Sekarang pelajaran Matematika tengah berlangsung, namun Everest tampak tidak begitu memperhatikan pembelajaran.
"Bosan!" gerutunya pelan.
"Siapa yang bisa menyelesaikan rumus ini?" tanya guru wanita kepada murid yang diajarkannya.
Namun semuanya tampak enggan untuk menjawab, bahkan ada seorang siswa yang bermain ponsel di bawah meja, "Baiklah, Ibu akan menunjuk salah satu dari kalian." Sontak semua murid menegang, mencoba untuk tidak bertatap muka dengan guru wanita itu, membuat sang guru menghela napas lelah.
Saat melihat semua muridnya pura-pura menulis, ia melihat River yang hanya melamun membuatnya tersenyum manis, "River, ayok maju!" Perintahnya.
Everest yang merasakan terpanggil sedikit tersentak kaget dan segera berdiri menghampiri guru cantik itu, "Ada apa, Bu?" tanyanya yang berpikir kalau dirinya disuruh mengambilkan barang ke kantor guru.
"Selesaikan rumus ini." Everest terdiam melihat rumus itu.
'Waw... Hai, musuh.' Batin Everest.
"Ayok! Selesaikan!"
"Eum... Ada yang lain gak, Bu?" Everest mencoba untuk mengelak.
"Tidak ada! Sudah cepat selesaikan!"
"Gimana kalau aku gombalin Ibu dengan rumus Kimia?" Tawar Everest yang mengundang sorakan dari teman sekelasnya.
Berpikir sejenak, akhirnya guru itu menyetujui tawaran dari muridnya, "Hm, boleh. Tapi kalau garing, kamu selesaikan ini!" Rupanya guru wanita itu menyetujui walaupun terdengar terpaksa.
Everest pun memulai aksi kehidupan dulunya, "Bu, jika Newton tidak menemukan gaya gravitasi, pasti aku sudah melayang melihat senyumanmu." Setelah mengucapkan itu kelas yang tadinya ricuh menambah ricuh, apalagi melihat wajah guru mereka yang memerah sampai ke telinga.
"Lagi gak?" tanya Everest kepada teman-temannya.
"LAGI DONG!" jawab teman sekelasnya berbarengan.
"Ibu tahu gak? Ibu itu seperti senyawa ion. Setiap kali aku bersamamu, aku kehilangan muatan."
"GILAAA! SEJAK KAPAN RIVER BISA NGEGOMBAL ANJAY!!" Seru salah satu pemuda dengan penampilan urakan.
Mendengar teriakan itu Everest cuman tersenyum setelahnya terdiam sebentar memikirkan gombalan apalagi yang akan dibuatnya, satu kalimat terlintas di otaknya membuat Everest tersenyum miring, mereka yang melihat semakin penasaran apa yang dipikirkannya, "Ibu itu bagaikan O2. Iya, Ibu seperti separuh napasku."
"S-Sudah! Kembali ke mejamu." Sepertinya Everest berhasil melarikan diri dari rumus Matematika yang dibencinya. Dengan senang gembira Everest berjalan ke bangkunya.
࿄
Bel istirahat berbunyi, membuat semua murid berbondong-bondong keluar kelas untuk ke kantin. Begitupun dengan Everest, walaupun malas namun perutnya sedari tadi berbunyi membuatnya mau tak mau harus ke kantin.
Setelah sampai di kantin, Everest segera pergi ke stand makanan bakso. Sekarang Everest bingung ingin duduk dimana, semua meja sudah penuh dengan murid yang kelaparan.
KAMU SEDANG MEMBACA
RivEst
FantasyEverest Ice Maverick yang meninggal karena melewati rumah kosong, harus menerima kenyataan bahwa dirinya berpindah raga ke salah satu karakter novel yang dibacanya sebelum meninggal. "Oh, ini rumahku? Kok kayak bukan rumah?" "Katanya rumah tempat ki...