CHAPTER 9 - MASA LALU 1

22 6 0
                                    

Tahun 1995.....

Hujan deras mengguyur sebuah desa. Desa yang jumlah penduduknya tidak sebanyak di Jakarta namun kehidupan mereka diatas standart, tercukupi. Begitu juga dengan Pak Cahya. Pria tampan yang sudah mempunyai istri cantik bernama Bu Marta. Usia pernikahan baru menginjak 2 tahun.

Dikaruniai seorang anak perempuan bernama Jessika, saat itu masih berusia 1 tahun.

Meski hujan melanda, namun Pak Cahya harus tetap berangkat bekerja. Tidak hanya sehari, namun Pak Cahya harus meninggalkan sang istri dan anak selama 1 bulan.

Mobil tua terparkir di depan rumah, Pak Cahya mencium kening Bu Marta dan Jessika yang digendong,
"Aku jalan dulu, ya..."

"Hati-hati...,"

Pak Cahya berlari pelan masuk ke dalam mobil, Bu Marta melambaikan tangan dengan raut muka sedih, harus berpisah dengan Pak Cahya meski sementara.

🧟‍♀️🧟‍♀️🧟‍♀️🧟‍♀️🧟‍♀️🧟‍♀️🧟‍♀️🧟‍♀️🧟‍♀️🧟‍♀️🧟‍♀️🧟‍♀️🧟‍♀️

Di perjalanan, Pak Cahya mencoba fokus agar pandangannya tidak teralihkan oleh hujan.

Tak lama dering suara telfon berbunyi, berkali-kali. Membuat Pak Cahya terpaksa mengangkat,
"Ada apa, Sari..."

"Kamu masih dimana?," tanya wanita bersuara lembut bernama Sari.

"Ini di jalan. Bentar lagi sampai, jangan telfon-telfon terus." Jawab Pak Cahya, spontan menutup percakapan, kembali fokus.

Kali ini Pak Cahya cukup kencang.

Tanpa ia sadari didepannya ada wanita tua membawa payung menyebrang jalan ditemani anak kecil pria berusia 6 tahunan.

GGBRUAKKKK.........

Tubuh wanita tua terpental cukup jauh, sedangkan anak kecil hanya terserempet, jatuh di samping jalan. Banyak darah keluar dari kepala wanita tua, luka-luka hingga kaki kirinya terpelintir.

Pak Cahya yang masih syok, keluar mobil melihat suasana di sekitar. Sepi. Hanya ada dirinya dan 2 korban. Sudah pasti sang nenek tewas ditempat, namun anak kecil pria tadi masih sadarkan diri.

Melihat nenek tewas dengan penuh darah di tubuhnya, anak kecil malang berjalan pelan sambil menguatkan dirinya menuju jasad nenek. Ia menangis sekencang-kencangnya, menggerak-gerakkan badan nenek tapi tidak ada pergerakan. Anak kecil itu memandang dan memelas ke Pak Cahya, berharap Pak Cahya sebagai pelaku bertanggung jawab.

Namun, perkiraan anak itu salah. Pak Cahya ketakutan, mendadak masuk ke dalam mobil. Dengan cepat ia mengendarai mobilnya, kecepatan tinggi. Melihat mobil pelaku lewat dihadapannya, ia hanya bisa menghafal wajah dan nomor plat mobilnya.

Untung dia anak kecil yang cerdik.

Berteriak meminta pertolongan ditengah hujan yang mengguyur kawasan itu. Suasana sangat suram.

🧟‍♀️🧟‍♀️🧟‍♀️🧟‍♀️🧟‍♀️🧟‍♀️🧟‍♀️🧟‍♀️🧟‍♀️🧟‍♀️🧟‍♀️🧟‍♀️🧟‍♀️

Sampailah Pak Cahya di rumah Sari. Secepat mungkin ia masuk ke dalam rumah Sari tanpa permisi. Di dalam rumah, Sari yang sudah menyediakan teh hangat cukup kaget melihat sang kekasih datang dengan raut muka cemas.

Merangkul pundak Pak Cahya,
"Mas, kamu kenapa sih? Kok kayak orang panik gitu?,"

Bingung mau menjawab apa, banyak fikiran yang tertancap diotaknya. Bagaimana anak itu membawa neneknya sendirian? Sekarang seperti apa kondisi anak itu dan sang nenek? Bingung.

Pak Cahya duduk di ruang tamu, Sari mengambilkan segelas teh hangat,
"Minum dulu, Mas..."

Glegg.... Gleggg.....

Pak Cahya meminum teh hangat secepat kilat, tidak peduli masih panas atau sudah hangat.

"Hari ini aku gak nginep disini dulu, ya. Aku harus pergi sementara.,"

"Kenapa?, kok mendadak gini?,"

Menganggukkan kepala,
"Iya. Kepala divisi barusan telfon aku."

Raut muka Sari langsung sedih, karena harusnya hari ini dia berduaan dengan Pak Cahya sampai sebulan kedepan. Tapi, tidak jadi karena pekerjaan mendadak.

"Tenang, aku gak lama kok. Cuman 2 hari ini, abis itu aku langsung ke sini."

"Oke."

Pak Cahya mengelus-elus rambut Sari, pikirannya bercampur dengan kejadian malam ini. Sesekali melanjutkan minumnya.

🧟‍♀️🧟‍♀️🧟‍♀️🧟‍♀️🧟‍♀️🧟‍♀️🧟‍♀️🧟‍♀️🧟‍♀️🧟‍♀️🧟‍♀️🧟‍♀️🧟‍♀️🧟‍♀️

PENGHUNI RAHASIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang