03 🦋

21 3 0
                                    

Seminggu kemudian
.
.
.

Matahari kian malu bersembunyi dibalik awan kelabu. Hujan membasahi Tokyo sejak semalam dan rintiknya membangunkan Nami yang masih terlelap bergelung dalam selimut.

Akhir pekan yang mendung seperti ini sangat cocok untuk terus berada di rumah, tanpa melakukan apapun. Hanya berdiam diri atau lebih tepatnya mengistirahatkan tubuh dan juga mental Nami.

Nami sendiri masih saja berada dalam pelukan hangat selimutnya, ia tak berniat untuk beranjak dari kasur tersayangnya. Lagi pula Nami yakin ibunya juga pasti masih terlelap. Sampai beberapa detik kemudian dering notifikasi terdengar menandakan adanya pesan masuk.

Mau tak mau Nami membuka kedua matanya walau masih terasa sangat berat. Tangannya mencari keberadaan benda pipih itu di nakas. Setelah mendapatkan apa yang ia cari, Nami menarik tangannya kedalam selimut lagi, mata ngantuknya itu membaca pesan singkat dari seseorang.

Nami tak langsung bereaksi setelah membaca pesan itu, hingga setelah otaknya mencerna dengan sempurna barulah dirinya terbangun dengan wajah yang terkejut dan bibir yang tersenyum.

_______

Chifuyu😺
[Selamat pagi Nami, ini bibi. Aku ingin memberitahumu, Chifuyu sudah siuman. Kau bisa datang menjenguknya hari ini]
_______

Pesan dari ibu Chifuyu menghilangkan rasa kantuk Nami begitu saja. Pesan yang sangat Nami tunggu-tunggu sejak sepekan terakhir. Matanya berair dan terasa panas tapi hatinya sangat lega saat. Tidak lama Nami menuliskan balasan jika dirinya akan berkunjung pagi itu.

Segera beranjak dari tempat tidur, Nami lekas berlari kecil ke kamar mandi. Tak butuh waktu lama Nami sudah siap dengan pakaian rapi dan bergegas turun dari apartemennya. Nami meninggalkan pesan di note kecil di atas meja makan beserta sarapan untuk ibunya yang masih tertidur.

Walau gerimis masih belum reda, Nami dengan semangat melangkahkan kakinya menuju stasiun. Dengan berbekal payung dari minimarket, Nami berjalan di halaman apartemen dengan tergesa. Saat akan sampai ke gerbang, seseorang menyerobot masuk ke dalam payungnya.

"Aku boleh bergabung kan? Hujannya semakin deras" Ran bertanya dengan senyum tengilnya. Tidak menghiraukan wajah Nami yang sudah pucat karena terkejut.

"Kau sudah melakukannya" Nami tak tahu darimana datangnya orang ini. Bahkan dia kaget setengah mati karena ada orang yang tiba-tiba saja melompat ke sebelahnya.

Mereka berdua berjalan ke gerbang depan dengan susah payah. Nami memang tak setinggi itu dan Ran tidaklah pendek. Ran berjalan dengan sedikit menunduk sedangkan Nami berusaha keras agar payungnya tak mengenai kepala Ran. Alhasil Nami dan Ran malah sama-sama terkena air hujan. Baju di bagian bahu mereka basah, apalagi Nami yang pendek karena hujan yang berangin rambutnya juga terkena percikan air.

"Sini berikan padaku" Ran mengambil payung ditangan Nami dan merangkul Nami agar lebih mendekat padanya. "Kau akan basah jika terlalu jauh"

Nami ingin sekali menolak, tak masalah baginya jika kebasahan sedikit. Tapi karena takut pada Ran dan pikirannya tertuju pada Chifuyu membuatnya sedikit bodo amat,  membiarkan Ran melakukan apa yang dia inginkan. Toh tujuan kami sama-sama ke stasiun, pikir Nami.

Sesampainya di stasiun Ran melipat payung itu dan memberikannya pada Nami.

"Senpai, aku pergi dulu. Sampai jumpa" Nami langsung berlari ke arah peron yang dituju setelah mendapatkan kembali payungnya.

"Tunggu, kau akan kemana?" Ran mengejar Nami

"Kenapa memangnya?"

"Jawab saja" Ran berpikir, kenapa gadis ini selalu meninggalkanku? Apakah pergi tiba-tiba adalah hobinya?

; | Semicolon Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang