[Mystery]
1926.
Mary kira, dengan menjadi Mario Mitford, ia tak lagi diremehkan. Hidupnya sudah ada di titik nyaman sempurna sejak Perang Dunia I berakhir. Pekerjaan sebagai reporter dan identitasnya sebagai seorang lelaki sudah cukup membuatnya hid...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Mary menarik napas panjang. Setelah acara tuding-tudingan di perpustakaan, ia benar-benar lemas. Mana bisa gadis itu lupa begitu saja dengan wajah menyeramkan sang butler? Bahkan, makan siang yang seharusnya menjadi surga dunia untuknya pun tak terasa nikmat sama sekali. Ia memutuskan untuk kembali ke kamarnya sendiri demi menenangkan diri sampai malam datang.
Niatnya begitu, sebelum ide gila terlintas di benak Mary saat matahari sudah tergelincir.
Gadis itu masih dalam setelan Mario Mitford: sweter turtleneck, kemeja putih, jas abu-abu kebesaran. Dari balik kamarnya, ia memastikan tak ada pekerja yang berlalu-lalang. Setelah yakin situasi aman, Mary berjinjit menuju sebuah kamar yang, ia yakini, merupakan kamar Henry Myrtle.
Benar. Hanya kekuatan intuisi yang tadi diremehkan oleh Mr. Kai.
Dengan jepit yang sama, gadis mungil itu mengutak-atik slot kunci. Bunyi klak terdengar pelan, tanda pintu berhasil terbuka.
Debar jantung Mary meningkat drastis. Ini salah, Mary tahu, tapi kalau ia hanya berpegang pada cara-cara yang benar, kebenarannya tak akan terungkap.
Mary melangkah masuk.
Pintu terbuka, dan Mary menahan napas. Kamar ini begitu mewah .... hingga kamar tamu terasa seperti gudang, walau perabotan yang ada di sana juga ada di kamar lainnya.
Tempat tidur, nakas, meja dan kursi, rak buku kecil, serta dua buah sofa serta meja tamu jika sang tuan rumah ingin menerima pengunjung di kamar.
Terlalu rapi. Seakan-akan tidak pernah dihuni manusia.
Di tengah tempat tidur, terbaring seorang lelaki yang sudah berumur, berselimutkan beludru dengan ornamen yang dijahit indah.
Si gadis tercekat. Itu ... Henry Myrtle?
"Apa yang sedang Anda lakukan di sini, Mr. Mitford?"
Sebuah suara, setengah berbisik, tapi cukup untuk membuat Mary terkejut. Intonasinya tajam dan tegas.
Pundak Mary menegang. Ia berbalik dan bertemu pandang dengan Harold Wayne, si dokter yang selalu tersenyum—tapi kali ini tak ada lengkungan yang tersungging di bibirnya. Keramahan yang Mary tahu sirna dari mukanya. Aura lelaki yang jauh lebih tinggi darinya itu begitu mengintimidasi hingga si gadis kehabisan kata-kata untuk berkelit.