《 Berbeda 》

505 49 2
                                    

"Apa-apaan ini! Seorang Everest Ice Maverick harus memecahkan misteri?!"

Everest saat baru bangun tidur merasakan ada yang berbeda dengan tubuhnya dan kamarnya, jadi dengan inisiatif dirinya berjalan mengelilingi kamar nuansa hitam gelap untuk menemukan sesuatu.

Dimeja belajar Everest menemukan tumpukan buku tulis dan buku paket, segera Everest berjalan kearah tumpukan buku itu, saat membuka salah satu buku tulis dirinya membaca nama yang tertera didalamnya, "River Veron Chandrakanta? Ini mah nama sepupu protagonis! Terus ini gimana? Otoke? Nande?!"

Saat lagi seriusnya, Everest dikagetkan dengan bunyi dari perutnya, "Anjay! Kelaparan gue!"

Dengan langkah gontai Everest menuju ke pintu kayu yang berwarna hitam dan membukanya, berjalan di lorong dan segera turun melalui tangga. Saat di lantai bawah Everest menuju ke dapur menggunakan insting, "Akhirnya sampai. Gila, kayak dari Bandung ke Sumatra." Jangan percaya, Everest hanya berlebihan.

Everest terus jalan sampai di dapur melewatkan meja makan yang banyak orang menatapnya tajam, apalagi saat mendengar kata-kata  yang keluar dari mulutnya.

"River Veron Chandrakanta, dimana sopan santun mu?" Everest yang mendengar nada dingin itu berbalik badan dengan lemas, "Apa?" tanyanya lemas.

"Di mana sopan santun mu?"

"Ah. Oyasumi, Ahjussi," sapa Everest dengan membungkukkan badannya, "Eh, ini udah malem 'kan?"

Sontak aksinya membuat mereka menatap dirinya aneh, "Kenapa dicampur?" tanya seorang pemuda dengan walah datar.

"Kan saya suka dua-duanya jadi campur aja, siapa tau kan dapat bini dari dua negara sekaligus," jawab Everest senyum-senyum sendiri.

"Ekhm! Kenapa kamu keluar dari kamar?"

"Saya lapar lah, Om!" Pria yang tadi bertanya seketika menatap dirinya tajam yang membuat Everest bingung.

"Kenapa ya, Om?"

"Eh, udah dulu ya, Om. Saya laper nih, pengen makan," ujar Everest seraya mengelus perutnya.

Tanpa menunggu lama, Everest segera melenggang menuju dapur.

Saat sampai Everest membuka lemari dingin, melihat isi lemari dingin dengan berkacak pinggang, "Masak apaan, ya?"

Lama berpikir Everest memilih untuk memasak mie instan, "Kalau ada yang gampang, kenapa nyari yang susah?" gumamnya saat merebus mie kedalam air mendidih.

"Sedang apa kau?"

Everest yang meminum air dingin sontak kaget terbatuk-batuk. Bukannya menolong, orang tadi yang mengagetkan Everest hanya diam menyaksikan.

Setelah cukup mereda batuknya Everest segera menghampiri mienya, dirasa sudah matang padahal masih keras, Everest tuangkan mienya dalam piring yang sudah ada bumbu mie.

Berjalan melewati orang tadi yang masih berdiam diri dan meja makan yang masih terisi penuh oleh orang-orang, membuatnya mengurungkan niat untuk makan di meja makan. Jadi Everest memilih makan di kamarnya.

Setelah sampai dikamar, Everest duduk di ranjang tanpa menutup pintu karena ia baru sadar bahwa bohlam lampu di kamarnya tidak ada.

Everest makan dengan lahap tanpa disadari ada sepasang mata yang menatapnya dalam.

Keesokan harinya Everest sudah memakai seragam putih abu-abu, ia mulai sekolah karena perintah dari pria berpakaian jas kantor kemarin.

Menatap pantulan dirinya di cermin, Everest baru melihat wajah pemilik tubuh ini yang sangat ganteng walau ada lebam diwajahnya.

Memilih tidak menghiraukannya, menyambar ransel hitamnya dan segera turun ke lantai bawah untuk berangkat sekolah. Urusan sarapan nanti saja di kantin, kata Everest saat melewati meja makan.

'Oh, iya. Sekarang udah sampai mana alurnya? Atau baru mulai?'

Everest jalan ke halte bus sesuai insting tubuhnya, saat sampai Everest duduk di halte dengan seorang gadis berkacamata di sampingnya.

Mereka diam-diaman sampai busnya datang, keduanya naik ke bus dan duduk berdampingan karena bus sudah penuh oleh siswa-siswi sekolah.

Gadis itu sibuk membaca bukunya sedangkan Everest sibuk main ponsel.

Mereka berdua tenggelam dalam urusan masing-masing, tanpa disadari bus berhenti tepat di halte bus sekolah. Keduanya keluar dari bus begitu pun siswa-siswi yang lain.

Mereka semua berjalan memasuki gerbang sekolah, bertegur sapa dan mengobrol itulah pemandangan Everest disepanjang jalan.

"Eh, itu si sok Misterius sekolah? Gue kira keluar anjir!" Everest mendengarnya, entah kepada siapa siswi itu berbicara padahal lagi jalan sendiri, tapi kok nunjuk Everest yang hanya numpang lewat?

Mereka yang mendengar teriakan siswi itu menatap Everest dengan berbagai tatapan, mulai dari sinis, takut, bodoamat dan banyak lagi. Everest hanya berjalan tanpa mengindahkan tatapan mereka, 'Anjay! Keren banget gue! Berasa protagonisnya, woy!'

Karena sibuk dengan kenarsisan di otaknya, membuat Everest tidak sengaja tabrakan dengan seorang pemuda pendek, "Eh, maaf, Kak!" ujar pemuda pendek itu dengan ketakutan.

Everest yang melihatnya mendengus pelan, "Hm." jawab Everest (sok) dingin.

"M-Maaf, Kak. Saya tidak sengaja." Pemuda pendek itu menundukkan kepalanya dengan badan yang gemetar, "Udah gue maafin, udah pergi sana. Shu!" Usir Everest yang tersenyum tengil.

Everest pergi meninggalkan pemuda itu, dan tanpa disadarinya bahwa sedari tadi ia menjadi pusat perhatian, "Milik gue."
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

JANGAN LUPA VOTE!!☟

RivEstTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang