Gistara mengejar Angkara, dilihat kekasih nya sedang menunggu di dalam mobil. Gistara membuka pintu mobil, duduk disamping Angkara.
Keduanya terdiam, Gistara melirik ke arah Angkara. Tangannya bergerak menggenggam tangan Angkara.
Angkara mengusap lembut rambut Gistara, diciumnya rambut itu, yang memiliki awangi khas.
Angkara menarik Gistara kedalam pelukannya, disitulah tangis Gistara pecah. Angkara berusaha menenangkan wanitanya.
"Suutt, udah, hei. Kenapa cantikku nangis?" Tanya Angkara.
"Aang jangan marah sama Ara, Ara minta maaf udah pelukan sama Bian."
Angkara tersenyum, walaupun ada rasa cemburu, dia mencoba memaklumi itu.
"Nggak apa-apa, namanya juga udah lama nggak ketemu sahabat kecil, kan. Aku paham kok, ya walaupun aku cemburu. Untuk kali ini, aku maafin, jangan diulang lagi, ya."
Gistara mengangguk, dia semakin mengeratkan pelukannya.
"Ara, biar bagaimanapun juga, kamu masih punya aku. Walaupun aku percaya sama kamu, nggak bisa dipungkiri kalau aku cemburu sama kamu."
Gistara melepas pelukannya, menatap Angkara. "Maafin aku, udah nyakitin kamu Aang."
Angkara mengangguk. "Udah, lupain, ya. Kita beli donat di tempat Hesa, ya. Tadi aku udah pesan, ayo kita kesana."
"Aang udah nggak marah, kan?"
"Mana ada aku marah sama kamu, mana bisa aku marah sama bocil aku yang cantik ini." Keduanya tertawa.
Angkara cemburu, tentu saja. Namun, dia mencoba menekan itu semua, dia percaya bahwa kekasihnya dengan Sagara baik-baik saja, tidak ada hubungan apapun kecuali persahabatan.
****
Setelah kepergian Gistara, Sagara berniat mengunjungi rumah Tania. Dia sangat merindukan kekasihnya. Sudah beberapa hari ini mereka tidak bertemu, entahlah dirinya memilih untuk menahan rasa rindu, dibanding mengganggu acara kekasihnya.
Tania yang sedang melukis di ruang tamu, seketika terkejut ketika ada yang memeluknya dari belakang.
Dari aromanya, bisa ditebak bahwa itu adalah Sagara Abian, kekasihnya.
Tania berbalik. Memeluk Sagara dengan erat.
"Bian, aku kangen banget sama kamu."
"Aku juga, maaf aku baru bisa datang."
Tania mengambilkan Sagara minum dan cemilan. Kemudian keduanya mulai bercerita satu sama lain.
"Sayang, tadi aku ketemu dengan Geya." Sagara memberi tahu hal Tania dengan lembut.
"Oh, ya. Terus gimana?" Tanya Tania penasaran.
"Aku sekarang percaya kalau dia adalah Geya."
Jawaban Sagara membuat Tania tersenyum. "Nanti, ajak aku ketemu sama dia, ya."
Sagara mengangguk, seketika dia teringat kejadian beberapa waktu lalu. Bagaimana dengan keadaan Gistara, apakah hubungannya dengan Angkara baik-baik saja.
"Besok waktunya kamu ke dokter," ucap Sagara.
"Iya. Aku berangkat sama mami, ya."
"Aku antar, ya."
"Nggak usah, mami sekalian mau beli sesuatu."
"Ya udah kalau gitu, kabarin aku hasilnya nanti."
Keduanya kembali bercanda, Sagara menikmati tawa indah itu. Dia berharap, semoga semesta membiarkannya senang lebih lama.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Butterfly
Ficțiune adolescențiJangan lupa follow sebelum membaca, untuk mendapatkan notifikasi terbaru. Happy reading, guys!! ° • ° • ° Jika luka ku akan sembuh jika terguyur hujan, maka temani-lah aku saat merasakan perihnya. ●Based on true story.●