"Cinta adalah bahagia, kalau lo nggak bahagia berarti bukan cinta."
~•~•~•~•~•~•~•~•~•~•~•
Waktu menunjukan pukul delapan malam, Sagara baru sampai rumahnya. Langkahnya terhenti di depan pintu. Samar-samar dia mendengar pembicaraan kedua orangtua nya.
"Diana itu berpendidikan, dia juga mampu memimpin perusahaan. Beberapa kali papah bertemu dengannya di meeting perusahaannya. Papah udah obrolin ini dengan Fariz, dan aku yakin Diana juga tidak akan menolaknya." Adhysta berbicara dengan santai sambil menekan remot tv.
Sementara Renita hanya terdiam, seperti tidak perduli apapun yang terjadi pada putra pertamanya.
"Aku akan bicarakan nanti dengan Bian, aku rasa dia nggak akan menolaknya. Diana tentu lebih cantik dibanding kekasihnya yang penyakitan itu."
Sagara yang mendengarnya refleks mengepalkan tangan. Dia berusaha untuk tetap tenang, setelah dirasa suasana sudah lebih baik, dia memasuki rumah.
Adhysta dan Renita yang melihat kehadiran Sagara hanya memandang sekilas, tidak peduli biarpun Sagara mendengar obrolan mereka.
Sagara memasuki kamarnya, dia teringat Gistara. Dia segera memesankan makanan untuknya, tak lupa dia titip note dengan penjualnya.
Sagara membersihkan diri, sekaligus menenangkan pikiran. Setelahnya dia membuka laci dan mengambil benda itu, memasukan nya ke dalam mulut lalu menelannya tanpa bantuan air.
Dia terdiam, tak terasa air mata membasahi sudut matanya. Mengapa lagi-lagi harus dia yang dikorbankan. Sagara tidak paham, bagaimana bisa orangtuanya mengatur hidupnya dengan seenaknya saja.
Sagara memeriksa hanphone, kemudian membaringkan tubuhnya lalu terpejam.
*****
Dilain sisi Gistara yang sedang menonton televisi dikejutkan dengan bunyi bel rumah, dia beranjak membuka pintu dan disambut oleh seorang pria menggunakan baju hijau. Pria itu menyodorkan sebuah bungkusan, Gistara kebingungan namun tetap mengambilnya. Mengucapkan terimakasih lalu menutup kembali pintu rumahnya.
Dia pikir itu pesanan punya Ibunda atau Ayahanda nya. Tapi, ketika membalikkan bungkusnya dia melihat ada sebuah note.
"Untuk Geya, dimakan ya, tadi Tania marah karena gue nggak kasih lo makan. -Bian"
Ternyata dari Bian, dia segera membuka ponsel lalu mengetikan terimakasih ke room chat Sagara dan Tania.
Dia membuka bungkus makanan itu, lalu meletakkan nya di meja makan. Dia beranjak membersihkan diri dulu, sambil menunggu keluarganya yang lain kumpul.
Setelah membersihkan diri, Gistara kembali ke turun menemui keluarganya yang lain.
"Sayang, kamu pesan makan?" Tanya Raina menghampiri.
"Oh, ini Bian yang pesan."
"Kamu udah bertemu dengan dia, bagaimana kabarnya?"
"Baik, Bun. Mungkin sedikit jauh lebih baik, karena sekarang dia udah ketemu sama orang yang dia cintai."
Raina menatap putrinya sejenak. "Syukurlah, semoga dia selalu baik. Kapan-kapan ajak kesini."
"Iya. Kapan-kapan."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Butterfly
Novela JuvenilJangan lupa follow sebelum membaca, untuk mendapatkan notifikasi terbaru. Happy reading, guys!! ° • ° • ° Jika luka ku akan sembuh jika terguyur hujan, maka temani-lah aku saat merasakan perihnya. ●Based on true story.●