Nandira Tiara X Luan Andress
"Kita akhiri saja hubungan ini." Ucapan yang tiba-tiba rasanya menjadi badai yang menghentak tubuhku.
Tubuhku mendadak menegang kala ucapan laknat itu terdengar di telingaku. Pandangku serasa berkabur memandangnya dengan pandangan yang terluka.
"Ak-akhiri? Maksud kamu apa?" tanyaku terbata-bata. Sungguh, dadaku terasa sangat sesak saat dia dengan tanpa alasan memutuskan hubungan yang sudah terjalin selama 3 tahun ini.
"Kita putus! Kamu tidak dengar, ya?"
"Kenapa tiba-tiba kamu minta putus? Aku salah apa sama kamu?" tanyaku menahan tangis. Mataku terasa berkaca-kaca.
"Nandira kamu cantik. Kamu baik. Tapi kamu harus tau, aku tidak menganggapnya serius. Lagipula hubungan kita ini hanya hubungan yang berlatar kebohongan. Sejatinya kamu hanyalah tempat pelampiasanku selama Sarah pergi ke Jepang."
"Tapi aku serius!" seruku cepat. "Tidakkah ada kesempatan untuk menjadikan latar hubungan ini menjadi kejujuran, Luan? Jujur karena kita memang memilik perasaan yang sama."
Luan menggeleng pelan, "Tidak. Aku tidak mau. Ku mohon mengertilah. Aku tidak mau melakukanya. Aku mencintai seseorang."
Dia menatapku sendu. Oh Tuhan, aku sangat mencintainya! Namun kenapa kami harus di pisahkan dengan cara seperti ini? Aku sangat membenci jalan takdir ini. Sangat.. sangat membecinya.
"Apa orang itu adalah Sarah?" tanyaku ragu-ragu. Ku lihat dia menggeleng kepala. Tandanya bukan Sarah yang dia cintai. Lalu siapa yang dia cintai kalau bukan aku dan Sarah?
"Nandira." Panggilnya lirih. Dengan cepat aku menatapnya.
"Semoga kamu mendapatkan lelaki yang benar-benar mencintaimu. Aku minta maaf. Aku mengaku salah atas semuanya. Seharusnya saat itu aku tidak mengajakmu pacaran. Aku sangat menyesal untuk ini." Ucapnya.
Aku memaksakan sebuah senyuman. Menggapai tangannya dan menggenggamnya erat. Memandangi wajahnya untuk terakhir kali. Untuk pertama kalinya aku mencoba untuk tidak bersikap egois. Kalau dengan cara melepaskannya bisa membahagiakan kehidupan kami masing-masing, maka aku dengan tulus melepaskannya. Melupakan kenangan yang tercipta di antara kami.
"Aku mengerti, Luan. Aku memahaminya. Seperti hubungan pada umumnya, ada kenyamanan di situlah ada perpisahan. Mungkin aku terlalu egois. Mungkin aku terlalu berharap. Mungkin aku selalu kekanakan. Tapi kini aku berubah. Aku akan mencoba untuk berpikir dewasa. Melepaskanmu contohnya."
Tanpa sadar segumpal air mengumpul di ujung ekor mataku. Tanpa bisa ditahan, air itu justru jatuh mengalir. Aku terisak. Menangisi segala yang telah terjadi. Luan tiba-tiba saja memelukku. Seakan menyalurkan perasaannya yang sama. Nyatanya kami sama-sama terluka.
"Aku minta maaf. Ku harap kedepannya akan membaik, dan kita bisa bersama. Bersama selayaknya jadi seorang suami dan istri." Katanya.
Aku mengangguk di dalam pelukannya, walaupun ucapannya terasa aneh di telingaku. Taman ini. Taman yang menjadi saksi bisu bahwa seharusnya hubungan itu tidak perlu di paksakan.
Ku rasakan tangan Luan mengelus-ngelus punggungku. Setidaknya aku bisa bernafas lega untuk ini. Rasa sesak di dadaku melebur entah kemana. Semua terasa lebih ringan kembali. Mungkin memang aku hanya tempat pelampiasan Luan saja. Tempat pelarian selama cintanya pergi untuk sementara. Dan aku bisa apa? Aku tak mampu mengelak perasaan gila ini di hatiku. Nyatanya aku terjatuh dalam pada kenyamanan yang di berikan Luan. Aku mencintainya.
Luan melepaskan pelukannya. Dia menatapku dalam. Aku balas memandangnya.
"Jadi apa kamu mau?" tanyanya tiba-tiba.
"Hah! mau? Apa maksudmu?" dahiku berkerut. Tak mengerti ucapannya kali ini.
"Mau mengakhiri hubungan ini. Dan melanjutkannya ke arah yang lebih jauh lagi. Menganggap hubungan ini lebih serius daripada hubungan yang kemarin. Melupakan kisah tentang aku dan Sarah. So, will you marry me?"
Aku menatapnya bingung. Jelas-jelas tadi laki-laki ini meminta untuk mengakhiri hubungan ini. Dia menyatakan kalau dia sendiri lebih memilih orang lain dibandingku dan Sarah. Lalu kenapa tiba-tiba saja dia melamarku? Apakah dia mencoba untuk mempermainkan aku dan Sarah?
"Ka-kamu lamar aku?" tanyaku dan kulihat Luan mengangguk.
"Lalu yang tadi apa? Bukannya kamu minta untuk mengakhiri hubungan ini?"
"Ya, aku memang memintanya. Tapi bukan benar-benar mengakhirinya, maksudku adalah melanjutkan hubungan kita yang awalnya hanya sekedar pasangan kekasih menjadi pasangan suami istri."
"Aku tidak mengerti." Aku masih belum paham ucapannya. Terasa seperti teka-teki yang bisa membuatku pusing karena tak bisa menebaknya.
"Ah! Lupakan saja. Lusa kita menikah." Ujarnya langsung.
"What!? Are you crazy!" lontarku terkejut dan tak percaya.
Oh Tuhan, ini benar-benar membingungkan. Luan yang tadinya mengajakku untuk mengakhiri hubungan ini, kini melamarku? What the fuck! Astaga, Luan adalah laki-laki yang sangat sulit di tebak yang pernah aku kenali. Rasanya aku ingin menyumpah serapahi laki-laki ini.
"Ternyata otakmu sangat lambat berpikir, Nandiraku sayanggg. Sepertinya otakmu harus di beri obat agar berjalan dengan cepat." Katanya sambil menatapku.
"Kamu gila, Luan! Jelaskan apa ucapanmu tadi!" sunggutku terdengar marah-marah.
"Kau sangat cerewet!" dengan cepat ia mendaratkan sebuah ciuman kilat di pipiku. Dan secepat kilat itu juga ia pergi meninggalkanku di taman ini sendiri.
Aku membalikkan tubuhku. Memandangi kepergiannya. Secara bersamaan tubuhku juga mendadak kaku. Sebenarnya apa yang terjadi? Apa aku dan Luan benar-benar putus, atau tidak?
**********
The end
Salam;NNN💕
Karya Miranda Jumad, 4 mei 2018
KAMU SEDANG MEMBACA
About U And Me [Cerpen]
ContoIni adalah kisah cinta kami. Cerita kami bersama. *Sesuai judul, ini hanyalah cerpen dan setiap bab beda-beda ceritanya