5. Yein Akasaka
Diena baru saja sampai di kelasnya dengan earphone yang menyumpal telinganya. Ia duduk perlahan di kursinya dan mengeluarkan beberapa buku dari dalam tasnya. Tidak lama, nampak dua orang berdiri tepat di hadapan Diena.
“Die…” Panggil seorang gadis, “Ada yang ingin kami bicarakan.” Ucap gadis itu lagi.
Diena hanya menoleh dan menatap 2 orang yang berdiri tepat di hadapannya itu, Diena melepaskan earphone yang menyumpal telinganya. “Eh… Edward, kebetulan sekali, ada yang ingin aku bicarakan juga dengan kalian berdua. Nanti datanglah ke red table.” Pinta Diena pada kedua gadis itu.
“Red table? Apakah yang kau maksud meja milik Yein Akasaka?” Tanya salah seorang gadis itu pada Diena.
“Iya, aku tunggu, ya!” Ucap Diena dan tidak disahut apapun oleh kedua gadis itu.
“Hei, purple!” Panggil seorang gadis yang baru saja datang ke kelas itu. Gadis bermata hijau itu berjalan mendekati Diena dan si kembar Edward. “Bagaimana kau bisa dekat dengan Yein Akasaka?” Tanya gadis itu lagi.
Nampak sebuah nama di pakaian gadis itu bertuliskan Pinkan Elison. “Apa urusanmu, green?” Ucap Diena sambil menatap pada Pinkan.
Pinkan hanya mengepalkan tangannya karena kesal dengan apa yang dikatakan oleh Diena. Ia menatap lurus Diena, hingga bel sekolah sudah berbunyi dan tidak lama seorang guru masuk ke kelas mereka. Semua orang langsung duduk di kursi mereka masing-masing.
Jam pelajaran berlalu begitu saja, setelah waktu berlalu terdengar suara bel istirahat berbunyi. Semua anak-anak berhamburan keluar dari kelas mereka menuju kantin dan beberapa lagi melakukan kegiatan masing-masing. Diena baru akan beranjak dari kursinya, tidak lama suasana kelas berubah sunyi, tatapan semua orang melihat ke arah seorang pemuda bermata merah yang berdiri di ambang pintu kelas. Diena menoleh ke arah pintu dan melihat Yein Akasaka sudah berdiri bersandar di pintu kelas.
Diena hanya tersenyum melihat pemuda tinggi itu lalu ia menoleh ke arah dua gadis kembar, Brida dan Grida Edward. “Aku tunggu di red table, ya.” Ucap Diena sambil berjalan menghampiri Yein Akasaka.
Keduanya pergi begitu saja diiringi tatapan diam dari semua orang. Kedekatan Diena dan Yein nampak merupakan hal baru bagi semua orang. Hampir semua orang melihat kedekatan kedua orang itu dengan tatapan terkejut seakan melihat sebuah fenomena tidak biasa. Namun, baik Diena maupun Yein tidak memedulikan tatapan semua orang. Tidak lama, datang Brida dan Grida Edward menghampiri Diena di meja berwarna merah itu.
“Silakan duduk!” Ucap Diena mempersilahkan kedua gadis kembar itu untuk duduk.
“Temanmu?” Tanya Yein pada Diena.
“Temanku saat di panti asuhan.” Sahut Diena.
Brida dan Grida duduk di samping kiri Diena dan tepat duduk di hadapan Yein Akasaka. “Kau ingin membicarakan apa, Die?” Tanya Brida ragu-ragu.
“Oh… Aku ingin bertanya pada kalian tentang kehidupanku saat di panti asuhan.” Sahut Diena dan berhasil membuat Yein menatapnya lurus.
“Kau benar-benar lupa?” Tanya Yein.
“Aku hanya ingin memastikan beberapa hal.” Diena menyahut ucapan Yein.
“Kehidupan saat di panti asuhan?” Tanya Grida dan langsung membuat Yein dan Diena menoleh melihat kedua gadis kembar itu.
“Apa yang kalian tau?” Tanya Diena langsung.
Brida dan Grida saling menatap satu sama lain, lalu melihat Diena lagi. “Dulu..” Ucapan Brida terhenti karena ragu, “Kau masuk ke panti asuhan pada saat usiamu 3 tahun. Kau datang ke panti asuhan 1 tahun setelah kami.” Brida melirik ke arah Grida.
“5 tahun, ya? Bagaimana dengan kehidupan panti asuhan setelahnya? Apa aku benar-benar seorang pesuruh bagi kalian?” Tanya Diena sambil menatap ke arah kedua gadis kembar itu.
Brida dan Grida terkejut dengan apa yang diucapkan Diena, “Itu…” Ucap Brida gugup.
“Benar ya?” Ucap Diena dengan senyum yang merekah sedikit di wajahnya. “Aku yang membersihkan pakaian semua orang, sisa makanan, dan hampir setiap sudut panti asuhan itu. Dan juga… Aku tidur di sebuah gudang di bagian belakang lingkungan panti asuhan. Benar begitu?” Ucap Diena.
“Bukan kami yang membuatmu seperti itu, Die.” Sanggah Grida. “Nyonya Quenn juga melarang kami membantumu. Kalau kami melawan, dia akan menghukum kami.” Ucap Grida dengan nada bergetar.
Diena hanya menyunggingkan senyum setelah mendengar ucapan Grida, “Jadi, semua itu benar? Sejujurnya, aku belum mengingat semuanya, aku hanya membaca sedikit buku diary lamaku.” Ucap Diena.
“Maaf, Die! Kami tidak bisa berbuat apa-apa.” Brida dan Grida hanya menunduk.
“Sudahlah, sudah berlalu juga. Sekarang aku sudah tidak tinggal di sana.” Ucap Diena sambil melemparkan senyum pada kedua gadis kembar itu.
Brida dan Grida menatap Diena lalu melirik ke arah Yein yang hanya diam sambil memainkan ponselnya. “Kalian berdua…” Ucap Brida sesaat, “Berteman?” Tanya Brida.
Yein langsung menoleh melihat ketiga gadis di hadapannya yang kini menatapnya, “Kenapa?” Tanya Yein.
Diena hanya menghela nafas kasar, “Kami bertemu di hotel milik keluarga Akasaka saat aku tengah bekerja di restoran hotel itu.” Ucap Diena.
“Oh… Iya, kami bertemu di sana, lalu lama kelamaan kami jadi sering bertemu setelahnya.” Ucap Yein.
“Jadi, itu yang ingin kalian bicarakan?” Tanya Diena sambil menoleh ke arah Brida dan Grida, lalu kedua gadis itu hanya mengangguk perlahan. “Sebegitu anehnya kah saat seorang Yein Akasaka akhirnya punya teman?” Tanya Diena sambil melirik Yein.
“Jangan meledekku, merah!” Gumam Yein.
“Merah?” Ucap Brida dan Grida bersamaan sambil melihat ke arah Yein
Yein hanya diam lalu menunjuk ke arah Diena, “Jubah merah!” Ucapnya lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Destiny Of Eyes (Selesai)
FantasíaKala dunia menentukan kasta berdasarkan warna mata, sungguh menyedihkan kehidupan Diena. Takdir buruk seakan sengaja digariskan pada Diena hanya karena warna matanya. Cerita Pendek Selesai