12 : [TERJAGA]

48 6 4
                                    

i don't have to pretend and it's too late,
the story's over now, the end
—wide awake.



Terjaga, Haizel terjaga. Matanya memutar pandang kepada segala hal yang berada dibawahnya. Tangannya memegang pinggir pembatas pada atap bangunan sekolah. Dirinya masih terus menatap sekumpulan manusia yang terlihat mengeluarkan berbagai emosi dan usaha, Haizel mengagguminya dengan rambut yang terbang mengikuti arah semilir angin. Suara gesekan dari pintu yang berat akibat terlalu tua dihiraukan pemuda itu.

"Zel?"

Haizel hanya berdeham, dia mengenal suara itu. Tubuhnya berbalik, memperlihatkan Narvan yang memegang sebuah pengenal bertali biru. Ah, benar, Haizel harus menggantikan Matteo sebagai koordinator.

Pemuda itu berdecak, benar-benar tidak habis pikir tentang kehidupannya setelah lelaki itu pergi. Ini bahkan belum genap dari dua minggu kepergiannya, tapi hal yang ditinggalkan Matteo seluruhnya menjadi keributan dalam pikiran Haizel.

"Males banget!" kesal Haizel yang diberi tepukan punggung pelan oleh Narvan sembari tertawa kecil.

Haizel berjalan beriringan bersama Narvan setelah menarik pengenal tersebut. Tak sadar sudut pipinya terangkat, yah, dipikir-pikir ada sedikit yang Matteo bawa dari tempat ini walaupun itu menjadi pisau bermata dua bagi Haizel. Benar, sesuatu yang berasal dari Haizel. Pemuda itu menatap langit sebelum akhirnya kembali bergerak turun mengikuti Narvan yang ternyata mendahului geraknya.

"Kak Haizel!"

Haizel ternganga tak menyangka melihat kondisi sang adik kelas yang menggunakan pakaian maskot. Terdiam konyol sepersekian detik sebelum dipeluk oleh pakaian besar dan menggemaskan tersebut. Narvan yang mengajaknya berkeliling sekolah malah seperti mulai berpikir untuk kabur. Ayolah, ditahan Cheriel itu sangat-sangat membuat pusing.

"Lihat keren ga?" tanya Cheriel dengan antusias dan kembali melanjutkan ucapannya, "aku kemarin disaranin teman-teman pakai ini, katanya kelihatan keren, mereka jamin kalau stand kelas kami bakal ramai hari ini."

Narvan terlihat menahan tawanya, dia berani bertaruh manusia yang mengatakan hal itu hanya beralasan agar Cheriel mau memakainya. Pakaian buah mangga itu terlihat sangat lucu, apalagi Narvan tak sengaja melihat adik kelasnya yang masih berada didalam kelas memakai beberapa macam kostum buah.

Haizel yang melihat Narvan malah hampir ikut tertawa, pemuda itu mencoba membantu rasa ingin tertawanya dengan menghela napas.

"Yang bilang siapa, El?" tanya Haizel.

Cheriel menunjuk salah satu manusia dikelasnya yang menggunakan pakaian sekolah dengan lengan yang diberi pita merah. Pemuda yang ditunjukkan Cheriel adalah ketua kelasnya, sebab untuk mempermudah pencarian, seluruh ketua kelas diwajibkan untuk menggunakannya.

"Tunggu El, ga lagi di bully kan?" tanya Haizel menyadari pelan. Cheriel hanya menaikkan alisnya lalu memiringkan kepalanya.

"Eh? Tidak, Jansen baik banget malah sama ku, dia yang paling baik di kelas malah," jelas Cheriel dengan tegas dan malah menambah, "dia sering bantuin aku kalau misal disuruh ngantar buku pas teman-teman lain gabisa, dia bantu aku piket kelas pas temen-temen lagi sibuk ngejar ekskul, pas sakit juga bantuin ke ruang kesehatan, banyak lagi deh."

[MH DWILOGI] : INSOMNIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang