|6| RENJANA

20 2 16
                                    

Sagara menuruni tangga, hari sudah menggelap. Ia ingin makan malam bersama.

Keluarganya sudah berkumpul di meja makan. Keenan yang melihat kakaknya datang, segera mempersilahkan Sagara duduk.

Hening, hanya ada suara dentingan sendok yang mengisi ruangan itu.

Bunyi bangku bergesek dengan lantai membuat mereka mencari sumber suara. Ternyata bunyi dari bangku Renita, mamah Sagara. Renita menyudahi makannya, padahal Sagara melihat masih ada nasi dan juga lauk yang belum habis dipiringnya.

Sagara menunduk, Gevarel yang melihat itu menatap Sang kakak dengan benci.

"Ini semua gara-gara lo, mamah jadi pergi. Pembawa sial, lo." Gevarel mengucapkan itu dengan nada penuh kebencian.

Keenan yang mendengar itu, segera memberikan tatapan peringatan ke adiknya.

"Mungkin mamah sudah kenyang, Gev."

Mendengar ucapan Keenan, Gevarel meninggalkan mereka. Kini di sana hanya ada Sagara, Keenan dan juga Adhysta.

"Keenan, bagaimana kafe yang kamu kelola?" Tanya Adhysta.

"Lancar, pah."

Sagara terdiam, selama ini papahnya tidak pernah menanyakan hidupnya. Dia hanya selalu dituntut menjadi sempurna, bahkan mengerjakan sesuatu diluar kesukaannya.

"Sagara, papah mau besok kamu meeting dengan perusahan yang bekerja sama dengan perusahaan kita."

"Iya, Pah."

"Kamu harus bisa membuat mereka mau bekerja sama dengan kita, awas saja kalau sampai kamu gagal."

"Sagara usahakan, Pah."

Setelahnya Adhysta langsung pergi keluar, sepertinya dia ingin mengurus sesuatu.

Sagara melangkah meninggalkan Keenan sendiri, entah kenapa ada rasa iri ketika melihat Keenan dan Gevarel dipuji dan disayang oleh orangtua mereka.

Sagara tidak tahu kesalahan apa yang dia lakukan, sehingga membuat kedua orangtua nya begitu membencinya.

Sagara melangkah menuju kamarnya, sebelum sampai dikamarnya dia terhenti di depan kamar kedua orangtuanya. Pintu kayu itu sedikit terbuka, bisa Sagara lihat bahwa mamahnya sedang bermain handphone. Sagara tidak berani untuk menyapa, bukan dia takut, hanya saja jika dia menyapa bisa dipastikan mood mamahnya menjadi rusak hari ini. Sagara tidak mau itu terjadi, biarlah dia menahan rasa rindunya.

Hari ini dia sengaja tidak menemui Tania, teringat pesan yang dikirim gadis itu, bahwa hari ini keluarganya sedang berkumpul.

Sagara tidak ingin mengganggunya, meskipun keluarga Tania menyambut hangat kehadirannya.

Sagara memutuskan untuk pergi ke sebuah panti asuhan. Panti Asuhan Kasih Bunda, dia berencana menemui anak-anak disana. Sagara hanya ingin berbagi rasa bahagia, dia hanya ingin memberi rasa kaish kepada anak-anak itu.

Setidaknya, Sagara sedikit bersyukur, bagaimanapun dia masih bisa bertemu dengan orangtuanya dan berkumpul dengan keluarganya.

Sebelum itu, Sagara menyempatkan diri ke supermarket untuk membeli beberapa cemilan dan juga mainan. Setelah dirasa cukup, Sagara segera melanjutkan perjalanan.

Biasanya Sagara pergi ke panti bersama dengan Tania, kali ini dia hanya pergi seorang diri.

Kendaraan yang dikendarai oleh Sagara berhenti tepat di halaman panti, bisa Sagara lihat ada beberapa anak panti yang menyambut kehadirannya dengan begitu antusias.

"Kak Gara," ucap seorang anak kecil sambil membawa sebuah bola ditangan nya.

Sagara tersenyum, ia mengusap rambut anak itu. Anak itu bernama Fahmi, dia berada disini dari usia tiga tahun sampai sekarang dirinya berusia tujuh tahun.

The Butterfly Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang