CHAPTER 14 - BANJIR DARAH

14 2 0
                                    

Di perjalanan, Jessika mulai kebingungan mencari jalan keluar. Dtambah sekarang ia berfikir jika Alfa menjalin hubungan dengannya bukan dasar cinta, melainkan dendam. Sakit. 3 tahun pacaran bukan hal yang mudah untuk menerima kabar ini.

"Terus?, apa yang harus saya lakukan, Ki?"

"Saya akan bantu kamu menggali tanah di ruang gudang, lurus dari pintu masuk."

Gudang? Tidak ada gudang di lantai 1. Mungkin yang dimaksud adalah kamar Pak Cahya,
"Baik, Ki."

Berselang 15 menit, Jessika dan Ki Romo sampai di rumah. Keduanya keluar rumah, disambut Mbak Asih membuka pintu,
"Kunci semua pintu dan jendela. Saya akan membuat tameng agar sosok itu tidak bisa masuk ke dalam rumah." Ujar Ki Romo, disusul Mbak Asih menutup pintu dan jendela dari depan hingga belakang rumah.

Jessika mengambil 3 cangkul, setelah selesai mengunci pintu dan jendela, Mbak Asih diajak Jessika membantu menggali tanah,
"Kemana Papa?,"

"Ada, tidur di kamar Naomi, Non."

Jessika menganggukkan kepala, mengisyaratkan semua baik-baik saja.

Ki Romo masih mencari dimana letak jasad nenek dikubur,
"Dibawah sana!" Menunjuk ke arah bawah kasur Pak Cahya.

"Di bawah kasur ini, Ki?"

"Iya." Jawab Ki Romo, berjalan membantu Jessika dan Mbak Asih menggeser kasur.

Kemudian, Jessika dengan penuh kekuatan menggali sebisa mungkin. Karena jari nya sudah tidak lengkap dan belum sembuh sepenuhnya, jadi masih cukup sakit jika dibuat gerak terlalu keras.

Angin kencang secara tiba-tiba datang, disertai hujan petir. Suasana menjadi mengerikan. Jessika memberi semangat ke Mbak Asih agar terus menggali. Cukup dalam galiannya.

Ketemu. Beberapa potongan sisa tengkorak masih ada, terutama bagian kepala.

"Ketemu, Ki!"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Ketemu, Ki!"

Ki Romo mengambil potongan kain untuk membungkus sisa tulang belulang jasad nenek. Setelah semua terkumpul, Ki Romo mengikat tali kain itu,
"Ayo, tutup lagi galian ini. Saya bantu."

Usaha sekeras dan secepat mungkin, tak lama usaha berhasil.

Rasa lelah bercampur keringat bercucuran sangat terasa. Ki Romo mengajak Jessika dan Mbak Asih ke halaman belakang rumah,
"Kita harus segera membakar tulang-tulang ini. Setelah saya bacakan mantra, saya pastikan arwah itu lenyap."

Baru saja ingin berlari, pintu kamar tertutup sangat keras,
"JDUARRRR....."

Semua panik, Ki Romo juga bingung,
"Dia datang....,"

Tameng yang dibuat Ki Romo sepertinya kurang mempan buat arwah nenek yang memiliki dendam yang sangat besar, ditambah dendam sang cucu, Alfa.

Gagang pintu terus menerus bergerak, semakin kencang. Pintu kembali terbuka, perlahan.

PENGHUNI RAHASIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang