Isagi sangat kesal!
Setelah insiden beberapa hari lalu dimana Kaiser menemukan baju maid—yang jadi seragam kerja di hari itu—milik Isagi, Kaiser mengecam Isagi untuk mengatakan alasan dia memiliki baju seperti itu.
Isagi awalnya tutup mulut rapat, dia bahkan bolos kerja karena Kaiser yang keras kepala tidak membiarkan dia pergi sebelum menjawab pertanyaannya.
Setelah 2 hari, Kaiser diam, Isagi pikir dia sudah menyerah, ternyata tidak.
Pria itu mulai mengejeknya, mengatainya memiliki hobi yang unik dan istimewa.
Itu membuat Isagi naik pitam, tidak sampai sepuluh menit ejekan Kaiser berlangsung, dia berteriak,
"INI KERJAAN!! AKU KERJA JADI MAID BUAT NGELAYANIN ORANG!!"
Kaiser langsung terdiam seketika, agak blank sedikit karena tidak mengerti.
Baju maid, melayani, kerja malam...
"Gigolo?"
Hanya satu kata itu, dan Kaiser langsung mendapatkan tamparan keras di pipinya. Serangan Isagi tidak berhenti, dia menindih Kaiser dan lanjut memukuli pria itu sampai mukanya lebam.
Setelah kejadian pemukulan makhluk halus itu selesai, Isagi menggeret Kaiser keluar dari apartemennya, melemparnya ke teras, dan menutup pintu, dia tidak mengatakan apa-apa. Bahkan meski tau Kaiser bisa masuk dengan menembus dinding, dia hanya diam.
Beberapa menit Kaiser terdiam di depan pintu, sepertinya masih berusaha mencerna situasi yang terjadi.
Dia memegang pipinya sendiri yang mulai membengkak, itu sakit.
Isagi sering memukulnya, tapi tidak pernah sesakit ini. Tangannya turun dan meremas kemejanya sendiri.
Rasanya seperti ada yang meremas dadanya, padahal Kaiser yakin kalau sekarang jantung yang ada di dalam tubuh ini tidak berdetak.
Tapi itu ... terasa nyeri.
Wajah Isagi yang dia lihat ketika pria itu menutup pintu, mungkin itu adalah ekspresi terburuk yang pernah Kaiser lihat.
Kaiser sadar kalau dirinya sudah kelewatan.
"Aku tidak serius mengatakan itu..." Dia bergumam pelan.
Isagi sendiri, yang tengah berbaring di futon dengan posisi telungkup, menutup telinganya dengan bantal.
Bukan untuk menangis, apalagi meratapi nasib, Isagi tau kalau semua itu tidak artinya, dia adalah pria, dan pria bisa lolos dari nasib buruknya dengan kerja keras, bukan dengan mengeluh.
Tangannya lalu meraih sesuatu di bawah tatami, menggenggam tangkainya dan merematnya pelan.
Itu semanggi berdaun empat yang telah ia keringkan.
"Pembohong."
Isagi hampir saja mau meremukkan semanggi itu dengan kepalan tangannya, tapi tiba-tiba dia merasakan hawa dingin di ruangan itu, membuatnya menggigil.
Dia kenal hawa ini, sangat kenal.
Isagi mengangkat kepalanya, matanya terlihat merah saat dia menatap tajam ke arah Kaiser yang berdiri di sampingnya.
"Aku tidak bermaksud—"
Isagi mengigit bibirnya saat mendengar itu, rasanya dia sangat marah, kesal, dan ingin kembali memukul Kaiser.
Tapi semakin emosinya memuncak, semakin Isagi sadar kalau dia adalah pria yang menyedihkan.
Benar, Kaiser memang kelewatan, bahkan meski itu hanya candaan, mengatakan itu kepada Isagi sama sekali tidak menyenangkan.
Tapi, Isagi sadar kalau dia hanya mencoba mencari alasan.
Dia ingin meluapkan segalanya, dia ingin menampar sesuatu, memukul sesuatu, atau mungkin sekedar berteriak untuk membuang segala beban yang ada pada dirinya.
Isagi kembali menenggelamkan kepalanya, menutup mata dan telinganya.
Dia hanya lelah...
Dan kata-kata Kaiser menjadi puncak dimana dia tidak bisa menahan segala kelelahan yang dia bawa.
"Aku bukan..."
Kaiser tersentak, gumaman Isagi masih bisa dia dengar. Suaranya begitu kecil, tapi dua kata yang dia katakan menyentak Kaiser.
Pria kelahiran Jerman itu merasakan rasa bersalahnya makin besar, dia menatap Isagi yang sekarang seolah menyembunyikan dirinya sendiri dengan bantal, Kaiser menatapnya dengan tatapan menyesal.
Dia kesal dengan dirinya sendiri.
Padahal tidak ada hal yang bisa dia lakukan, tapi bukan hanya menambah beban Isagi, sekarang dia malah membuat pria itu makin terpuruk.
Kaiser memutuskan untuk duduk di samping futon Isagi.
"Aku tahu." Kaiser tidak bisa menahan dirinya, pukulan Isagi di wajahnya terasa kurang, dia perlu memukul dirinya sendiri setelah ini, harus lebih keras, harus lebih membekas agar dia sadar dan selalu ingat kalau perbuatan seperti itu tidaklah layak untuk dia lakukan.
"Es tut mir leid..."
Kali ini Isagi yang tersentak, Kaiser sedang meminta maaf padanya?
Isagi mengangkat kepalanya sedikit, memperlihatkan sebelah matanya untuk melihat wajah Kaiser.
"Minta maaf di Jerman begitu? Kok lucu..."
Kaiser terdiam, rasa bersalahnya tidak berkurang, tapi tidak juga bertambah, malah ada perasaan aneh yang lain.
Kenapa sekarang pria kecil ini terlihat lucu di matanya?
Kenapa sekarang dia terkekeh? Kenapa dia menatap Kaiser dengan mata bulat itu dengan rona tipis di pipinya?
Kaiser seketika merasakan pipinya memanas, padahal dia yakin kalau dalam bentuk sekarang dia tidak bisa memiliki hal yang manusiawi seperti hangat tubuh.
Tapi saat dia menatap wajah Isagi, Kaiser merasa tubuhnya kembali, oh ... bukan.
"Kaiza—?"
Kaiser kali ini membeku, waktunya terasa berhenti, tapi pipinya malah makin memanas.
Bagaimana bisa namanya menjadi selucu itu saat bibir tipis yang sedikit pucat itu memanggilnya?
Kaiser memukul tatami dengan kepalan tangannya dan meremas kemeja pada bagian dadanya.
"Kuso!"
Kaiser mengumpat, refleks, tapi karena Isagi kaget dan sempat kesal juga tidak mengerti kenapa dia mendapat umpatan ...
Kaiser kembali mendapat sebuah tamparan di pipinya yang masih bengkak, Kaiser terpelanting sedikit dan terjatuh.
Isagi menatapnya kesal lalu menendang Kaiser seperti menendang bola, "Apa sih?!" serunya dengan kesal.
Kaiser berbaring di atas tatami dan menggosok pipinya di sana, berharap rasa panas di pipinya menghilang, tapi merasakan tendangan Isagi, dia malah merona.
Uh oh, apa Isagi sekarang malah membangkitkan jiwa masokisnya...?
•••••
KAMU SEDANG MEMBACA
Four-Leaf Clover [KAISAGI]
FanficMulai dari dibuang oleh orang tuanya sendiri, harus hidup mandiri di usia yang masih muda, lalu akhirnya dikhianati oleh pacar yang sangat dia percayai. Yoichi tidak pernah menganggap hidupnya pernah beruntung sekali pun, dia hanya mengalami kesiala...