Suara ketukan pintu terdengar, mengusik lelapnya Sagara beristirahat. Ia segera melangkah membuka pintu, ternyata ada bi Ani, pekerja yang sedari kecil mengurus Sagara. Sehingga sudah dianggap sebagai ibunya sendiri.
"Ada apa, Bi?"
"Aden belum makan dari semalam, ayok makan. Tuan dan Nyonya sudah pergi." Bi Ani selalu mengerti kondisinya.
Sagara terenyuh, dia tersenyum. "Iya. Nanti Gara makan. Makasih, Bi"
"Kalau gitu, Bibi lanjut nyelesain pekerjaan dulu ya, Den. Bibi udah masak makanan kesukaan aden, jangan lupa dimakan."
Setelah mengatakan itu, bi Ani meninggalkan Sagara yang masih termenung.
Diliriknya kamar Keenandra, adiknya. Ternyata sepi, kemungkinan adik-adiknya memang tidak ada dirumah.
Sagara anak kedua dari empat bersaudara. Kakak pertamanya perempuan dan sudah memiliki keluarga sendiri, namanya Kaneisha Adhysta. Adik pertamanya bernama Keenan Adhysta, dan adik keduanya bernama Gavarel Adhysta.
Ya, keluarga Adhysta. Entah kenapa, hanya namanya saja yang tidak ada unsur Adhysta. Setidak diinginkan itu kah dia.
Semua anggota keluarganya membencinya, hanya Keenan yang mengerti. Namun, seberapa keras dia membela kakaknya, tetap dia akan kalah dengan orangtuanya.
Sagara pun bersiap untuk pergi ke tempat kerjanya, sebelumnya dia sempatkan untuk makan masakan bi Ani. Sagara juga ingin merasakan masakan mamah nya, namun apalah daya mamahnya begitu membencinya. Jangankan untuk memuat makanan untuknya, melihat wajahnya saja dia muak.
Hari ini dia harus melihat sample dari perusahaan yang bekerja sama denganya.
****
Disatu sisi Gistara sedang sarapan bersama dengan keluarganya dan juga Angkara. Suara gelak tawa terdengar begitu renyah.
"Aang, kamarin Kak Agis nangisin Aang tau," adu Putri dengan jahil.
"Ih, apaan sih, dek."
"Oh ya? Nangis nya gimana tuh?" Tanya Angkara sambil tersenyum jahil ke arah Gistara.
Putri memperagakan gaya tangis Gistara, namun terkesan menyebalkan dimata Gistara.
"Ish Aanggg." Gistara memasang muka masam. Dia segera pergi ke kamarnya.
Angkara yang melihat Gistara ngambek, segera menyusul. Angkara memang sering main kerumah Gistara, diperbolehkan masuk ke kamarnya. Tapi, mereka tetap tidak mau ada kesalahpahaman.
Angkara tersenyum, ketika melihat Gistara terbaring di atas kasur. Ia pun menghampirinya.
"Sayang, hei kenapa? Nggak biasanya kamu kaya gini?" Tanya Angkara. Namun, Gistara hanya diam.
Angkara teringat, tanggal ini adalah tanggal merah untuk Gistara.
"Siap-siap, kita jalan-jalan sekarang."
Gistara yang mendengar itu, segera berbalik menatap Angkara. Angkara tersenyum dan memeluk Gistara.
"Maaf, ya sayang."
"Emm."
"Senyum dulu, nanti aku beliin ice cream oreo."
Gistara tersenyum walaupun dipaksa.
"Nah, gitu 'kan cantik. Pacar siapa sih, cantik bangett."
"Ihh, Aang. Jangan gitu, malu." Angkara yang melihat Gistara salting, justru tambah gemas dengannya.
Angkara mengajak Gistara pergi ke pantai, sambil menikmati senja bersama.
"Agis, kamu cantik sekali."
![](https://img.wattpad.com/cover/353491579-288-k811628.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
The Butterfly
Novela JuvenilJangan lupa follow sebelum membaca, untuk mendapatkan notifikasi terbaru. Happy reading, guys!! ° • ° • ° Jika luka ku akan sembuh jika terguyur hujan, maka temani-lah aku saat merasakan perihnya. ●Based on true story.●