Saat membuka mata, Sanji langsung sadar jika sedang tidak berada di apartemennya.Rangkaian satu demi satu kejadian dialami kemarin, muncul di dalam benak.
Yang terakhir diingat adalah menerima ajakan Hemmy Weltz ke apartemen pria itu. Mereka lalu minum bersama sampai ia mabuk.
Sanji spontan bangun, walau hantaman sakit di kepala cukup besar yang mengganggu.
Dilihat cepat tubuhnya. Pakaian pun masih lengkap. Tak ada tanda-tanda yang janggal tertangkap oleh kedua matanya.
Begitu juga terasa di badannya.
Sempat dikira ia menghabiskan malam panas lagi dengan Hemmy, untung saja tidak.
Sanji hanya mewanti jika sampai lepas kontrol saat dalam pengaruh minuman beralkohol.
Apa pun bisa terjadi saat kesadaran sedang dalam kondisi yang tak penuh.
Sanji lantas melihat ke sekeliling. Ingin tahu ia tengah berada di ruangan seperti apa.
Setiap sudut diperhatikan saksama agar bisa diambil kesimpulan dengan benar.
Dari interior yang dilapisi wallpaper kartun. Lalu, ada boks bayi besar. Serta juga ranjang mini yang sedang dirinya tempati.
Sanji yakin benar tengah di kamar tidur buah hati Hemmy. Siapa namanya? Ah, Soul.
Ingin lebih lama diam di ruangan ini karena terasa nyaman, namun ia harus segera balik ke apartemen. Jam kerjanya pukul sepuluh.
Tentu, untuk dapat berdiri dengan benar, ia butuh ekstra tenaga karena kepalanya yang masih saja berdenyut lumayan keras.
Namun tetap dipaksakan berjalan.
Untung, bisa keluar kamar tanpa kehilangan keseimbangan, walau berjalan amat pelan.
"Wahh, Soul sangat suka, ya? Haha."
"Makannya pelan-pelan, Sayang."
Arah pandang Sanji langsung terpusat pada sumber suara yang baru didengarnya.
Dilihat Hemmy Weltz di meja makan bersama dengan putri kecil pria itu. Soul menempati baby chair seat di samping Hemmy.
Lalu, didengar suara cekikikan tawa lucu bayi manis pria itu karena terus diajak berguyon.
Mereka hanya berdua tanpa seorang ibu, tapi tampak begitu akrab dan juga bahagia.
Pemandangan keluarga kecil yang juga ingin dirinya bisa rasakan suatu hari nanti.
Sanji seketika gelagapan, tatkala sang pemilik apartemen menyadari keberadaan dirinya.
Tak bisa dihindari tatapan Hemmy. Pria itu pun mengukirkan senyum ramah padanya.
Aliran darah mendadak menjadi berdesir.
"Bergabung dengan kami, Sanji."
Undangan untuk ikut sarapan bersama.
Tak mungkin akan disia-siakan. Walaupun, waktu terbatas karena harus segera kembali ke apartemen guna berangkat bekerja.
Dengan langkah yang masih pelan, Sanji berjalan ke arah meja makan. Mata terus memandang sosok menggemaskan Soul.
Kursi kosong di sebelah Hemmy, sudah pria itu geser untuk dirinya tempati.
Namun, tak langsung didudukinya. Lebih dulu mendekati Soul. Ingin menyapa bayi manis itu. Tiada henti ia dipamerkan senyum.
"Pagi, Baby." Dilontarkan sapaan lembut yang disertai usapan halus di rambut Soul.
Memori semalam, mulai bisa diingat, terutama saat tidur bersama bayi perempuan itu.
Rasanya sangat nyaman. Ia terlelap dalam mimpi yang tumben tidak buruk.
Malah Soul muncul di bunga tidurnya.
Dirinya dan putri kecil Hemmy itu diceritakan bermain bersama di taman kota. Layaknya seorang ibu dan anak kandung.
Walau sebatas mimpi, Sanji sudah senang. Suasana hatinya membaik pagi ini.
"Sarapan roti ala Eropa?"
Mendengar pertanyaan Hemmy, tentu harus diberikan atensi pada pria itu. Disaksikan Hemmy membawa piring dari arah dapur.
Di tangan kiri memegang gelas. Entah apa isi di dalamnya, bukan seperti air mineral.
Keduanya ditaruh tepat di atas meja.
"Jus lemon bagus untuk hangover."
"Makasih, Hem." Sanji berujar tulus dengan perasaan sedikit tidak enak hati.
Lantas, diusap omelet dan sausage yang ada di piring. Dikunyah cepat agar bisa segera pula minum jus lemon selanjutnya.
Semalam dirinya sangat rapuh. Menangis terus dan menceritakan masa lalu yang amat kelam. Sungguh memalukan jika diingat.
Harusnya tak minum banyak sampai mabuk berat, sampai kehilangan kontrol perasaan.
Semua luka yang dipendam selama ini pun telah diungkapkan gamblang pada Hemmy yang notabene tak memiliki hubungan spesial apa pun dengan dirinya sejauh ini.
Namun penyesalan tidak berguna sekarang.
"Habiskan ayo, Sayang."
Sedetik selepas Hemmy bicara, putri manis pria itu bereaksi dengan senyuman lucu yang lebih lebar. Dua gigi susu pun terlihat.
Lantas, Soul membawa sendok kecilnya di mangkuk ke mulut, menyuap sup kental dengan lumayan belepotan.
Sanji tak bisa memindahkan atensi. Lagi-lagi dibuat terpikat akan aksi bayi perempuan itu.
Didengar pula Hemmy terkekeh. Pastinya terhibur oleh tingkah menggemaskan Soul.
Sanji pun berkeinginan mengobrol dengan Hemmy, sehingga dialihkan pandangan ke pria itu. Hemmy segera memandang balik.
"Apa yang kamu buat untuk sarapan Soul?"
"Beberapa campuran buah yang diblender tanpa gula atau pemanis lain."
Sanji hanya mengangguk menanggapi.
"Kalau kamu punya resep makanan untuk bayi, kamu bisa buatkan untuk Soul juga."
Ide Hemmy jelas disetujui. Gerakan kepala menunjukkan anggukan pun kian semangat.
Akan dicari menu makanan sehat bagi bayi satu tahun. Lalu dimasak sendiri. Ia yakin masakannya punya cita rasa yang enak.
"Apa artinya kamu mau jadi ibunya Soul?"
"Ya?" Sanji mendadak tak paham.
Mata mendadak lebih membulat akibat efek kaget melihat Hemmy mengeluarkan sebuah kotak kecil yang berwarna merah.
Diletakkan oleh pria itu di atas meja, tepat di depan dirinya. Ia pun sudah tahu apa isi di dalamnya, tanpa harus membuka dulu.
"Kalau kamu mau bersedia menjadi ibu Soul. Pakailah cincin ini. Aku akan menikahimu."
"Kamu tidak harus menjawabnya sekarang juga. Kamu bisa memikirkannya dulu, Sanji."
..........
Mari sedekah komen biar pahalanya semakin banyak. Hahaha.
KAMU SEDANG MEMBACA
Buah Hati Rahasia
General Fiction[Follow dulu untuk bisa membaca part yang lengkap] Hemmy Weltz (33th) sudah bertekad kuat akan membalas dendam pada orangtua Sanji Dermawan (28th), karena darah dagingnya dibuang oleh mereka tanpa belas kasih. Kedua politikus sok suci itu akan dihan...