03

2 1 0
                                    

Aku menyuapkan sesendok nasi ke dalam mulutku. Dihadapanku, Haris terus menatapku. Dia makan bersama dengan aku dan ibuku. Hanya saja, ibuku sudah selesai lebih dulu.

“Ras, aku minta maaf." ucap Haris.

Ya, karena kesal, aku mendiami Haris sejak tadi. Tapi merasa kasihan, aku akhirnya menjawab. "Udah, gak usah dipikirin." lagipula wajar saja Haris lebih mementingkan Renata. Dia kan pacarnya. "Renata sakit apa?"

Haris berdecak. "Dia gak sakit. Cuma kegores pisau dikit tangannya pas bantuin mamanya masak." ucapnya kesal. "Aku kira dia beneran sakit, Ras. Tahu begitu aku gak akan ninggalin kamu tadi." sesal Haris. Aku menggelengkan kepala setelahnya.

"Ras besok ibu aku mau ngadain Syukuran. Kandungannya kan udah tujuh bulan. Kamu dateng ya,"

Ngomong-ngomong, ibu Haris memang tengah mengandung anak kedua. Ya, sebentar lagi Haris akan memiliki adik. Sebetulnya tante Risa, ibu Haris sudah memberi tahuku tentang hal itu. Mungkin dia menyuruh Haris mengundangku lagi malam ini. "Iya, aku dateng kok," jawabku.

"Tapi," Haris menjeda, kemudian aku meliriknya. "Aku ngajak Rere juga. Gak papa kan?"

Aku tersenyum tipis. "Ya gak apa-apa." jawabku. Lagipula itu haknya. Toh aku juga tidak memiliki dendam apa apa pada pacarnya itu. Seperti yang dia katakan, Renata gadis yang baik. Selama mengenalnya dia selalu bersikap terbuka dan ramah padaku.

Haris pernah mengajakku keluar bersama gadis itu pula. Dan kami selalu baik baik saja.

Haris tersenyum. "Ngomong-ngomong, kamu pulang pake apa tadi?" tanyanya.

"Aku pulang sama Raja." jawabku.

Haris melirikku bingung. "Raja?" tanyanya. "Temen sekelasku? Kamu pulang sama dia, Ras?" ia mengulang bertanya. Kemudian aku mengangguk. Kenapa aku merasa Haris terlihat kaget mendengar hal ini.

"Sejak kapan kalian deket?" tanya Haris yang kemudian membuatku menatapnya bingung. "Aku gak mau kamu deket deket sama dia, Ras."

***

Seperti ucapan Haris kemarin malam, hari ini sepulang sekolah aku sudah berada dirumahnya. Haris yang mengantarku terlebih dahulu kemudian dia kembali ke sekolah untuk menjemput Renata.

Aku sudah berada di dapur bersama Tante Risa dan beberapa tetangganya. Sesekali aku Tante Risa dibercandi oleh tetangganya bahwa ia sedang bersama calon menantunya. Aku hanya tertawa menanggapi itu, karena calon menantu aslinya sebentar lagi akan datang.

Saat ini aku tengah membantu tante risa memotong sayuran, sementara beliau tengah mengorak ngarik masakan lain di wajan. "Laras gimana kabar ibu di rumah?" tanya Tante Risa.

"Baik Tan, Ibu lagi sibuk banget ngurus toko bunga." jawabku.

"Makin rame ya sekarang toko bunganya. Syukur lah, tante ikut seneng." ucap Tante Risa.

"Assalamu'alaikum." semua penghuni dapur melirik ke arah pintu. Haris dengan Renata sudah tiba. Kulihat Haris berbicara singkat kepada Renata dan setelahnya pergi keluar area dapur. Sementara Renata masuk untuk menghampiri Tante Risa dan beberapa tetangganya untuk bersalaman.

"Rere gimana kabarnya? Jarang kesini ya sekarang?" tanya Tante Risa sembari menerima uluran tangan Renata. Ah Tante Risa memang sehangat itu kepada siapapun.

Renata terkekeh. "Iya tante lagi sibuk urusan sekolah." jawabnya. Setelah itu Renata beralih padaku, kemudian tersenyum. "Hai Tar," sapanya, yang kemudian kubalas senyum saja. Setelahnya, kami melanjutkan acara masak-masknya.

"Lagi motong sayur ya, Tar. Sini biar aku aja." Renata mengambil alih pisau yang tengah aku kenakan untuk memotong sayuran. Sejujurnya aku sedikit kesal karena dia terkesan 'merebut' pekerjaanku. Tapi hal itu tidak kujadikan masalah. Aku pergi berpindah ke dekat Tante risa, dan membantunya mengaduk makanan, sambil sesekali mengobrol dengannya.

"Kenapa kamu gak jadi menantu tante beneran aja, Tar?" ucap Tante Risa.

Aku tersenyum malu. "Haris kan udah ada cewe, Tan." jawabku.

"Berarti kalau belum ada pacar kamu mau kan, jadi ceweknya? Gak apa, jodoh kan gak da yang tau"

Mau. Tentu saja mau. Hanya, aku sadar diri saja. Aku memilih untuk tersenyum dan tidak menjawab ucapan Tante Risa.

"Wih, enak nih pasti." Haris menghampiriku bersama Tante Risa. Laki-laki itu sudah mengganti pakaiannya dengan kaos serta celana pendek. Sepertinya dia juga sudah mandi. Terlihat dari rambutnya yang basah dan aroma tubuhnya yang berbau wangi.

"Iya, dong, kan Tari yang masak. Pasti enak lah. Apalagi kalo tinggal makan aja." jawab Tante Risa.

Haris tertawa kemudian. "Ini juga, rajin banget." Haris beralih pada Renata yang tengah memotong sayuran seraya mengusap kepalanya lembut. "Lagi latihan jadi menantu Ibuku, ya." ucapnya.

Aku melirik sekilas. Ada rasa sakit di hatiku. Tapi semua itu coba aku tepis. Haris bukan milikku dan tak akan jadi milikku.

Untuk Haris [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang