《 Siapa? 》

351 34 0
                                    

Setelah sarapan bersama Alaska di Apartemennya, sekarang Everest sudah memakai seragam batik dari Alaska.

"Untung muat," gumam Everest, takutnya baju Alaska terlalu kekecilan atau kebesaran ditubuh River.

"Udah berkacanya?" Everest yang kaget segera menoleh kearah pintu dan terdapat duplikat dirinya, menatapnya dengan bosan seraya melipat tangan didepan dada.

"Hehe, udah. Yok, berangkat," ucap Everest dan segera berlalu dari sana, menunggu Alaska di depan pintu masuk.

Everest yang melihat Alaska sudah keluar dari kamarnya seraya membawa jaket serta helm, menatapnya kesal, "Ayok cepat! Lama deh lo!" ucap Everest kesal, padahal dirinya yang lama bercermin.

Alaska hanya menggelengkan kepala pelan, berjalan melewati Everest dan memasukan kode angka ke pintu Apartemennya.

Seperti biasa Alaska menarik tangan River supaya tidak ketinggalan, "Please, deh! Kalau mau gandeng tangan gue pelan saja, jangan kencang-kencang," ucap Everest saat tidak sengaja tersandung kakinya sendiri.

"Nanti dikira pasangan." Sontak perkataan Alaska membuat Everest kicep.

"O-Oh... Yaudah kasar aja."

Entah kenapa Alaska justru terkekeh pelan.

Sekarang mereka diparkiran Apartemen tempat tinggal Alaska, "Gue aja yang nyetir!" seru Everest kepada Alaska yang sudah duduk di jok motor.

"Tidak. Cepat naik," ucap Alaska datar dengan aura pekat dibelakang tubuhnya.

Everest langsung naik ke jok belakang motor, tidak ingin berdebat dengan Alaska yang sudah memasuki zona merah.

Alaska yang melihat Everest sudah duduk nyaman dibelakang, segera menjalani motor gedenya.

Perjalanan diisi oleh ocehan Everest yang melihat orang-orang disepanjang jalan.

Tadi saja Everest mengomentari tukang parkir, "Itu Mang Parkir di sana, kayaknya orang luar deh. Hidungnya mancung, anjay." Heboh Everest saat melihat tukang parkir yang lagi duduk menghitung jumlah uang, terlihat masih muda dengan hidung mancung seperti perosotan.

Sontak perkataan dari Everest mengundang cubitan main-main dari Alaska, "Jangan belok." Peringatan dari Alaska membuat Everest menatapnya aneh.

"Siapa juga yang mau belok?!"

"Siapa tau."

"Sialan!" Maki Everest seraya memukul belakang kepala Alaska.

Tanpa terasa mereka sudah sampai di SMA Gemintang, tempat mereka menuntut ilmu. Pekikan terdengar saat para protagonis memasuki area sekolah.

"AAAA KAK KENT!! GANTENG BANGET!"

"JAVIER!! NIKAHIN AKU DONG!!"

"AIYAZ! DIAMMU MEMBUATKU MELELEH!"

Dan masih banyak lagi pekikan dari para siswi, membuat Everest iri, "Gue juga mau jadi artis sekolah," gumam Everest sendu, Alaska yang mendengar gumaman Everest hanya bisa menepuk bahunya pelan, memberikan semangat.

"ALASKA!! GUE SUKA LO!!"

"ALASKA! AYOK KITA KE OYO!"

"ALASKA!! YU MARI MI?!"

"ALASKA GANTENG BANGET!"

"BAWA AKU KE PELAMINAN, ALASKA!"

Everest menatap Alaska sinis, ia merasa direndahkan karena senyum kecil Alaska, "Maksud lo? Lo ngeledek gue?" Alaska mengigit pipi bagian dalam, tidak ingin kelepasan tertawa didepan umum.

"Kelas." Kode Alaska dan dituruti oleh Everest yang mengikutinya dari belakang.

"Btw, lo kelas berapa?" tanya Everest yang tidak ditanggapi oleh Alaska.

"Maaf, gue gak denger lo nanya itu."

"Gue sih gak peduli ya."

Didepan kelas XII Mipa 4 terdapat dua remaja laki-laki yang berantem, bukan berantem sambil tonjok menonjok tapi berantem karena salah satu dari mereka ngambek.

"Hoy! Udah bubar, nanti aja berantemnya di kasur! Lo pada ngalangin jalan tau!" Sontak Alaska dan Everest mengalihkan atensinya ke seseorang yang tengah menahan senyum.

"Pergi lo, Aska!" usir Everest sewot.

"Gue tunggu di kantin."

Dengan wajah yang tidak enak dipandang, Alaska menatap orang tadi dengan sinis dan segera berlalu dari sana.

Everest memasuki kelasnya dengan wajah malas, berjalan ke bangkunya dan duduk anteng menunggu guru masuk.

Guru pun masuk dan segera menerangkan pelajarannya.

Bel istirahat berbunyi menandakan kemenangan pertama bagi siswa-siswi.

Everest berlari keluar kelas menuju kamar mandi, dari tadi dirinya menahan sesuatu yang sudah mengganjal.

"JAUH BANGET, BUSET!" teriak Everest kesetanan, yang mengundang tatapan dari para murid.

Tidak membutuhkan banyak waktu akhirnya Everest sampai di kamar mandi dan segera masuk ke salah satu bilik yang kosong.

Setelah selesai dengan urusan buang air, Everest mencuci tangannya seraya bersenandung kecil.

"Dulu kita sahabat, teman begitu hangat~" senandung dengan suara yang tidak begitu indah, mengalun di kamar mandi pria yang hening.

Membasuh wajah River. Everest berkaca mengagumi wajah River yang tampan. "Mengalahkan sinar mentari~" lanjut lirik lagu Kepompong.

"Dulu kita sahabat, berteman bagai ulat~" lirih Everest merenungi kehidupannya dulu.

"Berharap jadi kupu-kupu~" Tersenyum tipis saat ingatannya tertuju pada seorang anak laki-laki yang menyodorkan gulali kapas kepada Everest kecil.

"Kini kita berjalan berjauh-jauhan~"

"Kau jauhi diriku karena sesuatu." Everest tersentak kaget, itu bukan suaranya. Suara itu datang dari belakang tubuhnya, saat berbalik badan ia terkejut. Everest mengenalnya, tapi kok ada di dunia ini?
.
.


.
.
.
.
.
.
.
.

Omo omo omo omo saha eta?

RivEstTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang