Happy Reading
•
•
•
•
•
•"Kenapa mundur-mundur? Berharap gue elapin sudut bibir lo?" tanya Areksa sambil tersenyum.
Zelmira mendengkus kesal. "Apaan, sih!" serunya. Tangannya bergerak ingin mengusap noda kecap di sudut bibirnya, tetapi Areksa menahan tangannya.
Areksa menggerakkan tangan kanannya untuk mengusap lembut sudut bibir Zelmira yang terkena noda kecap menggunakan tisu yang diambilnya. Hal itu mampu membuat Zelmira membeku di tempat.
"Lo lucu kalau lagi salting kayak gini," ujar Areksa.
"Gue nggak salting, jangan kepedean."
Zelmira memalingkan wajahnya. Ia mencubit lengannya karena sempat salah tingkah. Areksa mengulum bibirnya, menahan senyum geli karena melihat apa yang dilakukan oleh Zelmira. Ia tidak tahu jika Zelmira akan menjadi menggemaskan seperti ini.
"Kalau udah, gue antar pulang," ujar Areksa sambil mengambil gelas susu jahe miliknya yang hanya menyisakan sedikit karena sudah sempat diminum oleh Zelmira.
***
"Masuk, ngapain masih berdiri di sini?" tanya Areksa saat Zelmira hanya berdiri di samping motornya.
"Jaket lo mau gue cuciin dulu atau bawa pulang sekarang? Kayaknya lo kedinginan, tapi jaketnya udah gue pake," ujar Zelmira.
"Ya lo cuci dulu, ya kali lo udah pake tapi nggak mau nyuci," ujar Areksa dengan raut wajah datarnya.
Entah mengapa, itu adalah jawaban spontan dari Areksa. Namun, di dalam hati ia ingin memiliki alasan bertemu Zelmira, jadi dengan jaket itu ia yakin akan bertemu Zelmira dengan terlihat wajar.
"Ya udah, lo tunggu dulu di sini. Tunggu! Pokoknya tunggu!" seru Zelmira sambil memencet bel agar dibukakan pintu gerbangnya.
Setelah pintu gerbang terbuka, ia segera masuk ke dalam rumah. Tujuan pertamanya saat masuk adalah kamar Zeland. Ia segera menaiki lift untuk pergi ke kamar Zeland.
"Bang, pinjem jaket," seru Zelmira sambil masuk ke kamar Zeland tanpa mengetuk pintu terlebih dulu.
"Heh! Buat apaan?" tanya Zeland dengan kesal.
"Pokoknya pinjem! Nggak boleh pelit!" ujarnya sambil membuka lemari pakaian Zeland.
Setelahnya mengambil jaket berwarna hitam dan membawanya keluar dari kamar dan segera keluar rumah. Begitu sampai di luar rumah, Areksa sudah tidak ada di sana, membuat Zelmira dilanda kekesalan.
"Nyebelin banget, sih? Udah gue bilangin tunggu, malah pergi!" sungutnya kesal sambil kembali ke dalam rumah.
Saat masuk ke dalam rumah, Arland, Mara dan Zeland telah menunggunya di ruang keluarga.
"Gimana tadi waktu berduanya sama Angkasa?" tanya Mara dengan nada jahil.
"Nggak gimana-gimana." Zelmira menyalami tangan kedua orang tuanya lalu duduk di samping Zeland.
"Tapi kok pulangnya sampai jam segini?" tanya Mara.
"Aku pulang juga nggak sama dia. Dia udah pulang sama temennya." Zelmira menjawabnya dengan nada yang terdengar kesal.
"Loh, kenapa?" tanya Mara.
"Ceritanya panjang. Intinya aku pulang diantar orang lain. Dia bahkan minjemin jaket buat aku," ujar Zelmira sambil menunjuk jaket yang masih melingkar di pinggangnya.
Mata Zeland memicing. Ia kenal betul siapa pemilik jaket itu karena beberapa kali jaket itu dipakai saat pergi ke sekolah.
"Papa mau kamu sama Angkasa lebih dekat," ujar Arland dengan nada tidak mau dibantah.
Zelmira menghela napas panjang. "Perasaan suka itu nggak bisa dipaksa. Dia suka sama orang lain. Aku juga suka sama orang lain. Jadi nggak ada alasan buat kita lebih dekat. Kita sama-sama menolak sejak awal. Dia pindah sekolah juga yang kasihan dia karena jadi jauh sama perempuan yang dia suka." Zelmira mengatakannya dengan tenang.
"Bener yang Zelmira bilang, Pa. Apa pun yang dimulai dengan paksaan itu nggak baik. Papa sama Mama bisa pikirkan lagi ya, Zeland nggak mau Zelmira terbebani karena ini. Biarin Zelmira nentuin pilihannya sendiri." Zeland bangkit sambil menggenggam jemari Zelmira.
"Kita ke kamar duluan," ujar Zeland menarik tangan Zelmira.
Keduanya segera melenggang pergi menuju kamar mereka yang ada di lantai tiga.
"Jadi itu jaket gue mau lo pinjemin ke Areksa?" tanya Zeland sambil bersandar di tembok depan kamarnya.
"Kok lo bisa tahu, Bang?" tanya Zelmira.
"Gue satu kelas sama dia. Kita juga deket. Jadi gue paham banget jaket yang ada di pinggang lo sekarang ini." Tatapan Zeland tertuju pada jaket yang melilit pinggang Zelmira.
"Temen lo ngeselin, udah gue bilang tunggu malah pergi. Nih, jaket lo nggak jadi." Zelmira dengan kesal menyerahkan jaket ditangannya pada pemiliknya.
"Dia bukan orang yang mau disuruh-suruh. Jadi lo sabar aja. Hmm, gue curiga, Zel. Lo suka sama Areksa ya?" tanya Zeland sambil menaik-turunkan alisnya menggoda Zelmira.
"Nggak!" Zelmira melenggang begitu saja meninggalkan Zeland yang tersenyum geli ke arahnya.
Saat sampai di dalam kamar, ia segera pergi ke kamar mandi dan memutuskan untuk membersihkan dirinya. Ia menyalakan shower dan mengatur temperaturnya. Air hangat mulai membasahi tubuhnya. Ia merasakan nyaman saat air itu mengalir di tubuhnya. Tidak membutuhkan waktu lama, ia segera menyelesaikan kegiatan mandinya. Segera saja keluar dari kamar mandi dan menuju ke walk in closet. Pilihannya jatuh pada piyama berwarna biru dengan motif awan putih.
Setelah selesai mengenakan piyama itu, ia segera keluar dari walk in closet. Ia membaringkan tubuhnya, tiba-tiba saja sekelebat bayangan hadir di pikirannya.
"Sialan banget! Bisa-bisanya si cowok ngeselin itu mampir di pikiran gue!" seru Zelmira sambil mengubah posisi tidurnya menjadi tengkurap.
"Tapi, dia baik. Walau sifatnya emang nyebelin, tapi dia cowok yang baik. Kalau bukan karena dia, nggak mungkin gue makan banyak malam ini," ujarnya diakhiri kekehan.
Ia kembali mengubah posisinya menjadi telentang.
"Angkasa … lo udah sedekat itu ya sama gue yang sekarang raganya ditempati Zelmira? Kenapa nggak dari dulu lo bilang kalau suka sama gue? Kenapa baru sekarang gue tahu lo suka sama gue?" tanya Zelmira–jiwa Agatha.
Di lain tempat, Areksa tengah berbaring di ranjang kesayangannya. Matanya terpejam, tetapi pikirannya melayang ke mana-mana. Bayangan seorang gadis yang selalu emosi tetapi menggemaskan di waktu yang sama menghampiri pikirannya.
Areksa membuka matanya dan mengacak rambutnya asal. "Kenapa wajah dia yang muncul di pikiran gue, sih? Si bocah emosian dan negatif thinking mulu sama gue kenapa lo muncul terus di pikiran gue?" kesal Areksa.
"Otak gue perlu diperiksa kayaknya." Areksa bangkit lalu mengambil ponselnya.
Saat membuka ponsel, bayangan gadis itu kembali hadir di pikirannya. Ia meletakkan ponsel itu dengan kasar.
"Argh! Sialan! Nggak mungkin gue suka sama dia 'kan?" tanya Areksa sambil mengacak rambutnya lagi.
"Nggak! Cewek emosian, nethink-an kayak dia nggak mungkin bisa bikin gue suka." Areksa mengusap wajahnya kesal.
"Mending gue mandi, biar ilangin dia dari pikiran gue."
Areksa berjalan menuju kamar mandinya. Sepanjang ia berjalan menuju kamar mandi, bayangan wajah Zelmira masih terus saja datang.
"Bisa gila gue kalau dia selalu muncul di pikiran gue," kesalnya.
To Be Continued
Ada yang mulai kepikiran nih sama si ehem🤭
KAMU SEDANG MEMBACA
Transmigrasi Cewek Badas
Ficção AdolescenteAgatha Eleanor terjebak di tubuh seorang gadis cupu, jelek dan korban bully. Ia yang semula memiliki paras rupawan, eksis dan berani pun merasa miris kala menerima nasib terjebak di tubuh gadis yang memiliki nama sedikit mirip dengannya tetapi nasib...