12.

6.3K 472 14
                                    


..


"Yakin? Abang nginep deh di asrama ya. Biar kamu kalo butuh apa-apa ngga kerepotan."

Noe diam di tempat. Tak mau menjawab pertanyaan yang di lemparkan Sky padanya.

Jujur saja, Noe sudah menduganya sedari awal. Pasti akan ada perilaku bodoh dari pria itu.

Tapi Morgan tak tinggal diam. Dia menatap Sky sinis, dan menoleh padanya.

"Ngapain sama Sky. Mending sama Abang aja. Dia ini diem-diem wibu."

"Ya Tuhan." Batin Noe sudah lelah.

"Lah, mang napa kalo wibu? Masalah kah? Vera juga k-popers." Tanya Sky menantang. Dia maju dan saling melemparkan tatapan tajam.

Vera merenung di tempat. Lah, Dia ngga ngapa-ngapain padahal.

"Nerd."

"What? Enak aja! Gue mana ada njir." Kilahan Sky memang tidak salah. Skylar tidak begitu. Kata siapa sih wibu itu nerd?

"Halah, lo kan kalo pergi tuh pake jaket zipper sama kacamata kotak tuh. Terus tas punggung item. Anjir- apa Lo mau ngelak lagi?!"

Sky melongo tak percaya. "Itu kan dulu sekarang gue udah ngga. Buktinya yang ngejar gue banyak." Jawab Skylar.

Skylar yang tampan dan percaya diri.

Tiago dan Rini saling pandang, lalu berbalik meninggalkan mereka berdua di ikuti Vera.

Morgan mengernyit. "Siapa anjir, Ade sekolah bareng Lo, Kamu liat kalo Dia ngga ada yang ngejar kan? -eh?"

Ketika pandangannya hendak di fokuskan pada Noe, Anak itu sudah tak berada di tempat.

"Bye miskin." Lambaian tangan Vera menjadi akhir perdebatan keduanya.

Ah, nasib sial mereka.

..

Sesampainya di dalam asrama, di depan pintu kamarnya. Noe merasa aneh karna bawah pintu kamarnya memantulkan cahaya, yang Noe yakini lampu kamar asrama tempat tinggalnya, sudah di matikan.

Soal keluarganya. Ah, Noe tidak peduli. Mereka malah ribut di bawah asrama.

Lalu ketika jemarinya ingin memutar knop pintu, bahunya di tarik kebelakang sedikit kasar.

Noe melemparkan tatapan tajam. "Maksud Lo apa narik-narik gue?" Ucapnya.

Remaja yang berada di depannya mengangkat satu alisnya. "Gue yang harusnya nanya. Lo siapa?"

"Lah?" Noe berdengung.

"Apasih. Ngga jelas banget Lo, siapa Gue ngga ada hubungannya sama Lo, sampe-sampe harus Gue jelasin."

Noe menyentak tangan yang masih hinggap di bahunya, meninggalkan bekas cengkraman yanga sedikit nyeri.

"Gue tanya Lo siapa? Ngapain Lo mau masuk Kamar Gue."

Setelah ucapan itu di layangkan. Entah hanya perasaannya saja atau bagaimana, suasana di lorong itu menjadi lebih tegang. Tapi meski begitu, Noe mengusir jauh-jauh rasa penasarannya.

"What the hell." Dia kembali berbalik dan membuka pintu, Noe masuk tanpa menghiraukan panggilan tajam dari Remaja di belakangnya.

Noe membuka ponselnya.

Mencari kontak Ayahnya untuk di hubungi.

"Ayah, what is wrong with you?"

Tak ada sapaan manis dari Noe. Dia benar-benar merasa kesal sekarang.

Sedangkan Tiago yang me-loud speaker panggilannya di dalam mobil yang masih Dia kendarai melongok bingung.

"Kenapa emangnya?" Tanya Tiago pelan.

Hembusan nafas kasar membuat Vera dan Rini saling pandang.

Noe menendang kaki ranjang di mana rasanya Dia ingin meledak. Remaja itu terus menatapnya sinis.

"Why's there a new resident in my room, Ayah?" Noe bertanya dengan penekanan.

Ini bukan berarti Noe melunjak. Masalah utama dalam percakapan ini adalah syarat utama yang sudah di lontarkan Noe sejak pertama kali masuk ke sini.

"Ah." Pupil Tiago bergetar.

Suara Noe cukup membuat mereka tertegun. Dia menutup mulutnya mencari jawaban yang tepat.

"Dia itu ... em, keponakan Ayah. Karna di sana ngga ada kamar sisa. Ya pokoknya nothing left lah. Jadi Dia tinggalnya sekamar sama Ka-"

"Ayah are you kidding me?" Suara terendah Noe memotong penjelasan Tiago.

Rini dan Vera memang cukup tegas, tapi untuk alasan ini, memang salah Mereka, Noe memang tak di beri pertanyaan lebih dulu.

Jadi pada akhirnya selain diam, mereka tidak tahu caranya menjelaskan.

Itulah, alasan kenapa sedari awal mereka memaksa Noe untuk tinggal kembali, meskipun Anak itu pasti tak akan mau.

"No, I'm sorry Son, it's just coincidens that keponakan Ayah butuh tempat tinggal." Tiago tak bisa bernafas lega.

Rupanya hanya matanya yang sama, kepribadian mereka cukup berbeda.

"Even my personal room. You gave it freely. Hah, ... alright, its up to you."

Noe memutuskan panggilan telepon. Tak mau mendengar alasan dari Tiago lagi. Jelas ini melanggar peraturan yang sudah Ia mintai sejak awal.

Lalu Noe kembali ke kesadarannya. Mencoba menenangkan diri.


"Apa?"

Remaja yang memiliki porsi tubuh lebih kecil darinya itu melayangkan tatapan hina.

"Lo pasti Anak angkat Om Tiago kan?  Dari jalan apa asuhan?" Pertanyaan itu di tambahi mimik wajah yang menjijikan bagi Noe.

Lontaran itu tak terdengar sarkan si telinganya, ataukah memang Noe yang sudah terbiasa mendengar ucapan legit di kesehariannya.

"Freely talk to me, and i wont let you flee, when the time's come."

Noe melemparkan tasnya dan masuk ke dalam kamar mandi dengan meninggalkan bantingan yang cukup keras.

Liam, sempat tersentak. Namun Dia juga marah akan perilaku Noe. Tidak, bagaimana bisa Anak pungut itu seolah-olah memiliki kuasa di atas segalanya?

Tapi otaknya bekerja. Dia segera membuka ponsel dan mencari kontak kerja samanya bersama Remaja yang akan mengalahkan Noe.

"Tunggu aja, Lo pasti bakal di usir bentar lagi."

Nada telepon berdering segera menunjukkan angka.

"Halo, Raga. Gue ada kabar baru nih."

Jawaban dari si penerima telepon membuatnya tergelak senang.

"Ada pahlawan kesiangan yang baru di angkat sama keluarga Lo ... wanna make a bet?"







..

Sabar, sabar, seng tenang.

Clown In Mine. [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang