#18 - Reasons to Survive

2.8K 315 68
                                    

Hati Dokja sakit.

Air mata entah kenapa mengenang.

Pelukan ini... kehangatan ini.. sudah berapa lama Kim Dokja memimpikannya?

.
.
.

HIII GUYYYSSS ><)9
Eheheh
...
Ada yang miss sama fic ini? ._.)
...
s-selamat membaca ya....
(Neri kangen kalian, btw. Xixixi)
Jangan lupa untuk VOTE, KOMEN dan FOLLOW ya guys, sebagai apresiasi :")
Bacanya ribuan... tapi vote-nya rata² tak mencapai 300 ☺️🥲

Jangan lupa baca NOTE di akhir cerita.
(Word : 8.6k)

[Raon Miru's POV]

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

[Raon Miru's POV]

Mata biru menatap langit biru tanpa henti selama berjam-jam.

Naga hitam Raon Miru sekarang duduk di tempat sakral keluarga mereka. Menikmati pemandangan yang mengelilingi tempat itu, dipenuhi oleh lautan bunga serta danau buatan dengan beberapa pohon rindang.

Senyuman terpatri di wajah muda berusia 11 tahun itu. Bahwa tempat ini merepresentasikan spot yang sangat disukai manusianya. Begitu damai, tenang dan sejuk.

Mata biru tertutup. Mulai membayangkan satu adegan dimana jika manusia masih ada disisinya, mereka akan mengadakan piknik disini. Menggelar selimut tebal dibawah pohon yang rindang, kemudian banyak bantal, kue, cemilan, minuman serta waktu berdongeng untuk Raon, On dan Hong.

Tak jauh dari mereka akan ada Choi Han yang mengawasi dengan senyuman kemudian melanjutkan sparring dengan Lock dan Hannah. Kemudian Ron yang menyiapkan teh, Beacrox yang menyiapkan makanan serta Eruhaben yang ikut duduk bersandar di pohon sambil membaca gulungan perkamen dengan wajah santai.

Disisi Eruhaben, akan ada Rosalyn, Mary, dan Jack yang berdiskusi mengenai sihir dan sejarahnya. Di danau juga akan ada sepasang saudara paus, Witira, Paseton dan Archie, menantang Toonka dan Ratu Hutan dalam berduel di air.

Tak lupa disisi Ron, di kursi dan meja yang telah disiapkan, duduk Alberu bersama Taylor dan Bud yang berbincang ringan mengenai pekerjaan mereka.

Namun, tetap saja, sumber damai itu datang dari wujud pemuda yang begitu dirindukan oleh mereka. Yang bayangannya kian memudar dari angan-angan, membawa Raon menuju kenyataan bahwa ia sedang bersandar di Batu Nisan manusianya, Cale Henituse.

"Ayah..." panggil Raon lirih.

Mata biru bercelah mulai berkaca-kaca. Lengan bergerak memeluk lutut dan menyandarkan kepalanya di atas lipatan lengan. Wajah menghadap ke batu nisan dengan tatapan sendu.

(INDO Ver.) H A N I B A R A M  |  ORV x TCF FanfictionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang