《 Katanya Rumah 》

392 37 0
                                    

Tak terasa mereka sudah sampai disebuah bangunan yang menjulang tinggi berwarna putih.

Memasuki halaman depan rumah dan tepat didepan anak tangga, pintu mobil dibukakan oleh orang tadi, dan terlihatlah seorang remaja yang fokus dengan makanannya didalam plastik.

Seseorang yang melihatnya makan dengan cara begitu hanya menatap datar, "Tuan Muda, kita sudah sampai," ucapnya menyadarkan Everest dari dunianya sendiri.

"Oh sudah sampai? Yasudah sih!"

Mereka pun masuk ke dalam rumah besar itu dan disambut dengan berbagai tatapan dari keluarga pemilik tubuh.

"Beraninya kau memukul putriku."

"Hah? Memukul? Apa? Siapa? Kapan? Mengapa? Dimana? Bagaimana?" tanyanya pakai rumus 5W+1H.

Mereka semua menatapnya datar kecuali empat orang, tiga orang menatapnya sinis dan satu orang lagi menatapnya gemas.

"Tsk! Sok polos!" gertak seorang pemuda dengan baju putih abu-abu yang berantakan.

Everest menatapnya aneh, 'Ada makhluk kayak gini?' batinnya.

Everest menatap semua orang yang berkumpul di ruang keluarga satu persatu, mengangkat bahu acuh dan berjalan kearah pintu besar tadi.

"Mau kemana kau?" tanya seorang pria brewok tipis dengan nada rendah.

"Mau pulang, Om," jawab Everest polos.

"Tapi ini rumahmu."

"Oh, ini rumahku? Kok kayak bukan rumah?" Sontak mereka kecuali tiga orang menatapnya tajam, "Apa maksudmu?"

"Katanya rumah tempat kita berteduh," ujar Everest dengan mata berkaca-kaca, "Tapi kok rumahku yang memberikan hujan?" lanjut Everest yang mulai menangis.

Hening. Mereka memikirkan perkataan dari Everest, tanpa disadari semua orang Everest sudah keluar dari rumahnya.

Setelah keluar dari rumah besar penuh kehangatan, Everest memikirkan ucapannya tadi. Ucapan yang murni dari pikirannya dari jiwa Everest, karena ia juga merasakannya, di kehidupannya.

"Harusnya gue bilang gitu juga ke keluarga gue yang seperti Anjing, karena selalu menggonggong."

Asik dengan kekesalan yang melanda, rupanya Everest sudah berada di daerah kaki lima. Melihat banyak makanan didepan mata membuat Everest melupakan kekesalannya.

Mendatangi salah satu pedagang yang mengelap alat makan dengan kain berwarna merah, "Mang Siomay! Beli lima ribu!" ucap Everest semangat.

Begitupun pedagang siomay yang semangat melayani pembeli, "Campur, Dek?" tanya pedagang siomay, "Campur! Sambalnya yang banyak ya, Mang?!" jawab Everest dengan mata yang berbinar.

Saat menunggu jajanannya jadi, Everest seperti melihat bayangan seseorang yang dikenalnya, "Lah, gue?... Oh! Alaska toh."

"Ini, Dek." Tersadar dari lamunannya Everest dengan cepat-cepat memberikan uang berwarna kuning.

Setelahnya berlari kecil ke sosok Alaska, "Aska!" Panggil Everest, mendengar nama panggilan sayang dari Everest sontak Alaska membalikkan badannya.

"Eh, Ice?"

"Ngapain lo disini?"

"Cari makan."

"Oh." Mereka pun terdiam, Everest yang fokus dengan siomaynya dan Everest yang menunggu makanannya jadi.

"Kok lo disini? Bukannya lo diseret sama orang nyebelin, ya?" tanya Alaska setelah menerima kembalian dari bapak jualan mie ayam.

Mereka berdua berjalan menjauhi area pedagang kaki lima, "Dek, lo tinggal sendiri gak?" Dipertengahan Everest menanyakan sesuatu dengan wajah memelas, Alaska menatapnya aneh dan mengintimidasi, biasanya kalau Everest memanggilnya dengan embel-embel 'Dek' pasti ada maunya.

"Sendiri. Kenapa?"

"Gue nginep, ya? Gue diusir sama Bapak-Bapak yang gue sendiri gak kenal. Ya gue nginep ya, ya, ya?" Melasnya, Alaska melihatnya hanya bisa mengangguk dengan mata terpejam.

'Silau!'

Mereka berjalan beriringan menuju apartemen Alaska. Tiba didepan Apartemen, Everest ternganga melihatnya, "Gila! Ini mah hotel!" gumam Everest yang masih terdengar oleh Alaska.

Menghiraukan Everest yang masih takjub dengan Apartemen tempat ia tinggal, dengan tidak sabaran Alaska menarik pergelangan tangan River menuju lift.

"Sabar napa?!" Kesal Everest namun tidak dihiraukan oleh Alaska, "Lo lama." Everest hanya memutarkan matanya malas.

"Btw... Kok lo tau visual gue di dunia nyata?" tanya Everest yang baru teringat tentang kejadian di Perpustakaan.

"Tidak ada yang tidak tahu oleh keluarga Rodriguez," ucap Alaska menatap tepat pada mata hazel River.

Everest memiringkan kepalanya, "Rodriguez? Siapa?" Alaska menatapnya penuh kesal, saat akan membalas ucapan Everest namun terpotong oleh pintu lift yang terbuka.

Seperti sebelumnya, Alaska menarik tangan River pelan. Tiba di pintu dengan pahatan nomor 313, baru memasuki ruangannya Everest sudah tercengang dengan desain dan luasnya.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Nota:
-Kalau bagian tubuh disebut River
-Kalau bikin 'Dia makan' aku akaan tulis 'Everest makan' ha! Macam tu!

JANGAN LUPA VOTE!

RivEstTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang