CHAPTER 11 - MASA LALU 2

11 2 0
                                    

Setelah dari rumah Sari, Pak Cahya kembali ke jalan dimana ia menabrak seorang nenek dan anak kecil. Dari kejauhan, pria kecil terus menangis meratapi kepergian sang nenek. Masih belum ada pertolongan setelah 30 menit kejadian. Karena memang di daerah Pak Cahya tinggal, rumah para warga tidak berdekatan.

Pak Cahya turun dari mobil,
"Ayo, saya bantu bawa ke klinik. Kemungkinan masih bisa dibantu."

Anak itu hanya bisa pasrah melihat sang nenek digendong pria asing yang menabraknya.

Setelah dibawa ke dalam mobil, Pak Cahya mempersilahkan anak itu masuk. Mereka berdua menuju klinik terdekat membawa nenek untuk ditangani. Kemungkinan bisa diselamatkan.

🧟‍♀️🧟‍♀️🧟‍♀️🧟‍♀️🧟‍♀️🧟‍♀️🧟‍♀️🧟‍♀️🧟‍♀️🧟‍♀️🧟‍♀️🧟‍♀️🧟‍♀️🧟‍♀️

Ditengah perjalanan, mobil berhenti.

"Sepertinya ban mobil bapak bocor, bapak minta tolong lihatkan keluar sebentar."

Anak itu dengan polosnya keluar mobil, melihat ban mobil satu per satu. Pak Cahya juga keluar mobil membawa kain berukuran kecil namun tebal.

Slluuppp.......

Anak kecil itu dibungkam oleh Pak Cahya hingga pingsan. Ia membawa sang anak masuk ke dalam mobil. Dengan melihat kondisi disekitarnya, ternyata sepi. Aman buat dia.

Kemudian dia kembalin mengendarai mobil dengan kecepatan tinggi.

🧟‍♀️🧟‍♀️🧟‍♀️🧟‍♀️🧟‍♀️🧟‍♀️🧟‍♀️🧟‍♀️🧟‍♀️🧟‍♀️🧟‍♀️🧟‍♀️🧟‍♀️

Sesampainya di rumah, Pak Cahya berlari masuk ke dalam rumah. Melihat keadaan sang istri dan anaknya. Tertidur pulas.

Pak Cahya segera mengambil cangkul dan peralatan seadanya, menuju ke gudang lantai 1. Mencangkul dengan penuh usaha, agar tidak menganggu tidur pulas Bu Marta dan anaknya di lantai 2. Setelah 30 menit mencangkul, memastikan galian tanah cukup dalam.

Pak Cahya mengambil jasad nenek di dalam mobil. Ternyata anak yang dibiusnya masih belum sadarkan diri. Rasa lelah Pak Cahya tidak terasa karena ia tidak ingin dipenjara akibat menabrak seorang nenek, ditambah lagi ia tidak mau namanya tercoret jelek di keluarga besar.

Masih penuh darah, jasad nenek dimasukkan ke dalam galian tanah. Digeletakkan begitu saja tanpa rasa bersalah.

Di sisi lain, anak di dalam mobil tersadar. Perlahan keluar dari mobil, kepala masih pusing. Ia melihat kondisi disekitarnya, entah rumah siapa, dia tidak mengenalinya. Yang pertama ia cek adalah nenek. Ya, nenek nya tidak ada di dalam mobil. Kebingungan.

Anak itu hanya melihat rumah mewah berwarna putih, pintu terbuka. Mungkin, si nenek di dalam rumah itu. Pikirnya. Ditambah, pria yang menolongnya tadi juga tidak ada.

Langkah demi langkah ia masuk ke dalam rumah. Sepi. Gelap. Namun, anak itu difokuskan ke satu ruangan di lantai bawah yang dimana ruangannya menyala. Lampu kuning cerah menyinari satu ruangan tersebut.

Pintu ruangan itu terbuka sedikit. Dia sangat kaget mengetahui di dalam ruangan itu. Ada nenek yang sudah dimakamkan dengan tidak layak karena secara jelas melihat tubuh nenek tergeletak tanpa kain kafan.

Anak seusianya tentu saja tidak terima, pemikirannya cukup cerdik karena dia menahan tangisan dan lanjut menyaksikan sang nenek diperlakukan seperti itu oleh pria biadab. Teringat jelas di memori sang anak, wajah pria brutal di hadapannya, sampai kapanpun.

Disisi lain, Pak Cahya terus menutup galian tanah. Memasang kembali keramik, setidaknya menutupi jejak. Selain itu, dia menutup dengan beberapa kardus berisikan barang tidak terpakai. Terakhir, menutup dengan kain putih berukuran besar.

Mengetahui Pak Cahya sudah menyelesaikan tugasnya, anak itu berlari keluar rumah, melarikan diri. Berhubung masih belum ketahuan identitasnya, anak tersebut membawa 1 bingkai kecil foto keluarga Pak Cahya yang ada di meja ruang tengah. Berlari.

Pak Cahya keluar gudang, tak lupa mengunci pintu dan menuju kamar mandi untuk membersihkan diri. Setelah itu, mengecek keadaan si anak kecil.

Beberapa menit setelah membersihkan diri, Pak Cahya menuju mobil. Dibuat kaget karena anak itu tidak ada di dalam mobil. Panik. Mencari di sekeliling rumah, tidak ada,
"Bangsatttt!!!!!,"

Rasa tidak nyaman dan merasa terancam ada di diri Pak Cahya. Namun, disisi lain dia berfikir anak seusia dia tidak akan bisa melaporkan atau mengenali dirinya secara detail. Meski begitu, Pak Cahya tidak mau membiarkan anak itu melarikan diri begitu saja, akan berusaha mencari, sampai ketemu. Bagaimana pun itu caranya.

🧟‍♀️🧟‍♀️🧟‍♀️🧟‍♀️🧟‍♀️🧟‍♀️🧟‍♀️🧟‍♀️🧟‍♀️🧟‍♀️🧟‍♀️🧟‍♀️🧟‍♀️🧟‍♀️

Anak itu terus menangis di pinggir jalan. Sudah keluar desa, kondisi jalan cukup ramai karena sudah jam 6 pagi. Sekuat itu, terlihat tidak mungkin tapi dia mampu berlari keluar dari jeratan pria pembunuh neneknya itu.

Merintih kecapekan ditambah rasa kehilangan begitu dalam sosok nenek dirasakan oleh anak malang itu. Wajahnya kusam, rambut berantakan, ditambah lapar dan haus. Merasa lelah, dia beristirahat di pinggir jalan. Melihat motor mobil lalu-lalang melintas. Sesekali melamun.

Setelah cukup lama terdiam di pinggir jalan, ada mobil hitam berhenti di hadapannya. Takut kalau itu Pak Cahya, si anak memejamkan mata.

"Nak?,"

Suara lembut seorang ibu berrambut pendek menghampirinya,
"Kamu kenapa disini?,"

Terdiam. Masih enggan bicara.

Si ibu jongkok, mengelus rambut anak kecil lugu itu,
"Ibu bapak kamu kemana?,"

Ditanya seperti itu, dia hanya bisa menangis. Merasa bersalah, ibu memeluk anak tersebut, sambil memperhatikan kondisinya,
"Cup-cup...., maafin ibuk yaaa..,"

Bukan salah si ibu, namun dia teringat kalau dirinya hanya hidup bersama nenek. Kedua orang tua nya tewas karena kecelakaan kereta api,
"Aku..., aku sendiri.. aku gak punya siapa-siapa." Jawab anak itu dengan nada pelan.

"Terus, kamu kenapa disini, nak?"

"Nenek aku dibunuh orang, aku lari. Takut."

Mendengar jawaban anak itu, si ibu kaget. Merasa iba kepadanya, ibu berniat mengajak sang anak sarapan bersama,
"Udah-udah. Ibu ajak kamu sarapan dulu, sama mandi biar ganteng."

Tatapan si anak seperti tidak mempercayainya,
"Ibu gak jahat kok. Nama kamu siapa?, nama ibu emm Bu Mega."

"Alfa." Jawabnya,singkat.

"Wahh, nama yang bagus. Tapi, lebih bagus lagi kalo Alfa mau ikut ibu ke pasar beli pakaian buat Alfa, biar cakep. Terus sarapan."

"Tapi, aku gak tau tinggal sama siapa?"

Bu Mega menatap ke sang suami yang sedari tadi menyimak obrolannya dengan Alfa. Berharap suami mengizinkan untuk Alfa tinggal sementara bersamanya. Ditambah, mereka berdua belum dikaruniai anak.

Sang suami menganggukkan kepala denhan penuh yakin,
"Iyaa. Gak papa."

Menunjuk ke si suami, Bu Mega berkata ke Alfa,
"Tuh, bapak udah setuju. Sementara ini, kamu tinggal sama ibu dan bapak."

Alfa tersenyum. Berdiri, ikut Bu Mega masuk ke dalam mobil. Bu Mega juga senang, bisa membahagiakan seorang anak kecil yang terlantar sendirian sambil membawa foto keluarga Pak Cahya.

🧟‍♀️🧟‍♀️🧟‍♀️🧟‍♀️🧟‍♀️🧟‍♀️🧟‍♀️🧟‍♀️🧟‍♀️🧟‍♀️🧟‍♀️🧟‍♀️🧟‍♀️🧟‍♀️

Di dalam mobil, Bu Mega menemani Alfa duduk di belakang. Bu Mega dibuat fokus dengan apa yang dibawa Alfa,
"Ini, keluarga Alfa?"

Alfa menggelengkan kepala dengan tegas.

"Terus, siapanya Alfa? Kok dibawa."

Menatap Bu Mega,
"Ini foto orang jahat yang udah bunuh nenek Alfa."

Pak Broto, suami Bu Mega kaget mendengar jawaban Alfa. Begitu juga dengan Bu Mega. Terdiam.

🧟‍♀️🧟‍♀️🧟‍♀️🧟‍♀️🧟‍♀️🧟‍♀️🧟‍♀️🧟‍♀️🧟‍♀️🧟‍♀️🧟‍♀️🧟‍♀️🧟‍♀️🧟‍♀️

PENGHUNI RAHASIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang