7.

3 0 0
                                    

7. Penganggu

Sekolah usai begitu cepat hari ini, semua anak langsung pulang dan meninggalkan sekolah itu dengan segera. Diena, masih harus terjebak di sekolah karena ada jadwal tugas mingguan untuk membersihkan kelas bersama si kembar Brida dan Grida Edward. Diena tengah membersihkan sampah yang memang sudah menumpuk di kelas besar itu sedang Brida dan Grida Edward tengah membersihkan lantai kelas.

“Die…” Panggil Brida, “Apa kau ingat masa SMP-mu?” Tanya Brida setelahnya.

Diena yang mendengar itu tidak terlalu merespon pertanyaan itu, “Hmmm… Kurasa aku ingat sedikit.” Sahut Diena masih dengan kesibukannya membersihkan sampah yang berserakan.

Brida dan Grida langsung terhenti saat mendengar ucapan Diena, keduanya dengan kompak mengatakan hal yang sama, “Kau ingat?” Keduanya menoleh ke arah Diena.

Diena menghentikan kegiatannya lalu menoleh ke arah dua gadis kembar yang masih menatapnya. “Aku ingat kalau kalian melakukan hal yang sama seperti saat di panti asuhan.” Sahut Diena setelahnya.

Kedua gadis itu nampak terkejut dengan apa yang dikatakan Diena. Ruangan kelas itu sunyi untuk sesaat. Diena yang melihat reaksi dari dua gadis kembar itu hanya tersenyum lalu melanjutkan kembali kegiatannya membersihkan sampah.

“Sama seperti kalian takut pada Nyonya Quenn, di sekolah pun kalian takut dengan seorang Pinkan Elison.” Ucap Diena sambil melirik ke arah dua gadis yang hanya diam terpaku menatap Diena. “Kalian membiarkan Pinkan dan teman-temannya membully-ku, dan bahkan kalian ikut dengan Pinkan untuk mengerjai-ku.” Ucap Diena lagi.

Brida dan Grida hanya diam dan nampak sangat terkejut dengan apa yang diucapkan Diena. “Die… Itu…” Ucapan Grida terpotong saat Diena beranjak dari tempatnya sambil membawa sekantung sampah yang sedari tadi dibersihkannya.

“Sudahlah, tidak apa-apa. Aku tahu kalian ketakutan. Aku juga takut sekali saat itu.” Sahut Diena sambil berdiri dengan sekantung besar sampah di tangannya. “Aku ingin sekali melawan saat itu, tapi… Kalau aku melawan, kita semua dan anak-anak lain di panti asuhan akan kehilangan beasiswa pendidikan kita.” Ujar Diena sambil menatap kedua gadis yang hanya terdiam menatapnya itu. “Aku pergi membuang sampah-sampah ini dulu, ya.” Ujar Diena sambil pergi keluar dari kelasnya.

Diena berjalan menyusuri koridor, ia pergi ke arah bagian belakang sekolah menuju sebuah tempat sampah besar di sana. Masa lalu Diena adalah sebuah misteri bagi Diena sendiri. Banyak yang hilang dari pikirannya, baginya buku Diary lamanya adalah kepingan puzzle berantakan yang harus ia selesaikan. Diena kini berdiri di hadapan sebuah tempat sampah besar milik sekolah, banyak sekal kursi dan meja bekas yang sudah usang dan rusak yang dibuang di sana. Diena memasukkan sampah yang dari tadi bawanya ke dalam tempat sampah besar itu. Setelah selesai dengan pekerjaannya, Diena berniat untuk kembali ke kelas, ia baru saja menoleh dan tiba-tiba… “Byurrr…” Seember cat berwarna merah disiramkan dengan sengaja ke arah Diena dan mengenai seluruh wajah dan tubuh Diena.

Diena terkejut dengan dengan semua cat merah yang mengenai pakaiannya. Diena langsung membuka penutup kepalanya dan berusaha membersihkan cat yang memenuhi seluruh wajahnya dan juga mata kirinya. Nampak di depan Diena sudah berdiri lima gadis dengan salah seorang tengah memegang ember cat. Diena langsung menyadari dan tahu siapa yang melakukan itu padanya, Pinkan.

“Aku tahu kau sangat menyukai warna merah, Die. Sampai kau sebegitunya mengikuti Yein Akasaka kemana-mana, seperti anak ayam.” Ujar Pinkan.

“Anak ayam sepertinya jauh lebih baik daripada parasit sepertimu.” Sahut Diena.

“Berani sekali kau!” Teriak Pinkan menggertak Diena.

“Aku tidak punya waktu untuk meladenimu.” Ucap Diena sambil berjalan melewati Pinkan.

Tapi, langkah Diena terhenti saat dua orang gadis menghalanginya. “Aku belum selesai bicara!” Ucap Pinkan dan Diena langsung menoleh menatapnya.

“Aku tidak ada urusan dengan kalian semua.” Diena melirik ke lima orang yang berdiri di sana.

Pinkan menarik jubah Diena dan langsung membuat Diena tersungkur ke tanah. “Jangan berlagak di depanku, purple!” Pinkan melihat Diena yang sudah terduduk di tanah. “Kita teman lama, kan?” Ucapan itu berhasil membuat manik ungu Diena yang tidak tertutup penutup mata membulat sempurna. “Kenapa? Kaget? Kau pikir bisa membodohiku dengan berpura-pura amnesia?” Pinkan mensejajarkan dirinya dengan Diena. “Kau pikir dengan menghilangnya kau setelah kejadian 2 tahun lalu akan membuatku memaafkanmu?” Pinkan menarik jubah merah Diena dengan kasar hingga terbuka. “Karenamu, 2 tahun lalu aku di-skors oleh sekolah dan aku dihukum oleh keluargaku selama berbulan-bulan. Menurutmu? Aku akan memafkanmu?”.

Diena menunduk, ia diam mendengar apa yang dikatakan Pinkan. “Tidak cukupkah kau merundungku selama ini? Aku hanya ingin menjalani masa sekolahku dengan tenang.” Ucap Diena sambil menatap Pinkan.

Pinkan langsung tertawa meihat wajah Diena, “Hahaha… Sejak kau masuk sekolah, sikapmu begitu sombong dan berlagak seperti gadis angkuh, sangat menggelikan!” Pinkan mencengkram pipi Diena, “Aku lepaskan kau hari ini, selanjutnya… Jauhi Yein Akasaka, atau kau benar-benar akan mati di tanganku.” Ancam Pinkan.

Pinkan dan keempat temannya pergi meninggalkan Diena yang masih diam menatap kepergian mereka. Diena perlahan mengambil jubah merahnya, ia berdiri dari posisinya. Ia tertinggal sendirian di sana, dengan pakaian dan tubuh yang sudah kotor akibat cat merah yang disiram oleh Pinkan dan teman-temannya.

“Got you!” Gumam Diena sambil melihat ke langit dengan tangan kiri memegangi jubah merahnya.

Destiny Of Eyes (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang