"normally, you act like you're not there, that you don't care"
-why why by ShannonOne, mistake. Two, fall in—.
Takdir itu bermain dengan sangat lihai dan amatiran seperti mereka akan terlilit akan benangnya, lalu mengikuti arus hingga akhirnya diluruskan kembali seperti sedia kala.Haizel kira ia takkan lagi bertemu mahkluk dihadapannya. Sejak hampir dua minggu, lelaki ini hanya akan terlambat kemudian menjadi seseorang yang paling cepat pulang bahkan sebelum jam pelajaran berakhir. Aneh, memang. Atau mungkin Haizel hanya merasa sepi saat koordinator bidangnya menjadi dipegang langsung oleh sang ketua acara.
"Perkembangan pentas sama bazar gimana?" tanya Matteo canggung.
Bukan, bukan karena tak terbiasa akan kondisi saat ini, bahwa faktanya keduanya sudah sering ditinggal berdua. Namun, untuk yang satu ini, mungkin Terra tak harus melepaskan keduanya disini hanya karena Matteo pernah menolong pemuda itu saat membawa belanjaannya –setidaknya Terra tak mengajak Matteo menemaninya dirumah–.
"Hei?" sentak Matteo membuat Haizel terlonjak.
Pemuda itu malah membalas mengerang pelan dengan mengacak rambutnya, meletakkan kepalanya menutup kearah meja selama sepuluh detik. Lantas memutuskan untuk mengangkat pelan kepalanya mengintip, rambut depannya justru berjatuhan mengenai kelopak mata Haizel. Netranya mengerjap masih berusaha tak mempercayai kondisinya.
Tak menyangka rasa khawatir yang justru muncul pada Matteo selepasnya. Lelaki itu mengelus rambut Haizel pelan dengan nada tenang menimpa khawatir.
"Hei? Kenapa, butuh sesuatu? Gue harus apa?"
Haizel yang mendengar itu semakin mengangkat kepalanya menggeleng, rmabut pemuda itu mengikuti gerakan tersebut. Menjawab tanpa suara, dirinya sedikit kesal. Sedikit saja.
Tiba-tiba bertemu, tiba-tiba bicara, tiba-tiba berbagi rahasia, tiba-tiba datang, tiba-tiba pergi —entah Haizel harus menyebut seluruh ketiba-tibaan didalam hidupnya tentang lelaki ini—singkatnya semua itu tentang terlalu tiba-tiba. Dirinya tak sanggup menjelaskan perkara yang harus diselesaikannya sementara setiap kali hal itu terjadi jiwanya menanggung rasa aneh. Gelenyar itu muncul sesaat Matteo pergi ataupun datang.
Haizel penasaran, sangat penasaran. Benar tidakkah Matteo turut merasakannya. Bendungan itu tak tertahankan saat akhirnya Haizel menghela napas dan mulai mengangkat bicara dimana rasa senang melingkupi Matteo, sebelum mengetahui maksud bodoh yang belum dipahami Haizel.
"Mat, pernah ga lo ngerasa punya kayak- eh, kayak apa ya? Pokoknya aneh-aneh deh," bingung pemuda itu menjelaskan.
"Emang ciri-ciri spesifiknya?" bingung Matteo.
Haizel berpikir menemukan kata-kata yang bagus sebelum mulai berbicara, "rasa khawatir tapi bukan khawatir, kadang perut lo terasa geli semacam ada kupu-kupu nya dan secara ga langsung rasa senang lo meningkat meluap-luap. Terus tentang khawatir, khawatirnya itu sama sekali tidak berdasar."
Matteo mulai mengernyit sebelum akhirnya mulai sadar, "secara tidak langsung objek tersebut meningkatkan serotonin lo, sedangkan lo merasa bahwa dia bukan objek yang membuat lo harusnya senang?"
Haizel mengangguk seolah-olah Matteo dapat membaca pikirannya dengan sangat jelas. Raut itu memunculkan kernyitan yang semakin jelas membuat pemuda itu resah.
"Gue ga perlu ke psikiatri kan Matteo?" resah Haizel membuat Matteo menggelengkan kepalanya cepat, "ga kok, lo ga perlu."
Setelah mengetahui hal tersebut Haizel menghela napas lega. Senang rasanya bahwa perasaan itu terdengar tak tabu karena Matteo dapat menjelaskannya secara spesifik. Tentu saja dengan dialiri keheningan selepas itu, hingga Matteo kembali bertanya dengan datar, "siapa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
[MH DWILOGI] : INSOMNIA
Fiksi PenggemarHaizel masih mencari seorang teman yang mencintai mata pandanya dan tak mengusiknya. Entah mungkin, Matteo? info : [bxb lokal] MatZel. [couple markhyuck from nct] [perhatikan lapak]