36. My Family's Past

5 0 0
                                    

Di kamar Niwa.

Terlihat Zhenova tengah duduk sembari membelai kepala Niwa dengan lembut. di kamar itu. Zhenova seolah mampu melihat kenangannya bersama Ratu Gorria.

Setelah melakukan perbincangan dan basa-basi singkat itu, entah kenapa tiba-tiba Zhenova ingin sekali mengucap syukur dan terima kasih kepada mendiang istrinya yang sudah membawakan kebahagiaan ini kepadanya.

Dalam lamunannya, dirinya mengingat akan kejadian saat hari pertama acara berkabung mendiang istrinya, Ratu Gorria.

Third Person's POV

BUAHG!!

Suatu pukulan keras terdengar di dalam ruang duka, di barengi dengan teriakan kaget dan panik dari orang-orang yang melihatnya.

"GrandDuke tolong hentikan!!"

"ArchDuke anda baik-baik saja?"

Pertanyaan demi pertanyaan di iringi dengan permintaan serta permohonan dari para pengawal masing-masing klan yang ada di sana memenuhi ruangan.

Zhenova masih terduduk diam setelah mengelap darah di ujung bibirnya yang robek oleh pukulan sang GrandDuke, dengan ibu jarinya.

Sementara di sisi lain, beberapa orang pengawal memegangi bahkan sudah berusaha menarik mundur tubuh GrandDuke yang masih terlihat ingin sekali menambahkan beberapa pukulan kepada Zhenova.

"Bukankah sudah peringatkan sejak awal, BAHWA AKU AKAN MEMBUNUHMU DENGAN TANGANKU SENDIRI JIKA SAMPAI TERJADI SESUATU PADA ORI!!"Bentaknya dengan murka pada sosok Zhenova yang masih merunduk diam di tempatnya.

"GrandDuke Gaharu, saya mohon anda bisa meredam amarah anda di tempat ini.""Anda pasti tau bahwa Ori masih bisa melihat kita dari tempat Atashi-sama berada."

Ujar seorang pria paruh baya dengan nada datar, meskipun salah satu tangannya sudah mengepal kuat seolah menahan amarah dalam dirinya.

"Bagaimana kau bisa memintaku untuk tidak marah, GrandDuke Zhalias ... anakku, anak perempuanku satu-satunya, keponakan tersayangmu."

"Dia sudah tidak ada lagi di dunia ini, itu semua karena dia.""Pernikahan kalian telah membunuhnya."Sergah GrandDuke Gaharu pada sepupu jauhnya itu.

"Aku mengerti bagaimana perasaanmu, tetapi ... meski kita membunuh ArchDuke Zhenova di tempat ini sekarang juga."

"Hal itu tidak akan mengubah apapun.""Waktu yang telah lalu tidak akan terulang lagi."

"Dan Ori juga tidak akan bisa hidup lagi."

Ucap GrandDuke Zhalias yang cukup menusuk perasaan Zhenova, membuatnya harus menggigit bibir bawahnya untuk menahan rasa sakit di hatinya.

Setelah merasa cukup tenang, GrandDuke Gaharu, melepaskan diri dari bawahan yang baru saja menahan tubuhnya.

"Sekarang di mana anak itu?"Katanya sembari merapikan pakaiannya yang sedikit lecek.

"Aku ingin lihat rupa anak yang telah kau ciptakan untuk membunuh putriku."Katanya lagi masih dengan wajah penuh emosi.

Zhenova hanya diam melirik ke arah kedua pria paruh baya tersebut sebelum berpaling pergi. GrandDuke Zhalias dan GrandDuke Gaharu saling menatap satu sama lain sebelum mengangguk setuju untuk mengikuti Zhenova.

Dalam keterdiaman, Zhenova menuntun mereka ke suatu kamar tanpa penerangan, dibukanya pintu ruangan itu lebar-lebar sebelum mempersilahkan mereka berdua untuk masuk.

Zhenova menjentikkan jarinya yang mana membuat sihir cahaya di ruangan tersebut menyala seketika.

Dalam diam bahkan tanpa melirik sedikitpun Zhenova menunjuk ke arah keranjang bayi di sudut kamar dekat jendela yang kordennya terbuka setengah.

Mempersilahkan cahaya matahari untuk masuk menyinari keranjang bayi tersebut.GrandDuke Zhalias dan GrandDuke Gaharu pun kemudian melangkah menuju keranjang bayi tersebut, saat mendengar suara tawa kacil seorang bayi.

Di dalam keranjang itu, mereka dikejutkan dengan penampakan bayi yang mirip dengan seseorang yang mereka kenal di masa lalu. Tanpa pikir panjang GrandDuke Gaharu dengan kedua matanya yang masih membelalak tidak percaya menggendong tubuh bayi Niwa dan mengangkatnya.

"Ori-Ori anakku ..."Gumam GrandDuke Gaharu disela-sela isak tangisnya yang tertahan.

Melihat wajah bayi Niwa yang tertawa dengan ceria, mengingatkannya pada sosok Ratu Gorria. Ketika kedua tangan mungil itu menyentuh wajah GrandDuke Gaharu.

"Anak ini akan kubawa.""Melihatmu yang seperti itu, bukannya tidak salah jika aku menganggap bahwa kau sama sekali tidak menginginkan anak ini, bukan?"Ucapnya lagi kini sudah memeluk Niwa.

Zhenova masih diam tak bergeming. Melihat hal tersebut membuat GrandDuke Zhalias berkomentar,"Aku anggap keterdiamanmu adalah jawaban yang benar."

"Meskipun aku bukannya setuju bahwa Niwa harus ikut dengan keluarga GrandDuke Gaharu, tapi aku akan menganggap bahwa hal ini sudah menjadi urusan diantara keluarga kami."Ucapnya dengan nada dingin.

"Terserah kalian, aku tidak akan melarang maupun ikut mencampuri urusan kalian.""Kalau kalian ingin membawanya, terserah saja."Ucap Zhenova menatap kosong pada mereka berdua.

"Jadi beginikah caramu memperlakukan anak yang sudah dilahirkan oleh Ori dengan nyawanya?"

Bentak GrandDuke Gaharu, mendekap kepala Niwa di dadanya sembari menutup telinga bayi itu.

"Bukankah seperti yang anda katakan sebelumnya, anak itu adalah mahluk yang terlahir karenaku dan itulah yang sudah merenggut nyawa istriku."

"Jadi kenapa aku harus menganggap pembunuh istriku sebagai anakku.""Dia adalah kesalahanku yang tak seharusnya lahir ke dunia."Katanya lagi dengan seringai sedih dan kening yang sudah mengernyit marah.

Sebelum GrandDuke Gaharu akan bersuara lagi, GrandDuke Zhalias mengangkat tangan kanannya untuk menghentikan sepupu jauhnya itu agar tidak lagi berkomentar.

"Baiklah, ArchDuke Zhenova ... dengan demikian aku anggap ucapanmu adalah sebuah persetujuan mutlak."Ungkapnya tenang.

Zhenova hanya mengernyit saat melirik ke arah bayi yang tengah berada di dalam pelukan GrandDuke Gaharu, Wajah itu, tatapan mata itu dan cara bayi itu memandangnya dengan penuh tanya membuat Zhenova semakin teringat saat-saat Ratu Gorria yang sekarat menghembuskan nafas terakhirnya sembari memeluk tubuh bayi yang hanya bisa menangis di pelukan mendiang istrinya.

Saat GrandDuke Zhalias dan GrandDuke Gaharu akan beranjak pergi meninggalkan ruangan, terdengar tawa kecil anak-anak di lorong.

"Apa benar Marchioness Shona adalah bibi Ibunda Ratu?""Kalau begitu berarti anda adalah nenek dari adik kecil kami, kan?"tanya suara anak lelaki saling bergantian.

"Shona, sedang apa kamu?"Tanya GrandDuke Gaharu, yang melihat saudarinya itu tengan digandeng oleh anak lelaki kembar di kanan dan kirinya.

"Karena tiba-tiba kalian menghilang, jadi kuputuskan untuk mencari kalian.""Tanpa sengaja aku malah bertemu dengan anak-anak manis dan menggemaskan ini."Jawabnya dengan senyum hangat.

"Ah Niwa!!"

Seru si kembar berlari melepaskan genggaman tangannya dari sang Marchioness dan bergegas lari menuju ketempat GrandDuke Gaharu yang tengah memeluk Niwa.

"Lihat-lihat Marchioness Shona~""Adik perempuan kami sangat imut, kan?!"Seru si kembar hampir bersamaan.

Melihat gesture kedua kembar tersebut akhirnya GrandDuka Gaharu tergugah untuk berlutut agar kedua bocah lelaki itu bisa mendapat akses yang lebih baik untuk melihat adik bayi mereka.

"Anak perempuan yang dilahirkan Ibunda Ratu memang imut tiada duanya.""Hehe tentu saja karena Ibunda Ratu juga sangat cantik tiada duanya."

Mendengar ocehan si kembar membuat GrandDuke Zhalias terpikir untuk ikut berlutut dan mengamati si kembar.

"Apa kalian menyukai Niwa?"tanyanya penasaran.

Si kembar tertegun dengan pertanyaan itu, walaupun pada detik kemudian mereka memperlihatkan senyum polos yang mengembang.

"Tentu saja~""Niwa adalah harta peninggalan ibunda Ratu yang paling berharga."Jawab mereka berdua bergantian.

Mendengar jawaban lugu tersebut membuat GrandDuke Gaharu menghela nafas pendek dengan ekspresi sedih.

"Apa kalian paham bahwa ibunda ratu yang kalian sayangi itu sudah tidak ada lagi di dunia ini?"tanyanya meskipun para orang dewasa tau kalau pertanyaan tersebut sangat kejam untuk ditujukan pada anak sekecil si kembar.

Awalnya mereka mengira bahwa si kembar terlalu kecil untuk memahami pertanyaan itu. Namun, siapa sangka bahwa hal itu membuat ekspresi ceria si kembar berubah menjadi sendu.Yang mana pada detik kemudian berubah menjadi sedih, dan sangat terlihat jelas sekali bahwa mereka berdua berusaha sebisa mungkin untuk tidak menangis.

Marchioness Shona yang tersentuh dengan bagaimana kerasnya usaha si kembar untuk tidak menangis, membuat wanita paruh baya itu berlutut untuk memeluk si kembar.

Pelukan hangat dan belaian lembut di punggung si kembar membuat kedua anak lelaki Zhenova malah menangis sejadi-jadinya sembari berteriak memanggil-panggil nama ibunda ratu gorria.

Tak lama, saat si kembar mendengar ocehan dan tawa kecil niwa, tangis mereka mereda. Wajah mungil Niwa yang memperlihatkan ekspresi ceria seolah tengah menenangkan mereka berdua.Membuat si kembar tersenyum kembali.

Setelah puas melihat si kembar sudah tenang. GrandDuke Zhalias dan Marchioness Shona berdiri.

"Sepertinya urusan kita sudah selesai di sini.""Sebaiknya kita segera pergi."Ucap GrandDuke Gaharu yang sudah berdiri dengan masih memeluk Niwa.

Melihat pria paruh baya tersebut sudah melangkah pergi dengan menggendong Niwa, tentu saja membuat si kembar terkejut dan panik.

"Niwa?""Ka-kalian mau pergi kemana dengan Niwa?""Kami ikut ya?"Ucap si kembar bergiliran.

Mendengar pertanyaan polos tersebut membuat GrandDuke Zhalias menoleh ke arah Zhenova yang masih dengan ekspresinya yang dingin dan kaku.

Dirinya tidak menyangka bahwa selain dengan Niwa, ArchDuke Zhenova sepertinya juga tidak memiliki perasaan terhadap kedua putranya.

Meskipun sebelumnya telah mendengar kisah menyedihkan si kembar yang ditelantarkan oleh ibunda mereka setelah mengetahui bahwa anak yang dilahirkannya tidak memiliki ability yang sama dengan Zhenova, dari mulut Ratu Gorria, keponakannya sendiri.

GrandDuke Zhalias tidak pernah membayangkan bahwa seorang ayah seperti ArchDuke akan benar-benar memperlakukan anak-anaknya sendiri lebih parah ketimbang kepada orang asing.

"Maaf tapi kalian tidak bisa ikut."Jawab GrandDuke Gaharu datar.

Si kembar yang mendengarnya tentu saja menjadi semakin panik dan sudah mulai terlihat akan menangis pada detik berikutnya.

"Kalian mau membawa Niwa pergi kemana?""Jangan bawa Niwa!""Kami mohon!!"

Ucap si kembar bersamaan, kedua pasang tangan mungil mereka sudah mencengkeram pakaian sang GrandDuke.

"Niwa adalah adik kami, jangan bawa niwa pergi."Ucap Ravan memohon.

"Kami sudah berjanji pada ibunda Ratu untuk selalu bersama Niwa."Kali ini Ravin menyambungnya.

Kedua pasang mata bulat semerah batu rubi tersebut sudah mulai berkaca-kaca saat memohon pada sang GrandDuke.

"Ibunda Ratu sudah meminta tolong pada kami untuk menjaga Niwa.""Tolong kembalikan Niwa."

Pada akhirnya si kembar menangis lagi sekencang-kencangnya, hanya saja bedanya kini Niwa ikut menangis seolah memahami kesedihan kedua kakaknya.

Tangannya yang mungil mencoba meraih ke arah si kembar yang juga ikut mengulurkan kedua tangannya.

Melihat pemandangan menyedihkan tersebut tentu saja membuat sang merchioness tidak tega. Pada akhirnya mereka memutuskan untuk tidak membawa Niwa pergi dan menyerahkan bayi mungil tersebut pada si kembar.

Setelah membiarkan si kembar dan Niwa kembali ke kamar.

GrandDuke Gaharu menemui sepupu, adik perempuannya dan Zhenova yang masih berdiri menunggunya di lorong di depan kamar.

"Apa boleh buat, kami akan meninggalkan Niwa sementara di sini karena kedua putramu sudah mengatakan sesuatu yang tidak akan mungkin bisa kutolak, karena itu berhubungan dengan permintaan terakhir Ori."Ucap GrandDuke Gaharu dengan ekspresi datar.

"Tapi kami akan datang lagi setelah Niwa melaksanakan upacara Voulmond, untuk membawanya."

"Sampai saat itu tiba, aku harap kau jaga cucuku dengan baik."Katanya lagi menatap tajam pada Zhenova yang masih diam tak bergeming seolah sudah kehilangan gairah hidupnya.

"Aku mengerti perasaanmu dan apa yang kau pikirkan saat ini.""Hanya saja aku harap, kau tidak akan mengubah keputusanmu tentang kami yang akan membawa Niwa pergi nanti."Kali ini GrandDuke Zhalias menambahkan.

"Tidak akan ada yang berubah, silahkan saja datang kapanpun kalian mau untuk membawanya."

"Karena aku tidak akan menjanjikan apapun pada kalian mengenai penjagaan anak itu.""Jangan mengharapkan hal yang tidak ingin aku lakukan."Jawab Zhenova tegas, seolah menunjukkan dengan jelas pada semua orang yang ada di sana bahwa dirinya tidak peduli dengan apapun.

GrandDuke Gaharu yang hampir kehilangan kesabarannya setelah mendengar hal tersebut ditahan oleh marchioness shona.

"Sebaiknya kita pergi sekarang.""Aku yakin si kembar bisa melindungi Niwa untuk kita.""Mari percayakan Niwa pada mereka."Ucapnya berusaha menenangkan kakak lelakinya.

Pada akhirnya GrandDuke Zhalias, GrandDuke Gaharu dan Marchioness Shona meninggalkan kediaman Velvhaty dan kembali ke wilayah mereka masing-masing.

Kembali pada saat ini.

Zhenova menghela nafas panjang dan berat, tidak menyangka bahwa semuanya berubah setelah dia belajar mengerti dan menerima keadaannya.

Alasan Niwa lahir dan mengapa Ratu Gorria lebih memilih kematian hanya demi Niwa.

Namun, semua itu sudah terlambat saat dia ingat bahwa sebentar lagi adalah upacara Voulmond, yang mana itu tandanya keluarga Ratu Gorria akan datang sesuai janji mereka untuk membawanya.

Walaupun Zhenova tau bahwa Niwa sudah berjanji tidak akan pernah meninggalkannya.
Zhenova masih merasa takut, apalagi dengan bagaimana cara dia memperlakukan Niwa saat dia masih kecil.

Zhenova berusaha sekuat tenaga hingga menjadi sangat terobsesi untuk membahagiakan Niwa demi membersihkan dosanya dan menebus kesalahannya di masa lalu.

Terdengar suara pintu kamar yang terbuka secara perlahan, dari balik pintu tersebut terlihat Bolshevik sudah memasuki ruangan, meskipun tanpa kata Zhenova tau bahwa ini sudah waktu untuknya pergi.

"Sampai jumpa nanti, sayang."Bisik Zhenova mengecup kening anak perempuannya dengan penuh sayang sebelum beranjak pergi meninggalkan kamar.

"Apa anda baik-baik saja, Master?"tanya Bolshevick memberanikan diri.

"Apa aku tampak tidak baik-baik saja?"tanya Zhenova balik padanya.

"Maafkan atas kelancangan ucapan saya, hanya saja meskipun hanya untuk sesaat anda terlihat sama seperti ketika anda kehilangan Archducess Gorria."Ungkap Bolshevick yang membuat Zhenova sedikit terkejut.

"Kau memang selalu bisa dengan jelas membaca perasaanku meski hanya lewat ekspresi wajah."

"Tak adakah yang bisa kusembunyikan darimu?"Tanya Zhenova mengendus lucu.

"Jika bisa begitu, maka saya pasti sudah gagal menjadi butler pribadi anda, master."Ujar Bolshevick dengan senyum bangga.

I Was Doted On and Loved by My VillainsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang