CHAPTER 13 - MASA LALU 3

13 2 0
                                    

Sari terus mengejar Pak Cahya, meminta pertanggung jawaban atas kehamilan yang diperbuat. Di depan rumah Sari, ia memegang erat lengan Pak Cahya, sambil menangis, berharap pria yang sudah menghamilinya bisa bertanggung jawab,
"Mas?, kamu mau lari dari aku?, setelah kamu ngelakuin ini semua."

Melepaskan cengkraman tangan Sari,
"Kamu itu mainan buat aku. Masalah hamil atau enggak itu bukan urusanku. Gugurkan saja janin di dalam perutmu. Belum sebulan juga!!"

Sari hanya bisa menangis, bingung harus berbuat apa. Keputusan bodoh jika dia harus menggugurkan kandungannya.

Pak Cahya pergi meninggalkan Sari sendirian tergeletak,
"Mas Cahyaa!!!, Massss!!!...,"

Mobil melaju kencang, mengabaikan Sari yang masih menangis memegangi perutnya.

Berselang beberapa menit, Sari menuliskan surat yang berisikan,

Berselang beberapa menit, Sari menuliskan surat yang berisikan,

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Surat itu diletakkan di atas kasur. Gantungan tali sudah membentang di atas kayu sanggahan rumah. Rumah Sari masih bernuansa rumah sederhana yang kuno. Selain surat, ada foto Pak Cahya disana.

Sari terus menerus menangis, entah keputusan ini salah atau benar. Ia tidak mau menanggung anaknya sendirian, sedangkan hidupnya sudah susah.

Sari mengambil kursi, memanjat kursi dan mengalungkan tali putih secara melingkar ke lehernya. Sudah bersiap. Namun, ia masih terus kepikiran.

"Aku pastikan kamu gak akan tenang, Cahya!!!,"

Bruakkk...

Sari menendang kursi, ikatan di leher semakin erat membuat saluran pernafasan di leher Sari melemah. Tubuhnya kejang-kejang kesakitan, dan tak lama setelah itu dia tewas ditempat. Kondisi terakhir, Sari tidak sadarkan diri dengan seluruh tubuhnya pucat, mata melotot.

 Kondisi terakhir, Sari tidak sadarkan diri dengan seluruh tubuhnya pucat, mata melotot

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🧟‍♀️🧟‍♀️🧟‍♀️🧟‍♀️🧟‍♀️🧟‍♀️🧟‍♀️🧟‍♀️🧟‍♀️🧟‍♀️🧟‍♀️🧟‍♀️🧟‍♀️

Keesokan harinya, gadis cantik rambutnya dikepang menjadi 2 bagian datang ke rumah Sari, mengetuk pintu. Tapi, tidak ada jawaban meski berkali-kali mengecek,
"Mbak?" Sapa Asih, adik Sari sambil tetap mengetuk pintu.

Ternyata pintu rumah tidak dikunci, Asih meletakkan bingkisan di meja tamu. Mencari keberadaan sang kakak, karena kondisi rumah nampak sepi.

Saat membuka pintu kamar Sari, betapa syok nya Asih melihat pemandangan yang tidak ia duga,
"Mbak Sariiiii!!!!!!!,"

Asih mendekatkan kursi dan segera melepaskan ikatan tali yang menggantung di leher Sari, namun tidak bisa karena dia terlalu pendek

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Asih mendekatkan kursi dan segera melepaskan ikatan tali yang menggantung di leher Sari, namun tidak bisa karena dia terlalu pendek. Tak lama, pandangannya dialihkan oleh selembar kertas dan foto seseorang.

Dia membaca isi surat itu, setelahnya melihat foto Pak Cahya. Yang ada difikirannya, mungkin sang kakak bunuh diri karena ditinggal oleh kekasihnya, Pak Cahya.

Setelah membaca surat, ia menyimpan surat dan foto itu di saku celana. Secepatnya keluar rumah berteriak meminta pertolongan,
"Tolonggg!!!, Pak?, Buk!!!"

Ada beberapa warga yang kebetulan lewat hendak bekerja. Mendengar teriakan Asih, para warga mencoba membantu. Asih tidak menyangka sang kakak melakukan ini. Benar-benar diluar dugaan.

🧟‍♀️🧟‍♀️🧟‍♀️🧟‍♀️🧟‍♀️🧟‍♀️🧟‍♀️🧟‍♀️🧟‍♀️🧟‍♀️🧟‍♀️🧟‍♀️🧟‍♀️

"Suatu saat, aku akan bantu membalaskan dendam mbak. Aku gak rela mbak meninggal dengan cara seperti ini tanpa keadilan dari pria bejat itu!!," ucap Asih sambil mengelus-elus batu nisan Sari.

Mengeluarkan selembar foto di saku celana, memperhatikan foto itu dengan baik,
"Pak Cahya...., tungguu..."

🧟‍♀️🧟‍♀️🧟‍♀️🧟‍♀️🧟‍♀️🧟‍♀️🧟‍♀️🧟‍♀️🧟‍♀️🧟‍♀️🧟‍♀️🧟‍♀️🧟‍♀️

Di sisi lain, Pak Cahya mendengar kabar kalau Sari meninggal gantung diri. Dia berfikir, mungkin karena perlakuannya kemarin membuat Sari seperti itu.

Tidak mau berlarut-larut, Pak Cahya mengajak Bu Marta menbereskan baranh-barang ke dalam koper,
"Kita harus segera pergi dari sini,"

Bingung, Bu Marta bertanya,
"Kenapa?, mendadak seperti ini?"

"Nanti aku jelasin di mobil. Sekarang, kamu beresin semua barang-barang penting kamu sama jangan lupa punya Jessika." Ujar Pak Cahya, memasukkan beberapa pakaian dan celana ke dalam koper.

Bu Marta ikut merapikan pakaiannya. Jessika masih tertidur pulas diatas kasur.

Setelah 1 jam membereskan barang-barang yang sekiranya penting, Pak Cahya memasukkan 2 koper ke dalam bagasi mobil, dan meletakkan beberapa tas ransel di dalam mobil bagian belakang. Bu Marta masuk ke dalam mobil sambil menggendong Jessika. Pak Cahya mengunci pintu rumah, masuk ke dalam mobil.

Dari kejauhan, Asih berjalan lemas dari samping kanan rumah Pak Cahya. Asih memang baru pulang dari makam Sari. Tatapannya melihat seorang pria sedang terburu-buru dan masuk ke dalam mobil. Sepertinya kenal.

Baru ingat, wajah pria dihadapannya sama persis dengan yang di foto. Apa jangan-jangan Pak Cahya yang dimaksud Sari adalah dia?

Pak Cahya meninggalkan rumah, mengendarai mobil dan melewati Asih. Asih terus memandangi untuk memastikan. Mencoba melihat lagi fotonya, dan memang benar itu Pak Cahya,
"Mau pergi kemana dia?,"

🧟‍♀️🧟‍♀️🧟‍♀️🧟‍♀️🧟‍♀️🧟‍♀️🧟‍♀️🧟‍♀️🧟‍♀️🧟‍♀️🧟‍♀️🧟‍♀️🧟‍♀️🧟‍♀️

PENGHUNI RAHASIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang