4.2

89 18 22
                                    

Akio Kai dalam balutan seragam kerjanya berdiri diam

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Akio Kai dalam balutan seragam kerjanya berdiri diam. Memandang dingin pada korban yang sudah tak bergerak di tanah.

Satu ayunan dia sabetkan lagi untuk menyingkirkan sisa darah di bilah tipisnya yang agak melengkung. Memercikkan darah ke sekeliling. Satu gerakan ringkas untuk melap sisa darah dari bilah dengan kertas yang diambil dari sakunya.

"Sampah sudah dibereskan," ujarnya datar. "Maaf sudah menunjukkan hal yang tak patut pada Anda sekalian, para tamu." Dia menambahkan dengan senyum tersungging. Senyum yang entah bagaimana selalu membuat Mary merasa tidak aman dari awal.

Ya, sejak awal, Mary Mitford memang takut pada Akio Kai. Awalnya karena segan dan merasa ada yang disembunyikan, tapi sekarang gadis itu punya alasan yang jelas.

Tangan yang tadinya menahan bahu Doug kini hampa. Pemilik bahu sudah jatuh bersimbah darah, tak lagi bernyata. Sedikit saja meleset, Mary korbannya.

Waktu seakan berhenti untuk Mary. Genangan merah pekat yang dengan cepat meresap di antara dedaunan kuning membuatnya terpaku di tempat. Samar-samar ia mendengar suara seseorang, entah Viper, entah Akio, entah siapa. Namun, sepersekian detik, pikiran Mary terlempar ke tempat yang sama sekali berbeda.

Darah. Mengalir. Lantai.

"JANGAN DIAM SAJA DI SANA, MITFORD! BAWA MISS ADALINE PERGI. SEKARANG."

Mary tersentak. Untunglah seruan Viper Whetstone berhasil mengembalikannya pada kenyataan. Ia langsung menarik tangan Gaela Adaline, tahu bahwa nyawa mereka tak lagi aman di sana.

*

Gaela Adaline, secara perawakan, sedikit lebih besar daripada Mary Mitford. Namun, tenaga orang yang sedang dipacu adrenalin—dalam artian baik atau buruk, entahlah—memang tak bisa diremehkan. Mereka berdua berlari sampai ante room, lantas gadis mungil itu melepaskan tangan Gaela dan tersungkur di lantai berlapis karpet. Kali ini memang ia sengaja menjatuhkan dirinya sendiri, ingin meluruskan kaki.

Barulah ia sadar kakinya lecet-lecet karena menerabas taman belakang yang penuh rerumputan dan daun kering.

"Gaela. Kau tidak terluka, kan?" Mary terengah-engah—dengan suara wanitanya. Menyebut nama depan jauh lebih cepat daripada nama belakang. Kali ini dia tak bisa mengendalikan panik—siapa yang bisa, setelah melihat pembunuhan di depan mata?

Mary teringat pengalamannya di medan perang. Banyak orang mati di depan matanya. Yang itu lebih buruk, tapi setidaknya hal itu dilakukan di tempat terbuka dan semua orang bisa menyaksikan.

Tidak seperti tindakan Akio Kai di manor terpencil ini.

Gaela menggeleng kecil, lantas menghela napas. Namun, wajahnya kembali menegang. "Kaki anda ..."

Ah, ya. Kaki Mary sekarang tampak seperti kain compang-camping yang berjejak tanah dan darah, mengotori lantai ante room yang senantiasa dijaga kebersihannya oleh Mr. Kai. Semoga ini tidak menjadi penyebab Mary mati di tempat ini.

[END] The Ambiguous Reporter - RP NPC 2023Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang