Langit yang cerah tiba-tiba menggelap. Tetes demi tetes air jatuh dari atas. Hujan kembali mengguyur kota tempat tinggal Freya. Sejenak, Freya menggeser bantal yang sengaja ia gunakan untuk menutupi wajahnya. Matanya yang sembab-karena habis menangis-bergerak menatap rintik-rintik hujan dari jendela yang terbuka.
Kemudian, Freya beranjak mendekati jendela, tangannya terulur merasakan air hujan yang jatuh ditangannya. Suara burung yang tinggal disarang pohon samping jendela mengalihkan perhatiannya. Burung itu terlihat sangat bebas melakukan apa saja yang ia mau meskipun tubuhnya sudah basah karena hujan.
Freya ingin menjadi burung yang bebas. Mungkin ada orang yang bilang menjadi burung tidak sepenuhnya sebebas itu, banyak predator diluar sana yang ingin menerkamnya. Tapi Freya tetap ingin menjadi burung yang terbang tinggi, terbang di langit manapun yang dia inginkan.
Tiba-tiba Mama membuka pintu kamar yang sengaja ia tutup, "Jangan main terus Freya, belajar sana. Liat kakakmu, dia dapat PTN bagus karena giat belajar." Kata perempuan paruh baya itu. "Ibu heran sama kamu Freya, kakakmu pinter, tapi kamu bodoh banget." Sambung Ibu kemudian menutup pintu kamar.
Freya menahan sesak di dadanya-berusaha untuk tidak menangis lagi-meskipun rasanya ia sudah tak sanggup lagi hidup dalam situasi seperti ini.
Freya adalah anak perempuan yang hidup dalam keluarga yang sederhana dan berkecukupan. Ia mempunyai saudara kandung laki-laki bernama Frendi. Frendi adalah anak kebanggaan keluarga, ia pintar memiliki wajah yang tampan. Frendi sering mengikuti lomba-lomba dalam bidang akademik maupun non akademik di tingkat nasional. Sedangkan Freya adalah anak perempuan biasa saja yang terlahir tidak mempunyai bakat apa-apa.
Sejak kecil, Freya sudah merasakan rasanya dibedakan. Frendi selalu diutamakan dalam keluarga. Hal-hal kecil yang dilakukan Frendi pun selalu mendapatkan pujian. Frendi selalu menjadi nomor satu di mata semua orang. Berbanding terbalik jika Freya yang melakukan hal-hal luar biasa, satu kata pujian tulus pun tidak pernah terdengar di telinganya. Usahanya tidak pernah dihargai karena pada akhirnya ia hanya akan dibanding-bandingkan dengan pencapaian Frendi. Mungkin jika dituangkan dalam Film, Frendi lah yang menjadi karakter utama dan Freya hanya menjadi karakter yang tidak punya peran penting dalam jalan cerita.
"Mama! Freya dapat peringkat ke 2 di kelas!" Seru Freya setibanya di rumah. Ia menghampiri mamanya di dapur untuk membagikan kabar gembira ini. Hari ini di sekolahnya baru saja melaksanakan kegiatan pembagian raport.
"Begitu aja bangga Freya. Kemarin Kakakmu pas SMA itu juara satu kelas dan juara satu pararel di sekolah loh. Dan kamu adiknya, masa cuma dapat peringkat ke 2?" Kata Mama dengan nada mencela.
Senyuman lebar Freya perlahan pudar. Namun sesaat kemudian senyumnya kembali merekah ketika melihat Papanya baru saja tiba dari kantor.
"Papa, Papa! Freya dapat peringkat 2 di kelas loh!" Serunya bersemangat menghampiri papanya.
"Jangan ganggu Papa dulu. Papa capek habis kerja." Kata Papanya kemudian berjalan masuk ke dalam kamar.
Freya bergeming. Senyumannya kali ini benar-benar hilang. Kabar ini seharusnya tidak perlu dibagi-bagi karena pada akhirnya hanya Freya yang merayakannya.
Hal ini tidak hanya terjadi di dalam rumah. Freya pernah membeli bumbu masak di warung, kemudian pemilik warung tiba-tiba bertanya, "Mama Papa kamu cakep, Kakakmu ganteng banget, tapi kamu kok beda sendiri gitu ya?"
Freya hanya bisa tersenyum tipis. Dia tidak bisa membantah karena pada dasarnya itulah kebenarannya. Freya tidak memiliki tampang yang cantik seperti keluarganya.
Bagaimana ya rasanya dibilang kamu hebat? Bagaimana rasanya jika kamu dipuji cantik? Bagaimana rasanya jika kamu selalu diandalkan oleh orang-orang disekitarmu? Freya hanya bisa menebak-nebak karena ia belum pernah mengalaminya.
Terkadang ia tak kuat hidup dalam lingkaran kesedihan yang terus menggiringnya menuju kegilaan. Namun ada sedikit harapan yang membuat Freya berusaha bertahan, ia masih ingin membuat orangtuanya melihat ke arahnya. Freya hanya ingin orang-orang sadar akan kehadirannya. Itu saja.
Setelah lulus SMA, Freya memilih kuliah di luar kota agar bisa mengistirahatkan hati dan telinganya sejenak dari rumah yang bak neraka baginya.
Semula kehidupan barunya di kota orang berjalan dengan baik. Freya bertemu orang-orang baru. Mereka memperlakukan Freya dengan baik membuatnya melupakan kalimat kalimat yang selalu membandingkannya dengan Frendi.
Tapi akhir-akhir ini Mama dan Papa sering mengeluh tak mampu membiayai kuliahnya. Bahkan ia pernah sebulan tidak dikirimi uang. Ia hanya makan makanan seadanya agar tetap bisa hidup.
Ketenangan yang diharapkannya tak bertahan lama. Mau tak mau Freya akhirnya bekerja sambil kuliah untuk membantu mengurangi beban Mama dan Papa. Semua Freya jalani dengan penuh ikhlas. Ia harap dengan melakukan ini Mama dan Papa bangga padanya.
Namun Freya harus menelan pil pahit kenyataan ketika mendengar kabar bahwa Mama dan Papa mengadakan acara besar untuk merayakan Frendi yang mendapatkan pekerjaan. Kemarin ia masih mencoba memahami kondisi ekonomi keluarganya yang bermasalah namun sekarang Freya tak bisa menahannya lagi. Ia benar-benar marah karena orang tuanya lebih memilih mengeluarkan uang untuk Frendi dibandingkan untuk Freya yang jelas-jelas sangat membutuhkan uang untuk kuliah.
Sejak hari itu, Freya memutuskan untuk tidak meminta uang lagi pada Mama dan Papa. Ia bekerja keras demi memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari dan membiayai kuliahnya sendiri. Freya dipaksakan mandiri oleh keadaan meskipun masih memiliki orang tua.
Puncaknya kesabaran Freya habis ketika wisuda. Mama dan Papa tidak datang ke acara yang paling dinanti-nantikan Freya karena mereka lebih memilih pergi mengantar Frendi yang akan pindah tempat bekerja.
Kali ini Freya benar-benar kecewa pada Mama dan Papa.
la mulai frustasi berkepanjangan. Jiwa dan pikirannya terus berkelahi memutuskan akhir. Mama dan Papa selalu saja mengabaikan kehadirannya. Mereka telah menciptakan rasa tidak adil dan banyak luka dihatinya. Freya hanya ingin disayangi seperti mereka menyanyangi Frendi.
Selama ini Freya tidak pernah memikirkan melakukan hal gila untuk membuat Mama dan Papa bangga padanya. Pikirannya kalut mengingat segala bentuk usahanya yang tak pernah dihargai.
Matanya menatap nyalang bayangan tubuhnya melalui pantulan cermin. Keinginan untuk mengakhiri penderitanya semakin besar seraya mendekatkan bilah pisau ke arah urat nadi di tangan kirinya.
Jika Freya mati, apakah Mama dan Papa akan menyadari kehadirannya? Apa mereka akan menangisinya? Atau apakah mereka justru tidak peduli dengan kepergiannya?
Ia menangis dalam diam, tubuhnya bergetar kala berhasil memotong urat nadinya. Darah mengalir deras dari tangan kirinya. Rasanya sangat sakit, tapi lebih sakit luka yang ditorehkan Mama dan Papa.
Freya menutup mata. Ia merasakan gema bebas dan damai bergemung dari pendengarannya. Dengan kematiannya ini akan merubah segala keadaan menjadi lebih baik. Mama dan Papa tidak perlu bekerja keras lagi untuk membiayai hidup Freya. Anak yang tidak pantas dibanggakan ini sudah pergi selama-lamanya. Sekarang dalam hidup mereka hanya ada Frendi yang akan selalu memberikan mereka kebahagiaan.
Rasa sakit dari tangan kirinya perlahan menghilang. Sebuah cahaya tiba-tiba datang menyelimuti tubuhnya, membawanya terbang menuju dimensi lain. Sekarang, Freya sudah bebas dari hidup yang menyakitkan ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
About U And Me [Cerpen]
Krótkie OpowiadaniaIni adalah kisah cinta kami. Cerita kami bersama. *Sesuai judul, ini hanyalah cerpen dan setiap bab beda-beda ceritanya