II

3.1K 284 21
                                    


..

Noe mengendarai mobilnya dengan santai. Karna Vera keluar tak berapa lama setelah Noe pergi. Asumsinya Vera berniat mengembalikan dompet miliknya.

Jadi Rini mungkin akan menamparnya jika Dia sudah sampai di hadapannya, ya paling tidak jika Rini mau terlihat buruk di depan Ayahnya.

Dan benar saja. Panas menjalar di pipinya. Matanya melirik pintu kaca belakang Rini, yang terdapat Vera di dalamnya.

"Gara-gara Kamu!"

Noe mendesah dalam hati. "Emang gara-gara gue." Noe membiarkan Rini kali ini bermain tangan padanya.

Tidak untuk ke depannya, Dia yang akan menampar wanita itu, mengantarnya ke neraka.

"Kalo Kamu ngga egois beberapa hari lalu! Vera ngga bakal kaya gini!"

Noe hanya mendengarkannya dengan bosan. Biarkan wanita ini mengoceh di depan wajahnya.

Raga menatapnya. Dia tahu Noe di balik ini semua. Tapi entah kenapa remaja itu tak segera memberi tahukan pada mereka.

Senyum Noe lagi-lagi mengganggu Raga. Bibir Noe bergerak saat semua Orang tengah mengalihkan tatapan pada Rini kecuali Raga.

"Fuck your sister ... its good Isn't?"

Andai saja waktu bisa di rubah. Noe ingin tetap di sini, membunuh mereka dan membuat darah mereka untuk bermain.

Nafasnya tertahan di rongga, akibat terlalu senang. Ah tidak sabar rasanya.

Salah siapa? Salah mereka. Noe tidak salah. Noe tidak pernah salah.

Noe kan hanya keluar Rumah, kenapa juga Vera harus menyusul? Menyusahkan saja.

Hingga mengakibatkan preman. Noe menahan tawanya. Preman gadungan.

Ini adalah pertama kalinya Noe dengan tulus mengeluarkan air mata kristalnya yang berharga jatuh.

Demi penghargaan dirinya yang amat bahagia atas menderitanya mereka.

..

Noe berjalan tanpa ragu, mendekat ke arah Vera yang bahkan buku matanya sudah bergerak.

Wanita licik itu membuat Noe ingin tertawa.

Sebenarnya bukan hal yang mudah baginya untuk melihat Vera dalam keadaan begini. Karna Dia amat menyukai drama.

Dia takut kelepasan bertepuk tangan.

Jadi, siapa yang tak marah melihat saudaranya terkena musibah begitu? Noe.

"Be patient ya Ce, bentar doang Kok." Bisik Noe.

'Bentar lagi Lo gue masukin neraka.' Lanjutnya dalam hati.

Dia sudah menyiapkan segala berita untuk Raga dan Liam. Kedua Anak itu, tidak boleh bersenang-senang.

Dan ketika Tiago datang kepadanya. Mengatakan padanya bahwa Raga adalah pelakunya.

Noe tidak bisa tidak menahan tawa. Dia harus kuat memasang topeng di depan wajah Ayahnya tersayang.

Raga menghancurkan segalanya. Segala mimpi yang sudah Vera bangun perlahan.

Tapi, Noe tak akan membiarkan itu bahkan.

Vera tak akan mendapat bagian apapun, Dia akan menghilang dari dunia secepatnya.

Dia berusaha antusias menyambut Vera yang sudah setengah sadar. Ketika wanita itu memanggilnya. Noe mendekat.

Ketika mendekat Noe lagi-lagi menangis. Mengapresiasi peran yang Vera keluarkan. Mata kosongnya itu, tak mempan pada Noe.

Itu hanyalah bualan.

Ketika Irma mulai menjelaskan bahwa mereka akan segera pindah. Noe menatap lantai.

Ujung bibirnya berkedut. 'Ya ... ide bagus. Aku bisa membunuh kalian sekaligus.' Batinnya.

Di tengah malamnya, Noe datang. Hanya berbekal ponsel.

"Gue tau Lo sadar."

Vera menoleh padanya.

"Maksud Kamu apa De?"

Noe mengangkat bahunya acuh. "Gue cuma ada 2 pilihan. Segera ke Melbourne, dan stay di sana lebih lama."

"Atau video Lo gue sebar."

"Video apa?"

Wajah Vera makin memucat. "Gue tau, Lo nikmatin acara 'di perkosanya' Lo itu kan?"

Ketika mereka berada di bandara. Vera tak mau menatapnya. Tentu. Atas ucapan Noe semalam. Memangnya Vera masih mau menatapnya.

..

Ketika Nando datang menjemputnya. Noe menolaknya mentah-mentah.

Bukan karna tak sudi tinggal di Rumah mewah itu. Tapi karna tahu mereka akan segera di tangkap.

Yah, nanti Dia akan kembali setelah mereka semua berada di sel.

Sayang kan kalau Rumah besar tidak berpenghuni?

Rasakan dulu penyesalan. Baru bisa memandangnya dengan nyaman.

Noe ingin mereka semua merasa bersalah sepanjang hidupnya.

Noe ingin mereka menderita.

Noe ingin mereka mati di rengkuh kesepian.

Dan Noe ingin menyaksikan mereka di hianati satu sama lain.

..

"Kenapa Lo kurung gue! Lo bilang bakal bantuin gue kabur!"

Noe mengernyit.

"Lo udah kabur, kurang apa?" Ujar Noe pada Liam.

Pemuda itu duduk terikan di depan Noe yang sibuk dengan tabletnya.

"Tapi ngga gini! Perjanjian awalnya ngga gini!" Teriaknya lagi.

Noe berdecak. "Lo bisa diem ngga sih?"

Liam kembali berteriak. "Lepasij gue!"

Noe merotasikan bola matanya jengah. Dia bangkit dan mendekat ke arah Liam yang memasang penjagaannya.

"Gue kan cuma bilang kalian bisa kabur. Tapi kalian mungkin ngga denger waktu gue bilang kalian ngga bisa kabur dari gue."

'Ya meskipun ngomongnya dalem ati.' Batinnya.

"Lepasi-"

Pukulan mendarat di belakang kepalanya. Noe menjambak rambut Liam dengan kasar, mengakibatkan remaja itu harus merelakan kepalanya mendongak.

"Gue bakal kurung Lo di sini."

"Sampe polisi nyari kalian sebagai buronan."

Noe mengeratkan cengkramannya pada helaian rambut Liam.

"Semakin lama waktu kalian ngga bisa di temuin polisi, semakin lama kalian bakal dapet sanksi."

Noe tersenyum setelah melepas jambakannya dengan kasar.

Liam menatapnya dengki. "Lo sengaja kan?!"

Kerjapan mata Noe membuat Liam makin marah.

"Iya."

Jawaban jelas itu tak bisa tak mengundang amarah Liam.

"Lagian siapa sih, yang mau bantu pecundang kaya Lo."

..

Clown In Mine. [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang