diam dan memutus kalimatnya di sana.
"Apakah Ayah berpikir bahwa mengapa Ibunda lebih memilih untuk melahirkan Niwa, jika beliau memang mengetahui bahwa Niwa adalah penyebab kematiannya?" Sambung Niwa yang malah membuat ketiga saudara lelakunya terkejut.
Zhenova hanya bisa tersenyum kecut, sebelum kemudian Niwa beranjak dari tempatnya duduk untuk berlari memeluk sang ayah.
Tentu saja Zhenova sangat terkejut karena dirinya sama sekali tidak menyangka bahwa Niwa akan melakukan hal seperti itu.
"Niwa sayang ayah." Bisiknya masih memeluk lelaki tampan itu.Zhenova balas memeluk anak gadis nya itu sebelum kemudian menggendong tubuh mungil itu.
"Kita mau kemana ayah?" Tanya Niwa keheranan saat mengetahui dirinya sudah dibawa oleh Zhenova beranjak meninggalkan ruang keluarga.
"Apa kalian tidak mau ikut?" tanya Zhenova yang malah membuat ketiga anak lelakinya terdiam mematung, untuk pertama kalinya ayahanda mereka menawarkan ajakan seperti itu.
"Kalau tidak mau ikut ya sudah." Sambung Zhenova lagi membuka pintu ruangan.
"KAMI IKUT!!!" Sontak ketiganya langsung melompat meninggalkan sofa untuk mengikuti Niwa dan ayahanda mereka.
Beberapa saat kemudianDi dalam perpustakaan keluarga.
"Ini tempat apa ayah? Niwa baru pertama kali melihat perpustakaan ini!" Tanya Niwa yang sudah kembali berdiri dengan kedua kakinya sendiri.
"Ini adalah perpustakaan keluarga. Bisa juga dibilang sebagai ruang kerja Bolsevick." Jawab Zhenova yang membuat Niwa menoleh ke arah Butler tampan di belakang ayahandanya.
"Saya akan kembali membawa camilan dan minuman untuk kalian, permisi!" Kata si Butler menunduk hormat sebelum kemudian pergi meninggalkan mereka berlima.
"Untuk apa kita ke ruang kerja Bolsevick, ayah?" kali ini Runako yang ganti bertanya.
Zhenova mengisyaratkann agar keempat anaknya untuk duduk saat dirinya tengah mengambil beberapa buku dari rak di seberang mereka.Beberapa saat kemudian Zhenova mendekat ketempat duduk mereka sebelum kemudian meletakkan beberapa buku di meja.
"Sepertinya ayah harus memberikanmu pengetahuan mengenai para keluarga kita.""Pertama-tama kita akan membahas tentang keluarga ibundamu."
KAMU SEDANG MEMBACA
I Was Doted On and Loved by My Villains
VampirosNiwa adalah namaku dan sosok yang selalu kulihat di setiap pantulan cermin, kaca maupun air adalah benar diriku sendiri walaupun aku terlihat lebih muda belasan tahun dari usia asliku, tapi aku tidak pernah salah mengenali wajah dan tubuh itu dari s...