13. Jaga dirimu, Die!
Sekolah berjalan seperti biasa, tidak ada yang spesial, hanya pelajaran biasa dan desas-desus yang terdengar samar di telinga Diena. “Dia pelayannya Yein Akasaka”, bisik-bisik yang sudah terdengar sejak Diena sampai di sekolah. Diena tidak memedulikan semua omongan itu, ia hanya fokus pada pelajarannya.
Suara bel berbunyi nyaring, para guru mengakhiri jam pelajaran mereka dan semua anak-anak langsung berhamburan menuju kantin. Diena hanya duduk di meja nya dan mengenakan earphone di telinganya. Diena hanya menggeleng saat teman-temannya mengajaknya pergi ke kantin sekolah. Ia tengah tidak ingin meladeni tatapan semua orang yang membicarakannya hari ini. Kini, Diena hanya fokus ke ponselnya, memilih-milih lagu mana yang ingin ia dengar saat itu, hingga tiba-tiba nampak seseorang tinggi mengetuk meja Diena.
Diena melihat tangan yang mengetuk mejanya dan langsung melirik ke wajah pada sang empu-nya tangan itu. Diena melepaskan earphone yang menyumpal telinganya, “Ada apa, Tuan?” Ucap Diena dengan penuh penekanan pada kata “Tuan”.
“Hentikan itu, Ratthenzuko!” Ucap sosok tinggi itu lagi.
“Aku kan hanya pelayan.” Ucap Diena lalu menyunggingkan senyum.
“Ah sudahlah… Lain kali saja.” Ucap orang itu sambil memutar bola matanya lalu berbalik badan akan pergi dari tempat Diena.
“Ada apa, Akasaka?” Tanya Diena dan langsung menghentikan langkah sosok tinggi itu.
Yein hanya menghela nafas panjang lalu ia membalikkan badan dan langsung duduk di kursi di hadapan Diena. “Maaf soal yang semalam!” Ucap Yein sambil menatap Diena.
“Maaf untuk apa? Sudahlah, bukan salahmu. Aku sudah biasa dijahili oleh anak-anak itu.” Ucap Diena.
“Mereka harus diberi pelajaran.” Ucap Yein.
“Sudahlah! Aku hanya kita punya kehidupan sekolah yang tenang. Dan aku sudah menggertak mereka.” Sahut Diena.
“Gertak bagaimana?” Tanya Yein bingung.
“Aku memperlihatkan luka-luka itu saat mengganti pakaian.” Diena hanya melirik ke arah Yein.
“Tuan Ratthezuko tahu?” Tanya Yein.
“Tidak, tapi aku bisa mempertanggungjawabkan ini.” Ujar Diena dengan yakin.
Kelas itu menghening seketika. Yein hanya menatap Diena dengan penutup mata dan jubah merah di hadapannya. Dia menyadari ada maksud tersembunyi dari apa yang dikatakan Diena. “Baiklah, terserah kau saja.” Yein beranjak dari tempatnya, “Aku ada pertandingan basket di luar kota untuk beberapa hari, jadi… Kalau terjadi apa-apa, hubungi aku kapanpun.” Ucap Yein sambil melihat ke arah Diena.
“Aku bisa menjaga diriku sendiri, Akasaka!” Ucap Diena.
Yein hanya tersenyum mendengar ucapan Diena dan dia pergi begitu saja. Diena hanya menatap Yein yang pergi begitu saja. Ia lantas mengambil kembali earphone nya dan menyumpalkan kembali earphone itu lagi pada kedua telinganya. Diena kembali menyalakan musik melalui ponselnya dan membiarkan waktu istirahat berlalu begitu saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Destiny Of Eyes (Selesai)
FantasyKala dunia menentukan kasta berdasarkan warna mata, sungguh menyedihkan kehidupan Diena. Takdir buruk seakan sengaja digariskan pada Diena hanya karena warna matanya. Cerita Pendek Selesai