05 🦋

15 3 0
                                        

Happy reading🎀✧⁠*⁠。

.

.

.


Sejak Erika tidak sengaja melukai Nami, semua gangguan yang gadis itu terima berhenti. Karena Erika tidak terlihat di sekolah selama dua hari terakhir. Tidak ada yang tahu kabar mengenai Erika. Teman yang bersamanya malam itu juga tidak tahu-menahu kemana perginya Erika.

Hingga pada hari Rabu, sang wali kelas mengumumkan bahwa Erika sedang dirawat di rumah sakit. Gadis itu diserang saat akan pulang ke rumahnya oleh orang tidak dikenal. Dugaan sementara adalah penyerangan oleh geng motor. 

Dikabarkan bahwa kejadiannya tepat di malam Nami dirundung oleh Erika. Kepolisian juga sedang mengusahakan pencarian pelaku penyerangan. Namun karena tidak ada bukti apapun di tkp dan korban yang belum sadarkan diri, kepolisian mengalami jalan buntu. Akan tetapi tersebar rumor lain mengenai kasus ini yang beredar dikalangan murid.

Nami yang mendengar berita berpikir bahwa semua ini terlalu kebetulan. Walau jujur saja hati Nami merasa sedikit senang, tapi keadaan Erika kali ini cukup parah dan belum sadarkan diri. Bisik-bisik mulai terdengar di penjuru kelas, ada beberapa anak kelasnya yang merasakan hal yang sama dengan Nami. Mereka mengutuk Erika dan mulai tertawa kecil.

Hari itu berjalan seperti dua hari terakhir, Nami menjadi lebih bersemangat menjalani hari-harinya tanpa perlu memusingkan banyak hal. Seperti kembali ke awal. Gadis itu tersenyum lega di bangkunya, hingga bel istirahat terdengar. Semua murid berhamburan ke luar kelas menuju ke kantin sekolah. Hanya menyisakan Nami yang tetap duduk di bangkunya sendirian. 

"Ada apa senpai mencari ku?" Nami menoleh ke arah Ran yang berdiri di ambang pintu. 

Dahi Ran mengernyit, padahal sebelumnya Nami memanggil namanya dengan santai tapi kali ini gadis itu kembali memanggil Ran dengan sebutan senpai seakan memberi jarak.

"Aku ingin bicara denganmu" dengan langkah panjangnya Ran berjalan ke arah Nami. 

"Seperti yang kubilang malam itu" Ran membalik kursi didepan bangku Nami dan duduk menghadap gadis itu. Mereka hanya saling memandang beberapa detik tanpa ada yang membuka suara.

Tiba-tiba tangan Ran meraih wajah Nami, menyentuh luka di pipi gadis itu dengan hati-hati. Sedangkan tangan kirinya memainkan ujung rambut pendek gadis itu dengan bibir yang terus bergumam tidak jelas.

Nami tersentak ketika mendapat perlakuan seperti itu. Segera ia tepis tangan laki-laki didepannya dengan cepat. Walau jujur kini dadanya berdegup kencang, Nami jadi teringat terakhir kali ia berurusan dengan Ran, mata kirinya hampir saja menjadi buta.

"Tolong jangan menyentuh orang sembarangan, senpai"

Bukannya tersinggung, Ran tetap menatap Nami dengan ekspresi yang rumit. Mata laki-laki itu terlihat sedang memendam perasaan yang tidak Nami ketahui. Kemampuan 'membaca pikiran orang' Nami menjadi tidak bekerja jika berhadapan dengan Ran. Apalagi perlakuan yang Ran tujukkan padanya semakin membuat Nami bingung.

"Jika tidak ada yang ingin dibicarakan aku akan pergi" Nami sudah hendak berdiri dari duduknya. Tapi Ran dengan cepat menarik lengan Nami, menghentikan langkah gadis itu.

"Aku ingin meminta maaf padamu" tukasnya. "Seharusnya aku menemanimu pulang. Maaf, aku tidak bisa menjagamu, Nami" Nami tidak pernah berekspetasi akan mendengar perkataan maaf dari seorang Haitani Ran. Jika saja ada orang lain yang mendengarnya, mereka bisa saja salah paham.

"Ran, ini benar-benar tidak lucu. Seseorang bisa salah paham" Nami melepaskan tangan Ran yang menahan lengannya dengan kasar. Gadis itu benar-benar beranjak dari sana dan berjalan meninggalkan Ran.

; | Semicolon Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang