0.7

307 31 0
                                    

HAPPY READING

Sorry for typo

Setelah beberapa hari bungsu Winata itu dirawat di rumah sakit, kini Elvio sudah diperbolehkan untuk pulang, dengan catatan harus mengurangi aktivitas yang berat-berat seperti lari maraton contohnya.

Di ruangan rawat El sekarang hanya tersisa Elvio, sang mama yaitu Diandra dan bodyguard setianya Roy. Sedari tadi El tidak berhenti tersenyum lebar menyambut hari pulangnya dari tempat yang sangat ia benci.

Tak lama pintu ruangan itu terbuka, menampilkan sesosok pemuda jangkung diikuti oleh dua anak kembar dibelakangnya menghampiri adiknya Elvio.

"Kayaknya ada yang lagi seneng banget nih, sampai dari tadi gak berhenti nyengir" ujar abangnya yang bernama max

"Awas kering tuh gigi dek" sahut gerhana yang dibalas tatapan sinis oleh si empu

"Apaan sih kalian sirik aja"  gerutunya yang hanya dibalas kekehan saja oleh mereka

••••

Setelah drama kepulangan El kini mereka telah sampai di pekarangan mansion keluarga Winata, jangan tanyakan dimana Elvio? Sekarang si empu tengah tertidur pulas dalam gendongan papanya Gilang, mereka pun berjalan ke arah pintu yang sudah terbuka lebar disambut oleh para maid yang berjejer rapi di sana.

"Selamat datang kembali di mansion winata tuan kecil!!" Ternyata suara yang dikeluarkan oleh para maid mengganggu tidur tuan kecil yang berada dalam gendongan Edgar. Iya Edgar langsung bergegas menuju rumah sakit ketika mendapat kabar kalau adiknya akan pulang hari ini.

Eungh

"Syut, tidur lagi dek" Max yang berada di sebelah Edgar pun langsung menepuk pantat adiknya supaya kembali terlelap.

"Terimakasih, lanjutkan pekerjaan kalian masing-masing" mereka yang mendengar titah dari tuan besar langsung saja bergegas melanjutkan pekerjaan.

Kini sudah pukul 18.00 yang artinya sebentar lagi akan memasuki waktu makan malam, seluruh keluarga Winata sekarang masih berada di kamarnya masing-masing, begitu juga dengan Elvio ia masih tidur sedari ia pulang dari rumah sakit, namun ada yang aneh dari tidurnya.

Elvio tidak tahu dimana ia sekarang, Elvio melihat sekelilingnya hanya ruangan gelap yang berdebu, ia memejamkan matanya kala rasa sakit di dadanya datang.

Tak lama kemudian pintu ruangan gelap itu terbuka. Suara decitan yang dihasilkan dari pintu itu membuat ia membuka matanya, menampilkan sesosok wanita lansia.

"Kamu sudah bangun rupanya"

Elvio mengerjapkan mata perlahan, menyesuaikan cahaya yang masuk ke dalam indra penglihatannya, dan sekarang ia tahu dimana ia sekarang, ternyata ia berada di gudang rumahnya, dan sosok di depannya ialah Lucy, wanita tua yang merupakan ibu dari sang mama Camella, berdiri di depannya sembari melipat tangan di depan dada. Elvio meringis ketika perutnya tiba-tiba diinjak oleh Lucy.

"Nenek kenapa aku ada disini??" Elvio bertanya dengan lirih

Dengan tersenyum Lucy menjawab, "Saya hanya ingin bermain denganmu Elvio," kemudian ia berjongkok sembari mencengkram dagu anak di depannya ini.

"T-tapi nek, disini banyak debu, aku gak bisa nafas dengan baik nek" ujar Elvio menatap takut sosok Lucy, berharap ia akan segera di keluarkan dari sini. Namun Lucy seakan acuh apda kalimat yang dilontarkan cucunya, ia kembali berdiri dengan angkuhnya, senyum tipis tersungging di bibirnya yang kemudian bibir itu berucap,

"Kamu tahu salah kamu apa? Sehingga saya membawa mu kesini?"

Elvio sontak menggeleng, ia merasa bahwa ia tidak pernah melakukan kesalahan apapun, baik itu pada neneknya ataupun keluarganya.

"Kamu perlu tahu hal ini Elvio, camkan baik-baik, kesalahan kamu itu banyak, kelahiran mu yang membuat anak saya pergi tapi jika kamu terlahir sehat itu tak masalah bagi saya dan suami saya, namun kamu terlahir dengan penyakitan yang membuat kami merasa kalau anak saya melahirkan kamu dan menaruhkan nyawa anak saya itu tidak berguna." Lucy menarik napasnya sejenak, kala ia juga merasa sesak di ruangan berdebu ini.

"Kamu tahu Elvio? Menurut saya orang penyakitan seperti kamu adalah aib bagi keluarga kami, apalagi untuk sakit yang seumur hidup tidak akan sempuh seperti penyakit mu itu. Apa yang akan dibanggakan dalam kehidupan mu? Selain hidup yang menjadi beban bagi semua orang di sekeliling mu, kamu sadar hal itu bukan?"

Elvio merasa matanya kian memanas, sesak pada dadanya juga semakin bertambah kala mendengar sederet kalimat dari seseorang yang ia panggil nenek, ia memang sering mendapatkan kalimat-kalimat seperti itu dari Lucy, namun ia tidak akan pernah terbiasa dan tidak akan bisa ia lupakan dengan mudah. Ia paham, bahkan sangat paham bahwa ia adalah beban bagi keluarganya.

"Terus mau nenek apa? Aku juga gak mau lahir kalau kelahiran aku malah bikin mama meninggal dan aku juga gak terlahir dengan kondisi penyakitan nek" tutur Elvio dengan derai air mata yang sudah berjatuhan dengan hidung yang seolah tidak bisa membawa oksigen masuk dalam tubuhnya.

"Kamu ikut saya, dengan itu hidup keluarga mu akan damai sebab tidak ada beban lagi dihidu mereka"

"Maksud nenek apa?" Elvio terbatuk kecil, dadanya kian terasa sangat sakit, "Nenek mau merawatku?"

Lucy tertawa, "Merawatmu? Hei lelucon apa yang sedang kamu tanyakan?, Siapa yang akan sudi merawat bocah penyakitan seperti kamu? Kamu akan saya bawa ke panti untuk kamu tinggal apa lagi"

DEG

"N-nek? Nenek nggak serius kan sama ucapan nenek? Nenek Elvio mohon" Elvio langsung saja memeluk kaki Lucy, walau tubuhnya terasa sangat amat lemas.

Lucy menendang kakinya yang dipeluk oleh El, memang tidak terlalu keras namun cukup membuat Elvio terjungkal, tidak sampai disitu Lucy kembali menendang beberapa kali sang cucu di kepalanya.

•••


Elvio terbangun dengan nafas terengah-engah, mimpi buruknya kembali hadir dengan kondisi ini Elvio bahkan tidak merasakan bahwa alat yang sering ia pakai kembali bertengger apik dihidung, ia juga tidak melihat bahwa seluruh keluarganya termasuk ia berada di ruangan yang sebelumnya ia tempati. Ia hanya teringat dengan apa yang ia impikan tadi

"Hey sayang, apa yang kamu rasakan?" Pertanyaan Diandra membuat Elvio tersadar dengan keadaannya sekarang, kemudian menjawab,"Tidak ada mama"

Tadi ketika Diandra akan membangunkan si bungsu, ia dikagetkan dengan kondisi si bungsu yang ia rasa ia seperti kembali pada keadaan beberapa hari yang lalu, dimana kondisi Elvio tadi tidur dengan keadaan keringat yang telah membasahi seluruh baju dan wajah anaknya, rintihan dan gumaman lirih yang keluar dari bilah bibirnya jangan lupakan nafasnya yang seakan susah anaknya ini dapatkan. Melihat hal itu sontak Diandra langsung berteriak memanggil suami dan anak-anaknya, dan langsung saja mereka membawa si bungsu ke rumah sakit lagi.

Gilang ah bukan hanya Gilang, semuanya merasa sangat-sangat khawatir pada kondisi Elvio, dimana Elvio baru kemarin keluar dari rumah sakit namun kembali lagi ke sini, bahkan ia bermalam di ICU sebab Elvio tadi malam sempat mengalami yang namanya henti nafas, hal itu lah yang membuat seluruh keluarganya khawatir.

"Dek adek jangan pergi, tetap disini sama abang dan yang lain ya? Abang mohon sama kamu dek" Elvio yang mendengarnya hanya mampu terdiam. Ia juga mau nya seperti itu, namun tidak ada yang tahu bagaimana takdir itu bertindak bukan?

"Abang semua makhluk hidup itu akan pergi bang, gak menutup kemungkinan kalau adek juga bakal pergi entah kapan, adek juga gak bisa egois kalau adek harus tetap disini padahal adek udah di takdirkan buat gak ada"

Max Langsung memeluk adiknya dengan sangat erat, seolah ia tidak akan rela jika adiknya pergi meninggalkannya, "Kalau begitu abang juga bakal pergi sama adek, biar adek gak sendirian nantinya."

••••

Silahkan tinggalkan jejak kalian yaaaaa

see you next chapter guyss👋🖤

Elvio ||on going||Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang