Happy reading ✨
Aaron membanting pintu kamar dengan sangat kasar. Matanya menyala, menatap satu persatu anak buahnya yang menunggu di luar. Pandangannya tertuju pada salah satu dari mereka. Dengan langkah panjangnya ia mendekatinya.
"ZARCO!" teriak Aaron di depan orangnya.
Semua anak buahnya menunduk, tahu benar dari nada bicara tuannya yang sedang marah besar. Sedangkan Zarco ketakutan, tanpa mau menatapnya.
Bugh!
Satu pukulan tepat di pipi kiri Zarco.
Aaron menarik tubuh Zarco untuk berdiri. "Obat apa yang kau beli, hah?"
"Maaf tuan,""Jawab!" sentak Aaron ketika tidak menemukan jawaban yang pasti.
"Perangsa-"
Tubuh Zarco langsung terpental ke belakang. Pukulan ke dua ia dapatkan dari tuannya. Aaron semakin bruntal dalam memukul anak buahnya.
"Penenang bodoh!"
"Kau pikir aku ini pria seperti apa?!"
"Maaf tuan,"
"Tidak ada maaf bagimu!"
Aaron kembali melayangkan bogeman untuk Zarco, berkali-kali lipat untuk menyalurkan semua amarahnya. Padahal tidak terbesit keinginan untuk melakukan hal 'itu' pada gadisnya. Tapi anak buahnya ini sangat pandai hingga berpikir seenaknya. Tangannya berhenti melayangkan pukulan saat mendengar suara Freya yang memohon di dalam kamar.
Aaron mengatur napasnya dengan posisi jongkok. Dadanya naik turun, matanya masih menatap Zarco yang babak belur tanpa perlawanan. Aaron marah, kesal, dan kecewa dengan pemikiran anak buahnya itu. Sekilas ia menatap pintu kamar, rasanya ia tidak sanggup. Ia menatap Zarco sekali lagi. Aaron berdiri sambil mengambil napasnya dalam-dalam.
"Bawa Zarco ke ruang penyiksaan," suruh Aaron dengan nada rendah.
"T-tidak tuan. Saya tidak akan mengulanginya lagi," mohon Zarco.
Aaron menatap Charlos dan Nick secara bergantian. Keduanya tidak bergerak sama sekali. "CEPAT!"
"Tidaaakkkk!"
Aaron menghembuskan napasnya, berjalan ke arah pintu kamar. Menempelkan jarinya untuk membuka pintu. Telinganya masih mendengar suara Freya di dalam sana.
"Jangan tuan," cegah Aiden begitu Aaron menyentuh ganggang pintu.
Aaron menatap Aiden sekilas, ia tidak ada pilihan. Mendengar Freya terus memohon dan menangis adalah hal yang paling menyakitkan.
"Aaron!"
Begitu memasuki kamar, Aaron langsung disambut dengan pelukan agresif gadisnya. Tapi yang lebih mengejutkannya adalah, tampilan Freya.
"Kau kemana saja? Aku menunggumu." Freya memainkan jari-jarinya di dada bidang milik Aaron.Aaron menghentikannya. "Kenapa kau tidak memakai bajumu?"
"Aku hanya ... "
Satu persatu kancing kemeja Aaron terbuka, " ... Merasa gerah."
"Hentikan!" sentak Aaron memegang kedua tangan Freya.
Mata Freya mulai berair, ia juga tidak tahu kenapa menjadi seperti ini. Tapi ia merasa seperti ada gelombang aneh yang merambat ke seluruh tubuhnya. Ia hanya ingin sebuah sentuhan lembut.
"Tolong aku Aaron," minta Freya memohon.
"Aku menginginkannya ... Sedikit saja, ya?"
Aaron melepas kedua tangan Freya dengan raut wajah bersalahnya. Ia menyentuh lembut pipinya lalu ke bibirnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dream Of 31 Days || mafia
RomanceVotee kalau kamu tau bagaimana cara mengapresiasi sebuah karya! 18+ Nekat kabur dari kost tempatnya tinggal, Freya malah bertemu pria dengan pakaian serba hitam. Masalahnya semakin rumit ketika pria itu mengatakan bahwa Freya adalah gadisnya, lalu m...