"Saya akan ganti baju." Sanji menekankan kata-kata dengan tujuan memberi tahu sang sekretaris berhenti mengikutinya.Sayang, tidak digubris oleh Ibu Monica.
Wanita berusia empat puluhan tahun itu tetap saja mengekor di belakangnya, masuk ke areal kamar tidurnya yang privat.
Sanji menyerah. Membiarkan saja. Mengusir tidak akan sopan untuk melakukannya.
Kasar sedikit saja bersikap, maka dirinya akan dilaporkan ke ayah atau sang ibu.
Lalu, salah satu dari mereka akan berikan pelajaran padanya berupa tamparan kasar.
Sanji sudah sangat hafal polanya.
"Agenda Anda jam sembilan ini adalah makan malam dengan anak dari ketua dewan pusat."
"Saya tidak mau." Sanji menolak tegas.
Dalam satu bulan ini, orangtuanya sudah merencanakan dua perjodohan baru untuk dirinya lakukan, semua tentu tidak jadi.
Ya, Sanji tentu turut andil membatalkan.
Sekeras apa pun ayah dan ibunya menyusun rencana perjodohan politik yang apik, ia akan selalu punya celah mengacaukan.
Dengan permainan licik dirancangnya.
"Anda harus datang, Bu Sanji."
"Tidak bisa." Ditunjukkan masih penolakannya yang tegas. Tatapan tajam mulai dilayangkan.
Daripada meladeni sang sekretaris, Sanji lebih memilih segera mengganti pakaian. Ia berjalan ke salah satu walk in closet.
Setelan formal kerjanya yang berkelas diubah menjadi gaun pesta minim bahan. Panjang hanya selutut.
Koleksinya lumayan banyak. Dipilih salah satu yang menurutnya aman dibawa ke luar dan tak memancing mata pria hidung belang.
"Anda mau ke mana, Bu Sanji?"
"Bersenang-senang," jawabnya dingin.
"Anda mau ke mana?"
Sang sekretaris butuh jawaban amat jelas.
"Bar." Sanji menekankan katanya tersebut.
"Anda tidak bisa ke sana, Bu Sanji."
Sudah diduganya akan ada larangan, namun tak akan jadi penghalang yang membuat rencananya bisa dibatalkan begitu saja.
Setelah mengurai rambut, Sanji berjalan menjauh dari walk in closet. Pergi ke deretan rak penyimpanan sepatu-sepatunya.
Dipilih flatshoes saja.
Dengan gerakan kaki yang gesit, Sanji pun melangkah keluar dari kamarnya.
Dan sebelum sang sekretaris bisa menyusul, pintu lekas ditutup. Sudah tentu dikuncinya.
Ibu Monica tidak akan bisa membuntuti.
Pengawalnya pun tak berjaga karena sakit. Ajudan cadangan tak ada di apartemennya.
Sudah sejak seminggu direncanakan matang pelarian ini. Hasilnya pun maksimal.
Kini, tinggal eksekusi akhir, yakni pergi ke bar dengan mobil yang disewa kemarin. Tak akan mampu dilacak dirinya beberapa jam.
Terparkir di basement dasar apartemen. Ia sendiri menaruhnya, sehingga tahu persis di areal mana tepatnya memarkirkan.
Dijalankan cepat mobil jenis SUV dikendarai, sebelum sang sekretaris menemukannya.
Sanji senang dapat kabur sampai besok pagi. Terbebas dari peran sebagai anak sempurna tanpa cela, seorang calon ketua umum partai.
Brak!
Sanji kaget bukan main sembari dihentikan mobil dengan tiba-tiba pula.
Nyaris menabrak orang yang berdiri begitu saja di hadapan kendaraannya.
Guna memastikan lebih lanjut kondisi sosok tersebut, Sanji segera keluar mengecek.
Saat sampai di kap depan mobil, orang yang hampir saja ditabrak, dapat dikenali betul.
"Hemmy Weltz?" Refleks disebutnya nama dari pria tinggi besar di depannya.
Seluruh tubuh menegang. Perjumpaan yang sama sekali tak diduga akan dialami setelah dua tahun tidak pernah berjumpa sosok itu.
"Hai, Calon Bu Menteri. Kita bertemu lagi."
Saat ingin dijawab, didengar suara rengekan seorang bayi. Dicari cepat sumber asalnya.
Ternyata dari baby stoller. Tepat berada di sebelah mobilnya. Sanji lekas menghampiri.
Ada seorang bayi perempuan manis di dalam. Sangat cantik dengan netra warna biru.
Sanji dibuat terpukau seketika. Hatinya pun menghangat ditatap polos bayi mungil itu.
"Dia anakku."
Sanji menoleh pada Hemmy Weltz.
"Dia anakmu?" Diperjelas kembali.
Sanji pun terusik dengan terhapus senyuman di wajah pria itu, digantikan ekspresi dingin. Tatapan juga lebih tak bersahabat.
Sanji turut merasa kaget akan fakta jika pria itu sudah memiliki seorang anak.
Ya, selama satu tahun ini, Sanji mencari informasi tentang Hemmy Weltz, pria itu pun tak memiliki riwayat pernikahan.
Dan sekarang malah dilihat anak Hemmy secara langsung di hadapannya.
"Selamat sudah punya anak." Sanji ingin berbasa-basi agar bisa lanjutkan obrolan.
Diulurkan tangan guna bersalaman.
Namun, Hemmy hanya diam saja.
"Anakmu pasti cantik seperti ibunya." Sanji masih berupaya memancing percakapan.
"Kamu ibunya."
Sanji seketika mengerutkan kening sebab tak paham. "Hah? Bagaimana?"
"Aku sedang mencari ibu untuk anakku."
"Sepertinya aku akan memilihmu."
Sanji semakin kebingungan. "Aku tidak bisa mengerti dengan ucapan Hemmy Weltz.
"Akan aku jelaskan di apartemenku."
"Tolong gendong anakku."
Sanji belum sempat menunjukkan kesetujuan atas ajakan Hemmy, pria itu sudah serahkan sosok bayi mungil perempuan yang tadi ada di dalam kereta, ke gendongannya.
Sanji merinding mendadak. Entah mengapa, ada sensasi aneh di hatinya memeluk buah hati Hemmy yang sangat cantik.
Seperti melihat anaknya sendiri.
..................
Mari berkomentar, hehe.

KAMU SEDANG MEMBACA
Buah Hati Rahasia
Roman d'amour[Follow dulu untuk bisa membaca part yang lengkap] Hemmy Weltz (33th) sudah bertekad kuat akan membalas dendam pada orangtua Sanji Dermawan (28th), karena darah dagingnya dibuang oleh mereka tanpa belas kasih. Kedua politikus sok suci itu akan dihan...